Selasa, 14 Juli 2020

SEJARAH: SOPHIA, MANG DOGAN & BUNG KARNO

SEJARAH: SOPHIA, MANG DOGAN & BUNG KARNO

Oleh: Hendy UP *)

     Nama di KTP-nya mungkin Recep Tayyip Erdogan. Untuk mengefisienkan narasi, orang Muarabeliti menjolokinya Mang Dogan. Bukan Mang Ogan! Yaa, sembari menunggu acara pembagian BLT, kami asyik-masyuk terlibat 'diskusi panas'. Tentu saja, aku bukan calon penerima: BLT, PKH, BLT-DD dan aneka bansos lainnya.

     "Aku salut dengan Mang Dogan", kata Udin, sarjana, yang 5 kali gagal test PNS dan kini 'motong para' walaupun harganya cuma berkisar 6-8 ribu saja. "Harusnya pemimpin kita berani seperti Mang Dogan itu, atau Idi Amin, Saddam Husein atau Bung Karno kita", sambungnya berapi-api.

      "Menurutku, Mang Dogan itu sangat nasionalis, otonom, tidak mau didikte oleh pimpinan partai, hantu oligarki dan bahkan dak takut dengan Mang Trump yang arogan itu". Tiba-tiba dia dipanggil Panitia untuk mengambil jatah. Diskusi terhenti. Aku hanyalah penabuh gong, dan pengendali partitur 'obrolan dusun' yang kadang tendensius dan melabrak siapa saja dan kemana-mana. Yaa... begitulah psikogram politik pedesaan di era teknologi digital kini.

      Sejujurnya, agak ngeri-ngeri sedap menulis artikel ini. Agak sensitif. Tapi semua media sudah menurunkan artikel ini. Tentang rencana alih fungsi Hagia Sophia (HS) dengan berbagai angle dan sudut ragam analisis. Bung DI's Way yang biasanya sangat 'updater', rasanya belum menulis ini. Mungkin aku yang 'kurapin' muta'akhir!

    Ya, tentang kenekadan & keberanian Presiden Erdogan! Segera setelah Dewan Negara mengabulkan petisi agar HS dikembalikan ke fungsi lama sebagai masjid, Mang Dogan dengan tegas mendeklarasikan akan mengembalikan fungsi HS sebagai masjid (kembali) pada 10 Juli 2020 kemarin. "Ini adalah hak kedaulatan Turki yang tidak bisa diintervensi siapa pun", kata Mang Dogan dengan full Pe-De!

     Dalam al-tarikh, pada tahun 325 M di era Byzantium, dibangunlah oleh Kaisar Konstatin I sebuah gereja Katedral Ortodoks sebagai tempat kedudukan Patriark Ekumenis Konstantinopel. Hingga tahun 1453, HS adalah gereja katedral terbesar selama 100 tahun sebelum terbangun Katedral Sevilla di Spanyol. Itulah Hagia Sophia yang megah nan historikal.

     Dalam perjalanan sejarahnya, pada tahun 1453 kekaisaran Byzantium berakhir, setelah penaklukan oleh Kaisar Ottoman atas Konstantinopel yang kelak menjadi Istanbul. Menurut catatan, bangunan Hagia Sophia itu dijual kepada Sultan Mehmet II dan dijadikan yayasan. Namanya berubah menjadi Ayasofya. Pada 29 Mei 1453, resmi berfungsi sebagai masjid.

     Di era itu ada 2 bangunan lainnya yang berubah fungsi menjadi masjid, yakni: Saint Paul dan Mesa Dominica. Pada abad 16 hingga 17, HS terus diperluas fungsi dan bangunannya, antara lain: 4 menara luar untuk adzan, mihrab dan mimbar hingga madrasah, pertokoan dll. Dan ketika Turki dipimpin rezim sekuler Mustafa Kemal Ataturk, atas keputusan Kabinet tahun 1934, masjid Ayasofya dijadikan museum. Dan lembaga UNESCO telah mensyahkannya sebagai warisan budaya dunia.

      Membaca sejarah Hagia Sophia, tiba-tiba kita diingatkan kembali oleh keberanian Bung Karno ketika 'memaksa' Khrushchev agar memfungsikan kembali masjid yang dialihfungsikan menjadi museum. Itu terjadi tahun 1956, ketika kali pertama Bung Karno diundang ke Uni Soviet. Dan Khruschev mengiyakan permintaan Bung Karno.

      Masjid terbesar di Rusia yang dibangun 1904 itu berada di Kota Leningrad (kini St. Petersburg) dengan tinggi kubah 46 m, menara 72 m menghabiskan dana renovasi sekitar Rp. 2,43 triliun. Kebetulan Mang Dogan dan Mahmoud Abbas hadir di saat peresmian "Blue Mosque" itu tahun 2005. Presiden Megawati pernah berkunjung ke sana pada April 2003, dan konon merasa terhenyak nan bangga atas karya bapaknya, Bung Karno.

     Barangkali, keberanian Mang Dogan melawan keangkuhan dunia dan senantiasa tegar memeluk otoritasnya sebagai presiden, terinspirasi oleh Bung Karno. Bung Karno memang hebat! Allohua'lam bishshowab!

Muarabeliti, 13 Juli 2020

*) Blogger: www.andikatuan.net