Catatan: Hendy UP *)
Tak lama pascapelantikan Ronald Reagan sebagai Presiden AS ke-40, aku dilantik pula. Tentu saja beritanya tak seviral pelantikannya. Jika sumpah Reagan diucapkan di tangga Gedung Capitol, maka aku cukup di gedung Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) saja. Yang melantikku adalah Ir. Djatolong Marbun atas nama Kadistan Kab. Musirawas SUMSEL. Hari bersejarah itu kucatat: Sabtu, 2 Oktober 1982. Dan hari itulah pendirian BPP baru di kawasan Jayaloka dan sekitarnya.
Pada level pedesaan di era itu, jabatanku agak-agak bergengsi. Bayangkan! Secara teritorial, kekuasaan wilayah BPP Yudhakarya meliputi tiga kecamatan: Muarakelingi, Muaralakitan dan Jayaloka. Dan mencakup 7 marga, yakni: (1) Sikap Dalam Musi, (2) Bulang Tengah Semangus, (3) Proatin Sebelas, (4) Bulang Tengah Suku Tengah, (5) Bulang Tengah Suku Ulu, (6) Sukakarya, dan (7) Ngestiboga. Dan kini, sejak tahun 2006~2007, ketiga kecamatan tersebut telah dimekarkan menjadi 7 kecamatan, dengan penambahan: Kecamatan Megangsakti, BTSU Cecar, Tuahnegeri dan Sukakarya.
Kala itu, karena aku bukan kepala wilayah yang memiliki "emblem jengkol" di baju dinasku, maka aku selalu mendampingi Pak Camat selaku penguasa tunggal atas mandat UU No. 5 Th 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Pada era itu Camat bukanlah kepala OPD sang pengguna anggaran, yang konon lebih menyibukkan diri dalam menyiasati "financial-engineering" ketimbang mencermati dinamika sosial-ekonomi warganya.
Lokus kantorku adalah di Desa Ciptodadi, Marga Sukakarya Kec. Jayaloka, sekitar 44 km dari kota Lubuklinggau. Di belah oleh jalan Pertamina dari arah Simpang Semambang menuju kawasan HTI dan Pendopo Talangakar, di depan kantorku adalah kompleks pemukiman pensiunan TNI yang dibangun tahun 1979/1980. Nama lokasi itu adalah Yudhakarya Sakti. Dan, nama itulah yang kuusulkan menjadi nama BPP: Yudhakarya! Kabarnya, entah sejak kapan, namanya diubah menjadi BPP Sukakarya. Mungkin pasca pembentukan Kec. Sukakarya.
Luas kompleks BPP Yudhakarya adalah 32 hektar, bekas areal Agriculture Development Center (ADC) di awal orde baru (1974-1978). Selama aku menjabat (1982~1984), aku ditemani wakilku selaku PPM Supervisor, dengan 34 orang PPL sebagai mitraku. Memang di kompleks ini terdapat dua rumah dinas dan satu gudang saprotan.
Yang cukup menggembirakan, aku ditemani Lik Mukiman sang Manager Kebun, yang piawai membelokkan traktor mini & hand traktor ketika mengolah lahan 32 hektar itu. Juga ada gudang saprotan dan hasil panen. Aku juga membuat meja pingpong, dan itulah fungsi tambahan gudang yang rutin kuamalkan dengan pemuda setempat.
Karena kantor dan lahan yang luas itu terpisah dari pemukiman dan agak rawan penodongan, maka siang dan malam aku harus cerdas menyikapi keadaan. Menyiapkan senapan angin made in Cipacing Bandung kaliber 4, seperangkat petetan dan sekarung batu koral. Lalu belor akbar berbaterai enam, dan tombak-kujur plus pedang panjang; dan jangan lupa radio-tape dengan kabel antena khusus bertiang buluh tinggi-tinggi.
Hampir setiap petang, jika tak kunjungan lapangan, aku suka nyantai memutar lagu Barat yang melankolis mendayu-dayu. Aku tak terlalu paham artinya, tapi aku sangat menikmati musiknya. Salah satu lagu yang aku suka adalah "I Had A Dream of Indonesia" yang dilantunkan Sandra Reimers. Sandra inilah kawan setiaku, tertutama jika istriku mudik ke Dusun Muarabeliti.
Suara Sandra lunak agak mendesah. Melodinya tanpa gejolak, seakan tanpa intensi dan tak baperan. Datar mengalun tapi di ujungnya ada nuansa harapan. Pas buat pengantar bobo ba'da shalat isya di tengah kesunyian. Tapi jangan coba-coba di putar di perkantoran menjelang dateline tahun anggaran. Bisa kacau-balau SPJ pertangungjawaban para pengguna anggaran!
Apa yang kau impikan Sandra? Mungkin sebuah tempat: Indonesia yang penuh imaji, sebuah klise tentang surga. Pasti Sandra tak pernah turni ke Indonesia, dan hanya membaca brosur wisata dari pegawai kedutaan RI. Lalu, kata Sandra: "orang-orang seakan mendengarkan kearifan samudra. They never hurry, they never worry, they take the tide away the way it meant to be......". Luar biasa Indonesia itu: ayem tentrem- loh jinawi.
Jika ingat kenangan itu, aku tersenyum geli. Sandra yang suaranya merdu, ternyata tertipu. Brosur dan infogram yang dibacanya adalah iklan, bukan deskripsi antropologis. Bukan annual report dari Suistanable Development Goals (SDGs). Iklan, adalah hasil perkawinan silang 90% keinginan dan 10% kenyataan.
Polesannya adalah kosa kata bombastis, propaganda dan ilusi. Indonesia, oh negeriku yang subur makmur! Lahan sawahmu telah tertimbun pemukiman. Air irigasimu terhenti di pintu besi kolam. Miris menyedihkan!
*)Muarabeliti SUMSEL, 15 Desember 2019. Resunting: November 21, 2024.
0 komentar:
Posting Komentar