Selasa, 30 Juni 2020

HUT MUREKS 12TH (3)

TANTANGAN MUREKS 12TH: IDEOLOGI, BISNIS & STRATEGI

Oleh: Hendy UP *)

      Kasus 'koin Prita' yang dikabulkan MA pada 7 Agustus 2012, mengukuhkan medsos sebagai pilar demokrasi kelima. Sedangkan pers konvensional tetap diakui para ahli sebagai pilar ke-4. Bisakah kelak berubah? Bisa. Jika koran tidak lagi peduli menempatkan bisnis tanpa ideologi.

      Tidak hanya itu, melimpahnya informasi hingga ke gang buntu, dusun-teluk dan ume-talang, ternyata mengancam eksistensi koran dan TV. Kendati pun, ruahnya info medsos itu lebih banyak sumpah-serapah yang menyampah, ketimbang sari berita yang patut dipercaya. Konon, di medsos itu lebih banyak 'ghibah' dan 'pamer-diri' ketimbang aspek edukasi dan literasi.

     Sebagai 'insan pembaca', setiap pagi saya wajib membuang sampah dengan cara membuka menu: pilih lainnya dan bersihkan chat di 17 WAG aneka segmen!

     Saya sungguh prihatin terhadap koran Mureks dkk! Baru berumur 12 tahun, menjelang akil balig, sudah harus berperang melawan 'makhluk medsos' yang liar nirkendali, manyong, delirium dan merampok jam produktif masyarakat hingga lupa diri. Bahkan, segmen masyarakat tertentu (terpelajar?) mirip alumni RS Jiwa yang kehabisan stok valium jika ketinggalan ponsel atau baterai ngedrop.

     Seorang psikolog kondang jebolan UGM yang lahir di F. Trikoyo Musirawas (Nita Subarjo, MPsi) dalam artikelnya (22 Juni 202o) menguraikan bahwa 'gangguan' jiwa yang terkait dengan ketergantungan gadget-ponsel ada 4 grade, yaitu: selfitis, nomopobia, technoference dan cyberchondria. Sungguh sangat berbahaya: seperti bahaya laten narkoba dan ideologi Neo-PKI.

     Jika Mureks ingin bertahan hidup di "ERA NDAK KARUAN PASCAKORONA", maka harus tetap menggenggam ideologi pers dalam keseimbangan bisnis. Ideologi pers yang utama adalah edukasi dan literasi. Pengelola industri koran wajib cerdas mengelola informasi yang bermutu: nirhoaks, nirsara, bernilai moral-edukatif, santun-humanis, tegas dan teruji validitas/kredibilitas data yang dipublish. Kecepatan waktu siar menjadi pemicu kredibilitas koran.

     Prinsip dasar "bisnis" koran niscaya harus jalan untuk mengelola kehidupan: demokrasi, perusahaan dan karyawan. Jika tiras koran Mureks antara 3 - 5 ribu eksemplar, harga koran sekian, maka untungnya mudah dikalikan. Di mana-mana, income utama koran adalah jasa iklan, pungutan langganan tetap (kantor Pemda/Desa) dan jual eceran. Berapa totalnya, mudah dikalkulasi!

     Tapi ingat, di era teknologi analog- digital kini dan kelak, informasi akan cenderung gratis. Maka, para penjual informasi non-virtual akan kehilangan pelanggan. Jadi jasa iklan akan lebih dominan asalkan banyak pengunjung yang 'like and share' dan lamanya durasi.

     Jangan bermimpi Mureks akan mampu bersaing dengan koran nasional yg semakin mengglobal; maka perbanyaklah konten lokal yang dikemas secara cerdas. Butuh SDM wartawan, redaktur dan news editor yang militan dan anti 'kopipaste' kebablasan. Litbang Mureks harus diperkuat, data updating tak boleh henti dan rajin sharing dengan tokoh lokal. Bila perlu sediakan RUBRIK EDITORIAL yang menunjukkan idealisme dan entitas ideologi Mureks.

     Yang perlu dipikirkan petinggi Mureks dan JPG kini: menyusun desain bisnis lokal model milenial yang memungkinkan MERGER ASET KORPORASI antara teknologi ANALOG dengan DIGITAL. Bahasa lugasnya: GABUNGKAN MANAJEMEN Mureks, LinggauPos, Silampari Post dan TVSilampari.

