Kamis, 25 September 2025

SELAMAT JALAN VECHTER KWIK

Catatan: Hendy UP *]

    Sengaja aku menyematkan kata "vechter" (pejuang) untuk legasi Pak Kwik, yang selama hidupnya terus- menerus mengkritisi kebijakan Pemerintah yang dianggap melenceng dari cita-cita luhur proklamasi kemerdekaan RI. 
    Yaa, namanya Kwik Kian Gie. Beliau baru saja meninggalkan kita semua pada Senin, 28 Juli 2025 di Jakarta dalam usia 90 tahun. Lahir di kota Djuwana (Jateng) pada 11 Januari 1935. Aku tak tahu, apakah ada hubungan marga dengan SOE HOK GIE sang aktivis era Ordelama yang melambungkan kisah "Catatan Seorang Demonstran".
    Aku mulai mengenal namanya akhir tahun 1980-an, melalui artikel-artikelnya yang di harian lKompas dan Majalah Tempo. Tahun 1990-an hingga 2000-an, namanya selalu muncul tiap pekan dalam rubrik Kompas untuk mengulas "analisis politik ekonomi", yang konon menjadi rujukan para pejabat tinggi, para praktisi bisnis dan bahkan para pialang saham. 
     Sebagai orang yang tak memiliki basis ilmu ekonomi murni, kecuali "ekonomi pertanian" dari Prof. Mubyarto, aku merasa berhutang ilmu dari artikel dan buku-bukunya. Demi memuaskan kuriositas diri yang terus menggebu di kala itu. 
    Sekadar mengenang jejaknya, mari kita lacak liku kehidupannya.   
    Mula-mula kuliah di Fakultas Ekonomi UI pada tahun 1955 (klas persiapan), namun menamatkan strata sarjananya di Nederlandsche Economiche Hogeschool di Belanda (1956-1963). Lalu menikah dengan gadis keturunan Belanda: Dirkje Johanna Widt dan dikaruniai tiga orang anak: Kwik Ing Hie,  Kwik Mu Lan, dan Kwik Ing Lan. 
    Antara tahun 1963-1964, bekerja sebagai Asisten Atase Kebudayaan & Penerangan di Kedubes RI di Den Haag, untuk kemudian kembali ke Tanah Air pada 1970. Mulai merintis bisnis hingga tahun 1987, dan lkemudian mendirikan Institut Bisnis & Informatika Indonesia (IBII) pada tahun 1970 hingga 1987.
    Masuk ke dunia politik bergabung dengan PDI, sebagai anggota Badan Pekerja MPR-RI, Anggota Komisi IX DPR-RI, dan pernah menjabat Menko Ekuin (1999-2000) di era Presiden Gusdur serta Menteri Negara PPN/Kepala BAPPENAS (2001-2004) di era Presiden Megawati. 
     Di samping belajar dari klipping artikelnya, aku mengoleksi beberapa bukunya antara lain:

(1) Buku "Konglomerat Indonesia: Permasalahan dan Sepak Terjangya". Bersama BN Marbun sebagai penyunting. Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1990. 102 hal;

(2) Buku "Kebijakan Ekonomi Politik & Hilangnya Nalar". Penerbit Kompas, Jakarta, 2006. (209 hal);

(3) Buku " Pikiran yang Terkorupsi". Penerbit Kompas, Jakarta, 2008.  (228 hal);

(4) Buku "Nasib Rakyat Indonesia Dalam Era Kemerdekaan". Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2016. (250 hal). 

    Semoga arwah beliau diterima di sisi-Nya. "Selamat Jalan Vechter... "

*] Muarabeliti,  28 Juli 2025

STAGFLASI PASCAKORONA

STAGFLASI PASCAKORONA: AYAM VERSUS CABE?

Oleh: Hendy UP *)

     Di awal Juli 2020, Kepala BPS Suhariyanto merilis data bahwa harga ayam ras dan telornya adalah penyumbang inflasi terbesar komponen pangan untuk Juni 2020. Kontribusinya: ayam 0,14% dan telor 0,04% terhadap angka inflasi yg sebesar 0,18%.

     Alasannya karena peternak mandiri kehabisan modal usaha, pasokan pakan terhambat transportasinya sehingga produksinya anjlog. Bahkan telur ayam 'dituding' sebagai biang-kerok gejolak harga tak menentu (volatile price) di 86 kota yang diukur berdasarkan indeks harga konsumen (IHK)-nya.

