Senin, 10 November 2025
AIRSATAN MUSIRAWAS 1978 [1]
Minggu, 09 November 2025
PELABUHAN TANJUNGAPI 2011
Sabtu, 11 Oktober 2025
[17]AKU PERNAH HIDUP: CATATAN SEORANG PENYULUH PERTANIAN
Jumat, 10 Oktober 2025
SMP PERMIRI & TOKO BUKU REMADJA LUBUKLINGGAU
Kamis, 09 Oktober 2025
JERAMBAH NIUK 2019
Catatan: Hendy UP *]
Sejak awal November 2019 ini, alhamdulillah jembatan beton baru di Tanahperiuk Kab. Musirawas, sudah fungsional walau belum diresmikan Pak Gubernur Herman Deru; melengkapi jembatan beton lama (dua jalur) yang dibangun tahun 1972.
Jembatan baru ini berada di jalan provinsi, merupakan penghubung dua wilayah otonom, yakni Kab. Mura dan Pemkot Lubuklinggau. Berpangkal di Kel. Simpangperiuk (Lubuklinggau) kemudian naik ke Dusun Tanahperiuk (Musirawas), lalu meliuk membelah kawasan Kec. Tugumulyo (eks Kolonisasi) dan Kec. Sumberharta hingga di Simpangterawas sepanjang lebih kurang 22 kilometer. Tapi sejak tahun 2006 telah dibangun jalan "shortcut" dari Siringagung langsung ke GOR Petanang di jalan Lintas Tengah Sumatera sepanjang 10 kilometeran.
Rasanya hampir empat tahun, besi gelagar itu "nyelonjor" terlunta-lunta nan mengenaskan jiwa, hanya karena alotnya rundingan ganti-rugi lahan. Dalam catatan, boring abutmen jerambah itu mulai dikerjakan pada tahun 2014, lalu terhenti dua tahunan, karena proses negosiasi ganti rugi lahan. di pangkal jerambah wilayah dusun Tanahperiuk. Konon, si pemilik lahan minta ganti-untung Rp. 700 juta hingga satu milyar. Baru tahun 2018 dilanjutkan lagi hingga selesai tahun 2019. Tak jelas, berapa jadinya harga lahan itu.
Sebutan "JERAMBAH NIUK" itu adalah bahasa Lembak Silampari, yang bermakna Jembatan Tanahperiuk. Kata "Niuk" adalah sebutan untuk Tanahperiuk. Sedangkan kosa-kata 'jerambah' mungkin ada kaitan dengan bahasa Belanda "de brug" (jembatan) yang mengalami perubahan gramatikal-fonetik seperti halnya "Buitenzorg" yang berubah menjadi Bogor.
Arkian, dahulu kala Jerambah Niuk itu berupa jembatan gantung yang dibangun Belanda seiring dibukanya Kolonisasi Toegoemoeljo (1937-1940), dan paralel dengan masa pembangunan Bendung Watervang 1939-1941. Menurut para saksi sejarah, jerambah gantung yang dibuat pertama kali itu posisinya persis di jembatan baru sekarang.
Konstruksi gantungannya menggunakan 'baja seling' dan lantai papan, sedikit 'beguyang-guyang' dan bisa dilalui mobil kecil untuk mengangkut material dan hasil bumi dari dan menuju kawasan Kolonisasi Toegoemoeljo. Sekitar tahun 1960-1962 jerambah gantung itu pernah putus (Biografi Bupati Ibnu Amin, 2005, hal. 24). Menurut mBah Keling warga Kartomas (77 thn) yang pernah ikut menjadi kuli bangunan Jerambah Niuk, jembatan lama (kini masih fungsional) dibangun pada tahun 1971 hingga 1972. Persis serempak dengan Jembatan Musi Tebingtinggi, yang berjajar dengan jembatan rel KA sekarang.
