Selasa, 30 Juni 2020

HUT MUREKS 12TH (2)

MUREKS 12TH: TANTANGAN DI ABAD MILENIAL

Oleh: Hendy UP *)

     Di tahun 1995, karena terikat tugas riset lapangan, saya harus kulu-kilir Bogor-Karawang selama satu smester. Ba'da subuh Senin gelap, saya sudah nongkrong di Terminal Baranangsiang (Tugu IPB) untuk menunggu Bus Agra Mas atau Rosalia Indah yang terpagi menuju Karawang. Di bawah temaram neon, di bangku tunggu terminal, mayoritas penunggu asyik-masyuk membaca koran.

     Riuh-rendah logat Sunda yang menjajakan kopi hangat dan koran pagi, seakan menjadi elegi nan harmonis kendati partiturnya agak berantakan. Saya menghabiskan waktu hampir dua jam utk melahap Kompas hingga turun di Pasar Johar Karawang menuju lokasi riset di Lemahabang dekat Pantai Cilamaya.

     Beberapa tahun yang lalu, sengaja saya napak-tilas di Terminal Baranangsiang ~ setelah jenuh muter-muter di Botanical Square, mall tebesar di seberang Tugu IPB ~ ternyata sungguh sangat mengejutkan! Nyaris tak ada lagi orang membaca koran. Setiap orang asyik dengan gadgetnya, ponselnya atau hand book. Tukang jaja koran masih ada, tapi orang agaknya tak peduli, karena isi koran sudah tergenggam di handphone cerdasnya.

     Setahun terakhir ini, saya pun hampir tak lagi 'mencari' koran Mureks, Lipos, Kompas, Republika, atau Majalah Tempo. Hampir setiap pagi buta, pascaritual pagi usai, sembari menunggu asap kopi menipis di atas gelas; saya bisa membaca DIs'Way yang dikirim Mas Sugi (Diseminator Mureks) ba'da subuh.

     Atau setiap saat bisa membaca berita lokal Silampari di LinggauPos Online yang disebarkan oleh Bung Endang Kusmadi. Sedangkan untuk jenis berita sosio-politik dan gonjang-ganjing kabinet Jokowi dari sumber yang kredibel bisa dilacak di Majalah Tempo.Co atau Tempo.Pdf dengan harga langganan cukup murah.

     Jadi siapakah, hari ini yang masih membaca koran kertas? Strategi Mureks untuk bertahan hidup di era milenial pasti sudah dipikir matang oleh para petinggi JPG dan JPNN-nya. Siap-siaplah menggudangkan 'mesin cetak' yang mungkin masih milik aset bersama JPG Lokal Silampari. Kalau dulu strategi "SPLIT MANAJEMEN" lagi ngetrend dan menguntungkan secara bisnis, era ke depan mungkin sebaliknya.

     Kabarnya, dulu, Split manajemen Linggau Pos melahirkan: Mureks, Silampari Post dan TVSilampari. Di era milenial, barangkali strategi merger-korporat akan lebih menjanjikan keutuhan bisnis kosa-kata. Mirip-mirip situasi Jerman pasca runtuhnya Tembok Berlin pada November 1991, setelah era 'political spliting' selama 30 tahun.

      Kunci sukses bisnis apapun di era milenial adalah SDM Unggul nan bermutu. Mureks memerlukan SDM yang profesional di bidangnya, tangguh menjaga visinya dan ulet memperjuangkan amalan misinya. Karena Mureks adalah entitas bisnis KOSA-KATA, maka SDM-nya wajib unggul nan mumpuni di bidang bahasa komunikasi tulisan, inovatif dalam menerjemahkan situasi dan kebutuhan (informasi) masyarakat yang dinamis-fluktuatif, serta senantiasa berlari mengejar rujukan informasi yang kredibel. Tidak bermental 'kopipaste' hanya mengejar full-rubrik halaman yang telah dimuat di media lain dua-tiga hari yang lalu.

     Sungguh, persaingan bisnis koran (nasional dan daerah) ke depan sangat multi tantangan. Maka hanya orang-orang yang piawai dalam mengolah kata-kata, yang bisa bertahan maju; bukan jalan di tempat sembari mengunyah aset yang lama kelamaan akan susut. Niscaya DIs'Way telah menyiapkan pedoman praktis: BERTAHAN BISNIS KORAN DI ERA NDAK KARUAN! [*]

Muarabeliti, 30 Juni 2020

*) Blogger: www.andikatuan.net

0 komentar:

Posting Komentar