Minggu, 09 November 2025

PELABUHAN TANJUNGAPI 2011

Catatan: Hendy UP *]

    Tak sengaja, kami melancong ke Pelabuhan Tanjungapi-api (TAA). "Kami" di sini terdiri dari unsur H2-AN. Yakni: Hendy UP (Dinas Pertanian); Ir. Heriyanto Kadis Nakkan; Ir. Aidil Rusman Kadis PU-BM; dan Ir. Nito Maphilindo Kadis PU-Pengairan. Semuanya ASN dari Pemda Mura. 
    Dari Palembang, ternyata jaraknya jauh juga. Sekitar 80-an kilometer ke arah timur laut. Jalannya lurus-lebar, di atas timbunan rawa, beraspal lapen, mirip jalan tol Kayuagung~Mesuji. Hari itu, 21 Januari 2011, kami sepakat meninggalkan acara dengan Wapres Boediono, karena tiket masuk gelanggang ternyata hanya untuk dua undangan: Bupati & Kepala Badan Ketahanan Pangan. 
    Alhamdulillah, tak harus masuk kurungan tenda besar yang panasnya minta ampun. Di saat ngopi-ngopi dengan kawan-kawan di warung UKM dadakan, di seputaran tenda besar, aku melontarkan ide: "Bagaimana kalau kita melancong ke Palabuhan TAA?" Ternyata tiga kawan tadi setuju. Dan pergilah kami konvoi berempat dengan Strada. ***
    Hari itu, Wapres didapuk membuka acara "Rapat Ketahanan Pangan". Beliau didampingi oleh Mentan Suswono, Kaban Ketahanan Pangan Nasional Dr. A. Suryana dan Dirjen Tan. Pangan Dr. Sumarjo Gatot Irianto. Lokasinya di Kawasan Terpadu Mandiri (KTM) Telang, Kab. Banyuasin, sekitar 4 km dari kota Palembang. 
     Malam sebelumnya, ba'da maghriban, 20 Januari 2011, di sebuah hotel di Jln. H. Barlian, aku menghadiri Rapat Pleno Dewan Ketahanan Pangan. Dipimpin oleh Kaban Ketahanan Pangan, dihadiri unsur Pemda Prov & Kabupaten serta stakeholder utama yakni KTNA. ***
    Kunjungan Wapres Boediono ke Sumsel & Babel ternyata multi- agenda, sehingga didampingi oleh banyak menteri. Yakni Mentan Suswono, Men-PU Djoko Kirmanto, Menpora Andi Mallarangeng, Mendikbud M. Nuh & Mendagri Gamawan Fauzi. ***
    Dalam peta, posisi TAA berada di selatan Taman Nasional Sembilang Kab. Banyuasin. Letaknya di bibir laut Selat Bangka yang menjorok jauh ke rawa-rawa, sehingga aman dari deburan ombak besar. Dalam kajian awal dahulu, konon kawasan Tanjung Carat lebih layak ketimbang TAA  untuk Pelabuhan Ekspor-Import, karena lebih dalam dan aman dari abrasi. Namun rawan ombak besar karena berada di pantai lepas Selat Bangka. 
     Sekitar dua jam berkendara, kami serasa membelah rawa-rawa. Melintasi gugus kayu repuhan, kami seakan menyelinap di antara batang gelam, gabus dan nyiur. Sesekali ada rompok para nelayan yang berseling bangunan kayu tinggi-tinggi mirip perangkap burung walet. 
    Sesampai di pinggir laut, di atas dermaga pelabuhan, kami tegak menantang angin. Nun di timur jauh, tampak gugusan hijau memanjang bagai pagar pantai penepis ombak. Semakin lama dinikmati, semakin nampak ada ilusi optik menari-nari, seakan ingin menggapai seluruh lapis buih yang liar berkejar-kejaran. 
    Di ujung fatamorgana itu, adalah kawasan pantai Muntok di Bangka Utara, yang melahirkan legenda Depati Bahrin dalam perang melawan Belanda tahun 1819~1828.***
     Awalnya, gagasan pembangunan Pelabuhan TAA itu sebagai solusi pemindahan Pelabuhan Kapal Ferry di Bom Baru 35 Ilir Palembang. Mulai pembebasan lahan pada awal tahun 2000-an, sedangkan jalan akses dan tapak fisik pelabuhan mulai dibangun tahun 2004 hingga 2007. Ada jeda mangkrak hingga tahun 2011, dan kemudian diresmikan oleh Gubernur Alex Nurdin pada 11 Desember 2013.
    Namun demikian, peresmian beroperasinya Pelabuhan Laut TAA baru dilaksanakan pada Rabu, 13  Maret 2019 oleh Gubernur Herman Deru bersama Dirjen Perhubungan Laut R. Agus Purnomo. 
    Kini, kapal ferry yang melayani pelayaran ke Muntok, tercatat ada 10 armada dengan intensitas dua jam sekali, dan waktu tempuh sekitar 4 jam dengan ongkos 51~55 ribu perak per orang. Semoga hubungan diplomatik antara Sumsel & Babel selalu hangat dan penuh barokah. (***) 

*] Muarabeliti SUMSEL,  3 Nov 2025