Di tengah masa pengerjaan jerambah Niuk lama, pernah terjadi banjir-bandang Kelingi, sehingga tiang dan gelagar penyangga sementaranya hanyut-lanyut berantakan. Maka terjadi hambatan teknis beberapa pekan, karena mengganti tiang penyangga baru dari batang kelapa berikut kawat begel pengikatnya.
Material tanah timbunan untuk oprit abutment jembatan diambil dari lahan warga, dengan harga angkut borongan seringgit (Rp 2,50) per kubik galian tegak. Konon, pemborongnya berasal luar daerah, mungkin dari Jawa dengan manajer lapangannya bernama Prajitno.
Namun sayang, kokohnya Jerambah Niuk yang baru ini belum didukung oleh pelebaran jalan yang memadai, baik dari arah Simpangpriuk maupun dari Siringagung khususnya sepanjang Dusun Niuk. Kita maklum, bahwa jalan milik provinsi itu dirancang sekitar 80 tahun yang lalu. Untuk pelebaran jalan sepanjang Dusun Niuk memang agak problematik. Ongkos sosialnya cukup tinggi, khususnya terkait dengan prosesi Pilkada langsung Gub/Bupati yang seringkali berdampak nyata terhadap elektabilitas para kandidat, jika dianggap bertentangan dengan hak masyarakat pemilih.
Satu-satunya alternatif adalah membuka ulang dokumen perencanaan jalan provinsi, yang dulu pernah digagas membuat jalur alternatif: yakni dari Bundaran Agropolitan Muarabeliti - Kampung Bali - Airsatan - terus 'shortcut' ke Jalan Baru Siringagung (via persawahan), menuju Petanang melalui "Jalur Simpanglima Sirgung" yang kini masih berjolok "SIMPANGBINGUNG".
Ini sekadar pikiran liar-liur nan sedikit ngawur. Semoga saja pelebaran jalan itu, ada wujudnya. Allohu'alam bishawab! ***
*] Muarabeliti, 25 November 2019.
[1] NEGERI NUSANTAO, KOLONIALISME & PERJUANGAN KAUM SANTRI
Jumat, 03 Oktober 2025
BPP YUDHAKARYA 1982
Selasa, 30 September 2025
[1] SEJARAH TUGUMULYO KAB. MUSIRAWAS, SUMSEL
Senin, 29 September 2025
SEJARAH DINAS PERTANIAN KAB. MUSIRAWAS SUMSEL [2]
Minggu, 28 September 2025
SEJARAH DINAS PERTANIAN KAB. MUSIRAWAS SUMSEL [1]
Sabtu, 27 September 2025
PARA PEJABAT BBU TUGUMULYO
Jumat, 26 September 2025
DUKACITA UNTUK PROF. SALIM
JERAMBAH BELITI
BKLU TERAWAS
Kamis, 25 September 2025
SELAMAT JALAN VECHTER KWIK
STAGFLASI PASCAKORONA
STAGFLASI PASCAKORONA: AYAM VERSUS CABE?
Oleh: Hendy UP *)
Di awal Juli 2020, Kepala BPS Suhariyanto merilis data bahwa harga ayam ras dan telornya adalah penyumbang inflasi terbesar komponen pangan untuk Juni 2020. Kontribusinya: ayam 0,14% dan telor 0,04% terhadap angka inflasi yg sebesar 0,18%.
Alasannya karena peternak mandiri kehabisan modal usaha, pasokan pakan terhambat transportasinya sehingga produksinya anjlog. Bahkan telur ayam 'dituding' sebagai biang-kerok gejolak harga tak menentu (volatile price) di 86 kota yang diukur berdasarkan indeks harga konsumen (IHK)-nya.
Di sisi lain, komoditas cabe merah, rawit, bawang putih, minyak goreng dan gula pasir, harganya anjlok. Komoditas ini mengalami deflasi. Bawang putih dan cabe merah menyumbang 0,07% terhadap deflasi Juni 2020 kemarin.