      Saya sangat yakin, ide dan gagasan ini sudah ada dilaci Bung Dahlan Iskan. Tapi ibarat eskalasi pandemi Korona, perlu transisi NEW NORMAL sembari mengamati geriyak Kabinet Jokowi yang agak mutung pascarapat "kemarahan" pekan ini. Allohua'lam bishshowab! [*]

Muarabeliti, 30 Juni 2020

*) Blogger: www.andikatuan..net

HUT MUREKS 12TH (1)

MUREKS 12th: LEGASI UNTUK DIs-WAY

Oleh : Hendy UP *)

     Rabu 1 Juli 2020, koran Musirawas Ekspres (Mureks) genap berusia 12 tahun. Ditakdirkan sebagai 'adik kandung' Linggau Pos yang lahir 7 tahun lebih tua (Senin, 12 Feb 2001). Berbeda dengan kakaknya, Mureks memilih frasa "Koran Kebanggaan Masyarakat Silampari" sebagai tagline; komplementer dengan Sang Kakak yang mengklaim "Pertama dan Terbesar di Bumi Silampari".

     Niscaya sebuah kebetulan, bahwa HUT Mureks ke-12 bersamaan dengan HUT Bhayangkara ke-74, yang mengingatkan kita akan sebuah peristiwa penyatuan (sentralistik) manajemen kepolisian yg semula bersifat 'kedaerahan' lalu diikat oleh PP No. 11 Tahun 1946. Mungkin kelak akan ada sinergi perayaan HUT kedua institusi ini.

     Masyarakat Silampari niscaya mafhum bahwa jaringan koran~koran (dan TV): LinggauPos - Mureks - Silampari - Sumeks - Jawa TV (JTV) dan puluhan lainnya mutlak di bawah kendali 'manajemen agung' Jawa Pos Grup (JPG) dan Jawa Post National Network (JPNN). Soal modal awal dan 'kompetisi' bisnis, niscaya 'dijamin' aman oleh sistem manajemen DIs Way di Graha Pena, yang mangkal di kawasan Ketintangbaru Surabaya.

     Tapi masyarakat mungkin banyak belum tahu bahwa sejarah 'nenek~moyang' koran Mureks sebenarnya sangat panjang. Di pangkal riwayat ada: The Chung Shen, Eric Samola dan Dahlan Iskan yang agaknya ditakdirkan sebagai 'wirausahawan koran'.

     Adalah seorang bernama The Chung Shen (lahir 1893) dengan kepiawaian bisnisnya, mendirikan koran 'Djava Post' di Surabaya pada 1 Juli 1949. Untuk melayani aneka segmen, diterbitkan pula koran Hwa Chiao Sien Wen (berbahasa Mandarin) dan koran de Vrije Pers (berbahasa Belanda) dan Daily News (Inggris).

     Dalam perjalanannya, karena dinamika politik dan bisnis, akhirnya tiga korannya tutup; tersisa Djawa Post sebagai metamorfosis dari Djava Post plus 3 koran mendiang. Untuk mengelola koran~korannya ditunjuk Pemred Goh Tjing Hok (1953) dan diteruskan oleh Thio Oen Sik. Konon, selama 4 tahun, Chung Shen mengelola sendiri dari: mencari, menyeleksi, mengompilasi dan mengedit hingga proses pencetakan koran.

     Ketika tahun 1982 nyaris bangkrut (tersisa 6.800 eks/hari), maka diserahkan kepada teman bisnisnya di Majalah Tempo (Grup) yakni Bung Eric FH Samola. Dahlan Iskan kala itu menjabat Kabiro Tempo di Surabaya, dan dikenal sebagai wartawan 'kawakan' yang tahan banting plus memiliki karakter petarung tak kenal menyerah. Tanggal 1 April 1982 adalah hari bersejarah bagi Dahlan ketika menerima mandat sebagai Manajer Jawa Post.

     Duet Eric~Dahlanlah prestasi Jawa Post melejit membumbung langit. Di luar dugaan banyak pihak, oplahnya melejit hingga 300 ribu eksemplar hanya dalam tempo 5 tahun (1987). Tidak hanya itu, dalam tahun itu juga terbentuk JPNN yang memiliki 40 jaringan percetakan, menerbitkan aneka produk: tabloid, majalah dan koran lokal di 80 kota di seantero Nusantara. Luar biasaaa!

     Kepiawaian Sang Dahlan Iskan yang cerdas~tawadu dan 'super~inovatif' telah teruji oleh waktu. Kariernya merambah aneka gelanggang, menginspirasi banyak petinggi hingga kaum millenial. Dari memotong 'kabel PLN' yang kusut-berbelit, hingga mengudek manajemen BUMN yang lamban nan koruptif.

     Namun 'segerombolan' orang yang iri-dengki merasa gerah dan menghadang di tengah jalan. Menjegal di tikungan kala Dahlan melaju dg 'mobil listrik'nya. Tergelincir gara2 kulit pisang yang sengaja di lempar di jalanan nan licin. Syukurlah doa~doanya makbul. Alhamdulillah. Si pelempar kulit pisang patah arang. Orang jujur ternyata lebih makmur! Semoga Bung Dahlan tetap istiqomah.

