Tampilkan postingan dengan label TOKOH LOKAL & NASIONAL. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TOKOH LOKAL & NASIONAL. Tampilkan semua postingan

Jumat, 26 September 2025

DUKACITA UNTUK PROF. SALIM

Catatan : Hendy UP *) 

     Ahad pagi ba'da ritual Subuh dan ikutannya, aku dikejutkan oleh sebaris berita duka di sebuah portal berita. Aroma asap secangkir kopi di meja baca, seakan menghadirkan kembali "quotes bijak" dari catatan sejarah yang ditulis oleh seorang pakar Politik, Tentara dan sekali gus pemerhati film Nusantara. 
     Yaa, beliau adalah Prof. Salim Said, PhD, yang wafat di Jakarta, pada Sabtu petang, 18 Mei 2024. Allohummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu 'anhu, wa akrim nuzulahu wawassi'u mudkholahu. Semoga dilapangkan kuburnya dan dirahmati arwahnya, serta dikuat-sabarkan keluarga yang ditinggalkan. 
     Aku mulai mengenal nama Salim Said sekitar tahun 1980-an, ketika beliau setiap pekan muncul di Majalah Tempo sebagai penjaga rubrik  seni dan film. Majalah itu pernah menghilang menjelang Pemilu 1982. Kabarnya dibredel oleh pemerintah. Lalu terbit lagi, tetap tajam dan lebih kritis, untuk kemudian dibredel lagi oleh Menteri Harmoko pada 21 Juni 1994, dan terbit lagi pada 6 Oktober 1998 di tengah euporia reformasi. 
       Namanya semakin kesohor dan dijadikan rujukan penguasa sipil pasca-reformasi 1998,  seiring dengan keterbukaan pers dalam bingkai "demokrasi liberal" yang kebablasan arah. Salah satu pernyataan yang mengejutkan kala itu adalah bahwa "kondisi masyarakat Indonesia hingga era reformasi masih bersifat 'fragmented society', yakni absennya kepercayaan (trust) di antara elemen-elemen masyarakat kita".
      Beliau lahir pada 10 November 1943 di dusun Amparita, eks wilayah Afdeeling Pare-pare Sulsel, yang kini menjadi bagian Kabupaten Sidenreng Rappang. Istrinya yang bernama  Herawaty, adalah orang dari Muaradua Kisam, Kab. OKU Selatan, Sum-Sel. 
       Sekadar mengingat jejaknya, Salim kecil bersekolah SR dan SMP di Pare-pare, lalu melanjutkan SMA di Solo. Kemudian melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional (1946-1965), Fak. Psikologi UI (1966-1967), dan Fak. Sospol UI (tamat 1977). Gelar PhD-nya diperoleh dari Ohio State University (1985) dengan judul "Sejarah dan Politik Tentara Indonesia".
        Dalam sebuah podcast Helmi Yahya (2023), beliau mengkalim bahwa hingga pecahnya reformasi 1998, beliaulah satu-satunya orang Indonesia yang fokus mengkaji perilaku Tentara dan Pemerintah sejak terbentuknya TNI. Karya-karya bukunya di bidang politik dan militer laris-manis di lapak-lapak market place dan  toko buku. 
        Kebetulan, pada era pandemi Covid-19, saya mengoleksi dua bukunya yang fenomenal untuk melengkapi bacaan di bidang tentara dan rezim militer.  Karya bukunya yang fenomenal dan langka tersebut adalah "Militer Indonesia dan Politik; Dulu, Kini dan Kelak" (378 hal), yang merupakan elaborasi dan penyempurnaan disertasinya. Lalu buku itu terus disempurnakan dengan buku barunya "Ini Bukan Kudeta" (159 hal). 
     Ternyata buku itulah karya terakhir Mang Salim, jika proyek buku "Tafsir Sosial Islam" tak sempat diselesaikan oleh Tim-nya. Semoga Mang Salim damai-nikmat di alam barzahnya! Aamiin  yaa Robbal'alaamiin. 


*) Muarabeliti SUMSEL, 20 Mei 2024

Kamis, 25 September 2025

SELAMAT JALAN VECHTER KWIK

Catatan: Hendy UP *]

    Sengaja aku menyematkan kata "vechter" (pejuang) untuk legasi Pak Kwik, yang selama hidupnya terus- menerus mengkritisi kebijakan Pemerintah yang dianggap melenceng dari cita-cita luhur proklamasi kemerdekaan RI. 
    Yaa, namanya Kwik Kian Gie. Beliau baru saja meninggalkan kita semua pada Senin, 28 Juli 2025 di Jakarta dalam usia 90 tahun. Lahir di kota Djuwana (Jateng) pada 11 Januari 1935. Aku tak tahu, apakah ada hubungan marga dengan SOE HOK GIE sang aktivis era Ordelama yang melambungkan kisah "Catatan Seorang Demonstran".
    Aku mulai mengenal namanya akhir tahun 1980-an, melalui artikel-artikelnya yang di harian lKompas dan Majalah Tempo. Tahun 1990-an hingga 2000-an, namanya selalu muncul tiap pekan dalam rubrik Kompas untuk mengulas "analisis politik ekonomi", yang konon menjadi rujukan para pejabat tinggi, para praktisi bisnis dan bahkan para pialang saham. 
     Sebagai orang yang tak memiliki basis ilmu ekonomi murni, kecuali "ekonomi pertanian" dari Prof. Mubyarto, aku merasa berhutang ilmu dari artikel dan buku-bukunya. Demi memuaskan kuriositas diri yang terus menggebu di kala itu. 
    Sekadar mengenang jejaknya, mari kita lacak liku kehidupannya.   
    Mula-mula kuliah di Fakultas Ekonomi UI pada tahun 1955 (klas persiapan), namun menamatkan strata sarjananya di Nederlandsche Economiche Hogeschool di Belanda (1956-1963). Lalu menikah dengan gadis keturunan Belanda: Dirkje Johanna Widt dan dikaruniai tiga orang anak: Kwik Ing Hie,  Kwik Mu Lan, dan Kwik Ing Lan. 
    Antara tahun 1963-1964, bekerja sebagai Asisten Atase Kebudayaan & Penerangan di Kedubes RI di Den Haag, untuk kemudian kembali ke Tanah Air pada 1970. Mulai merintis bisnis hingga tahun 1987, dan lkemudian mendirikan Institut Bisnis & Informatika Indonesia (IBII) pada tahun 1970 hingga 1987.
    Masuk ke dunia politik bergabung dengan PDI, sebagai anggota Badan Pekerja MPR-RI, Anggota Komisi IX DPR-RI, dan pernah menjabat Menko Ekuin (1999-2000) di era Presiden Gusdur serta Menteri Negara PPN/Kepala BAPPENAS (2001-2004) di era Presiden Megawati. 
     Di samping belajar dari klipping artikelnya, aku mengoleksi beberapa bukunya antara lain:

(1) Buku "Konglomerat Indonesia: Permasalahan dan Sepak Terjangya". Bersama BN Marbun sebagai penyunting. Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1990. 102 hal;

(2) Buku "Kebijakan Ekonomi Politik & Hilangnya Nalar". Penerbit Kompas, Jakarta, 2006. (209 hal);

(3) Buku " Pikiran yang Terkorupsi". Penerbit Kompas, Jakarta, 2008.  (228 hal);

(4) Buku "Nasib Rakyat Indonesia Dalam Era Kemerdekaan". Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2016. (250 hal). 

    Semoga arwah beliau diterima di sisi-Nya. "Selamat Jalan Vechter... "

*] Muarabeliti,  28 Juli 2025