Lagi-lagi, Permendag No. 7 tahun 2020 yg mengatur harga langit-langit tak ada gunanya. Pada akhirnya, hukum ekonomi pasar masih berdalil klasik: harga di pasar berada pada kekuatan supplay & demand; bukan pada aturan harga legal formal di atas kertas.
Volatile-price telor ayam ini ternyata terasa di manapun; juga di Lubuklinggau, sebagaimana dirilis Kepala BPS Lubuklinggau Eka Yuliani (Harian Silampari, 3 Juli 2020). Angka inflasi Juni 2020 untuk Kota Lubuklinggau sebesar 0,31%; inflasi kumulatif sebesar 1,31% dan YoY sebesar 1,37%.
Memang, sejak dahulu kala hantu inflasi harga pangan sangat ditakuti oleh pemerintah terutama menjelang lebaran, paceklik atau pageblug. Tapi kaum tani malah berdoa agar terjadi inflasi harga komoditas pangan dan kebun, asalkan 'cost input' material saprotannya (terutama pupuk) konstan.
Soal inflasi, Mang Udin Dusun Muarabeliti dan Lik Parjo Megangsakti sungguh tak peduli, apa itu inflasi, deflasi apatah lagi stagflasi. Sa'karepmu Broth .....!
Tapi soal kendali-mengendali harga pangan ternyata pemerintah tak berkutik, mati-kutu! Bahkan kini, sudah bertahun-tahun justru terjadi deflasi harga karet (para) yang membuat masyarakat kehilangan ghiroh berkebun. Sungguh, kini ekonomi pedesaan Negeri Silampari sedang terjerembab.
Lihat saja data perputaran uang di BI yg melemah dan laporan NPL (Non Performing Loan) perbankan yang meninggi. Banyaknya papan merk 'DIJUAL' di depan rumah dan lokasi usaha, adalah indikator banyaknya kreditur nunggak angsuran. Jika rasio NPL perbankan mendekati angka 5%, niscaya akan berkelindan dengan profitabilitas, rentabilitas, likuiditas perbankan dan aneka tas-tas lainnya.
Mayoritas kaum tani kita, yang lebih pas disebut 'peasent' (tani pas-pasan) ketimbang disebut 'farmer' (pengusaha tani), sama sekali tidak paham dengan 'teori ekonomi gombal'. Bagi petani padi misalnya, yang penting ada jaminan pasokan air irigasi, tersedia bibit unggul dan pupuk dengan harga terjangkau, serta harga jual beras yang memadai. Pun bagi pekebun karet, ada bantuan kredit peremajaan kebun dan harga jual jedol (slab) tidak 'gila'; minimal 1 kg jedol para dusun setara dengan harga 1 hingga 2 kg beras. Itu sudah cukup untuk menggairahkan ekonomi pedesaan. Kini sekilo para tak sampai sekilo beras!
Target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 antara -0,4% hingga 2,3%. Tapi Lembaga Kerjasama Ekonomi & Pembangunan (OECD) memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi akan berada pada angka -2,8 hingga -3,9%. Buru-buru Sri Mulyani meralat bahwa akibat bla bla bla, pertumbuhan ekonomi TW II 2020 akan terkonstraksi hingga -3,1%.(Kompas, 3 Juli 2020).
Kondisi inilah yang dikhawatirkan para ahli ekonomi bakal terjadi stagflasi. Stagflasi adalah kondisi perekonomian negara dengan tingkat output rendah yg dibarengi oleh inflasi. Kondisi sekarang ini, jika tidak ada langkah kongkrit Pemerintah untuk menjaga basis ekonomi kerakyatan (UMKM) dan penyetopan kran impor, gejalanya mengarah ke stagflasi. Dalam kamus, stagflasi disebabkan oleh kekuatan ganda: kurangnya permintaan agregat secara relatif terhadap potensial PNB; dan meningkatnya cost input aneka usaha masyarakat. Mudah-mudahan ini tidak akan terjadi. [*]
Muarabeliti, 4 Juli 2020 *)