     Di sisi lain, komoditas cabe merah, rawit, bawang putih, minyak goreng dan gula pasir, harganya anjlok. Komoditas ini mengalami deflasi. Bawang putih dan cabe merah menyumbang 0,07% terhadap deflasi Juni 2020 kemarin.

     Lagi-lagi, Permendag No. 7 tahun 2020 yg mengatur harga langit-langit tak ada gunanya. Pada akhirnya, hukum ekonomi pasar masih berdalil klasik: harga di pasar berada pada kekuatan supplay & demand; bukan pada aturan harga legal formal di atas kertas.

      Volatile-price telor ayam ini ternyata terasa di manapun; juga di Lubuklinggau, sebagaimana dirilis Kepala BPS Lubuklinggau Eka Yuliani (Harian Silampari, 3 Juli 2020). Angka inflasi Juni 2020 untuk Kota Lubuklinggau sebesar 0,31%; inflasi kumulatif sebesar 1,31% dan YoY sebesar 1,37%.

      Memang, sejak dahulu kala hantu inflasi harga pangan sangat ditakuti oleh pemerintah terutama menjelang lebaran, paceklik atau pageblug. Tapi kaum tani malah berdoa agar terjadi inflasi harga komoditas pangan dan kebun, asalkan 'cost input' material saprotannya (terutama pupuk) konstan.

      Soal inflasi, Mang Udin Dusun Muarabeliti dan Lik Parjo Megangsakti sungguh tak peduli, apa itu inflasi, deflasi apatah lagi stagflasi. Sa'karepmu Broth .....!

     Tapi soal kendali-mengendali harga pangan ternyata pemerintah tak berkutik, mati-kutu! Bahkan kini, sudah bertahun-tahun justru terjadi deflasi harga karet (para) yang membuat masyarakat kehilangan ghiroh berkebun. Sungguh, kini ekonomi pedesaan Negeri Silampari sedang terjerembab.

     Lihat saja data perputaran uang di BI yg melemah dan laporan NPL (Non Performing Loan) perbankan yang meninggi. Banyaknya papan merk 'DIJUAL' di depan rumah dan lokasi usaha, adalah indikator banyaknya kreditur nunggak angsuran. Jika rasio NPL perbankan mendekati angka 5%, niscaya akan berkelindan dengan profitabilitas, rentabilitas, likuiditas perbankan dan aneka tas-tas lainnya.

     Mayoritas kaum tani kita, yang lebih pas disebut 'peasent' (tani pas-pasan) ketimbang disebut 'farmer' (pengusaha tani), sama sekali tidak paham dengan 'teori ekonomi gombal'. Bagi petani padi misalnya, yang penting ada jaminan pasokan air irigasi, tersedia bibit unggul dan pupuk dengan harga terjangkau, serta harga jual beras yang memadai. Pun bagi pekebun karet, ada bantuan kredit peremajaan kebun dan harga jual jedol (slab) tidak 'gila'; minimal 1 kg jedol para dusun setara dengan harga 1 hingga 2 kg beras. Itu sudah cukup untuk menggairahkan ekonomi pedesaan. Kini sekilo para tak sampai sekilo beras!

     Target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 antara -0,4% hingga 2,3%. Tapi Lembaga Kerjasama Ekonomi & Pembangunan (OECD) memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi akan berada pada angka -2,8 hingga -3,9%. Buru-buru Sri Mulyani meralat bahwa akibat bla bla bla, pertumbuhan ekonomi TW II 2020 akan terkonstraksi hingga -3,1%.(Kompas, 3 Juli 2020).

       Kondisi inilah yang dikhawatirkan para ahli ekonomi bakal terjadi stagflasi. Stagflasi adalah kondisi perekonomian negara dengan tingkat output rendah yg dibarengi oleh inflasi. Kondisi sekarang ini, jika tidak ada langkah kongkrit Pemerintah untuk menjaga basis ekonomi kerakyatan (UMKM) dan penyetopan kran impor, gejalanya mengarah ke stagflasi. Dalam kamus, stagflasi disebabkan oleh kekuatan ganda: kurangnya permintaan agregat secara relatif terhadap potensial PNB; dan meningkatnya cost input aneka usaha masyarakat. Mudah-mudahan ini tidak akan terjadi. [*]

Muarabeliti, 4 Juli 2020 *)