     Sebagai pembaca Mureks, saya berharap agar Keluarga Besar Mureks wajib meneladani 'ghiroh' Bung Dahlan dalam berjibaku menggelorakan nilai-nilai filosofi dan sejarah pers nasional dengan konten kearifan lokal. Terus senantiasa menjadi kebanggaan masyarakat Bumi Silampari.

     Dirgahayu Mureks! Tegaklah di depan memandu generasi millenial; bukan mengekor di buritan..! [*]

Muarabeliti, 29 Juni 2020.

*) Blogger: www.andikatuan.net

HUT MUREKS 12TH (2)

MUREKS 12TH: TANTANGAN DI ABAD MILENIAL

Oleh: Hendy UP *)

     Di tahun 1995, karena terikat tugas riset lapangan, saya harus kulu-kilir Bogor-Karawang selama satu smester. Ba'da subuh Senin gelap, saya sudah nongkrong di Terminal Baranangsiang (Tugu IPB) untuk menunggu Bus Agra Mas atau Rosalia Indah yang terpagi menuju Karawang. Di bawah temaram neon, di bangku tunggu terminal, mayoritas penunggu asyik-masyuk membaca koran.

     Riuh-rendah logat Sunda yang menjajakan kopi hangat dan koran pagi, seakan menjadi elegi nan harmonis kendati partiturnya agak berantakan. Saya menghabiskan waktu hampir dua jam utk melahap Kompas hingga turun di Pasar Johar Karawang menuju lokasi riset di Lemahabang dekat Pantai Cilamaya.

     Beberapa tahun yang lalu, sengaja saya napak-tilas di Terminal Baranangsiang ~ setelah jenuh muter-muter di Botanical Square, mall tebesar di seberang Tugu IPB ~ ternyata sungguh sangat mengejutkan! Nyaris tak ada lagi orang membaca koran. Setiap orang asyik dengan gadgetnya, ponselnya atau hand book. Tukang jaja koran masih ada, tapi orang agaknya tak peduli, karena isi koran sudah tergenggam di handphone cerdasnya.

     Setahun terakhir ini, saya pun hampir tak lagi 'mencari' koran Mureks, Lipos, Kompas, Republika, atau Majalah Tempo. Hampir setiap pagi buta, pascaritual pagi usai, sembari menunggu asap kopi menipis di atas gelas; saya bisa membaca DIs'Way yang dikirim Mas Sugi (Diseminator Mureks) ba'da subuh.

     Atau setiap saat bisa membaca berita lokal Silampari di LinggauPos Online yang disebarkan oleh Bung Endang Kusmadi. Sedangkan untuk jenis berita sosio-politik dan gonjang-ganjing kabinet Jokowi dari sumber yang kredibel bisa dilacak di Majalah Tempo.Co atau Tempo.Pdf dengan harga langganan cukup murah.

     Jadi siapakah, hari ini yang masih membaca koran kertas? Strategi Mureks untuk bertahan hidup di era milenial pasti sudah dipikir matang oleh para petinggi JPG dan JPNN-nya. Siap-siaplah menggudangkan 'mesin cetak' yang mungkin masih milik aset bersama JPG Lokal Silampari. Kalau dulu strategi "SPLIT MANAJEMEN" lagi ngetrend dan menguntungkan secara bisnis, era ke depan mungkin sebaliknya.

     Kabarnya, dulu, Split manajemen Linggau Pos melahirkan: Mureks, Silampari Post dan TVSilampari. Di era milenial, barangkali strategi merger-korporat akan lebih menjanjikan keutuhan bisnis kosa-kata. Mirip-mirip situasi Jerman pasca runtuhnya Tembok Berlin pada November 1991, setelah era 'political spliting' selama 30 tahun.

      Kunci sukses bisnis apapun di era milenial adalah SDM Unggul nan bermutu. Mureks memerlukan SDM yang profesional di bidangnya, tangguh menjaga visinya dan ulet memperjuangkan amalan misinya. Karena Mureks adalah entitas bisnis KOSA-KATA, maka SDM-nya wajib unggul nan mumpuni di bidang bahasa komunikasi tulisan, inovatif dalam menerjemahkan situasi dan kebutuhan (informasi) masyarakat yang dinamis-fluktuatif, serta senantiasa berlari mengejar rujukan informasi yang kredibel. Tidak bermental 'kopipaste' hanya mengejar full-rubrik halaman yang telah dimuat di media lain dua-tiga hari yang lalu.

     Sungguh, persaingan bisnis koran (nasional dan daerah) ke depan sangat multi tantangan. Maka hanya orang-orang yang piawai dalam mengolah kata-kata, yang bisa bertahan maju; bukan jalan di tempat sembari mengunyah aset yang lama kelamaan akan susut. Niscaya DIs'Way telah menyiapkan pedoman praktis: BERTAHAN BISNIS KORAN DI ERA NDAK KARUAN! [*]

Muarabeliti, 30 Juni 2020

*) Blogger: www.andikatuan.net