Jumat, 14 Agustus 2020

DESA: SEJARAH & DINAMIKA (5)

DESA: SEJARAH & DINAMIKANYA (5)

Oleh: Hendy UP *)

C.1. Geografi Nusantara

     Gugus kepulauan Nusantara, dahulu kala disebut Swetadwipa atau Lemuria. Secara geologis berada di tiga persimpangan lempeng bumi, yakni: Eurasia, Filipino dan Australia, bahkan nyaris mengiris lempeng India. Hal ini sangat potensial menimbulkan tekanan, gesekan dan benturan lempeng yang mengangkat lapisan kulit bumi; dan potensial setiap saat terjadi gempa tektonik-vulkanik serta letusan gunung berapi dahsyat.

     Gesek-tekan kulit bumi ke atas ini membentuk hamparan luas paparan Benua Sunda (Sundaland) dari tenggara lempeng India dan Eurasia hingga ke lempeng utara Australia. Sebelum era Glacial Wurm (jaman es akhir), ketika terjadi penurunan permukaan air laut ratusan meter, hamparan ini didominasi pegunungan berapi yang menjulang tinggi.

     Di kala Glacial Wurm, kira-kira 5 ratus ribu tahun silam, es di Kutub Utara dan Kutub Selatan mencair dalam tiga tahap; menimbulkan gelombang dahsyat dan menaikkan permukaan laut setinggi satu mil. Maka, tenggelamlah hamparan Benua Sunda dan menyisakan gugus kepulauan Sunda Besar (Nusantara Barat)dan Sunda Kecil (Nusatenggara), yang sebenarnya merupakan puncak pegunungan yang terendam lautan.

     Hamparan Sunda Besar yang berada di atas tindihan lempeng Eurasia Tenggara dan lempeng Australia, memunculkan gugus pegunungan api dari Aceh hingga Bali. Pulau Jawa adalah hamparan yang paling didominasi gunung api sehingga tanahnya subur akibat tumpukan abu vulkanik.

     Menurut Arysio Santos (2010), ahli fisika-nuklir dan geolog yang dikutip Agus Sunyoto (2012), bahwa banjir besar di era Glacial Wurm dalam cerita purba itu telah menenggelamkan Benua Atlantis, dan menyisakan gugusan pulau yang kelak disebut Benua Sunda atau Lemuria. Hal ini terungkap dalam bukunya "Atlantis: The Lost Continent Finnaly Found", yang memperkuat teori Stephen Oppenheimer (1998).

     Kepulauan Nusantara membentang dari barat ke timur sejauh 5000 km, dan dari utara ke selatan sepanjang 2000 km, dihuni oleh lebih 300 suku-bangsa dan sub-etniknya berikut varian dan derivat bahasanya. Karena topografinya yang dominan bergunung, maka penyebaran penduduknya melalui jalur laut, dari gugus pulau yang satu ke gugus yang lain. Maka tidak heran, di jaman Kerajaan dan Kesultanan Nusantara dahulu, teknologi transportasi lautnya jauh melampaui negara lain, seperti Cina dan India.

C.2. Etnik Penghuni Nusantara

     Catatan kajian antropologi ragawi, menyimpulkan bahwa bangsa Nusantara memiliki rantai panjang yang berkelit-kelindan. Eugene Dubois, sang penemu fosil manusia purba Phithecanthropus Erectus; yang disusul temuan Homo Mojokertensis, Meganthropus Paleojavanicus, Homo Soloensis dan Homo Wajakensis; menunjukkan bukti bahwa Nusantara sudah dihuni manusia dalam rentang waktu antara 1.000.000 ~ 12.000 tahun silam.

     Homo Sapiens yang dianggap manusia modern penghuni Nusantara sekitar 40.000 tahun lalu, memiliki perbedaan morfologi dengan Homo Erectus; sehingga disimpulkan bahwa Homo Sapiens bukanlah perkembangan evolutif dari Homo Erectus.

     Menurut kajian Lembaga Eijkman, Homo Erectus pertama yang hidup di Nusantara antara 1.000.000 ~ 100.000 tahun silam telah punah; mungkin saat banjir es pertama. Yang kemudian menghuni Nusantara adalah Homo Erectus dari Afrika yang datang 50.000 ~ 40.000 tahun lalu. Keturunan Homo Erectus Afrika inilah yang disebut Ras Melanesia.

    .Sedangkan keturunan Homo Sapiens asal Asia disebut Ras Austronesia. Ras Melanesia dengan varian suku-sukunya, sejak 70 ribu tahun SM telah menyebar di Papua, Nugini, Australia dan wilayah Fasifik seperti Bismarck, Solomon, New Caledonia dan Fiji.

     Sedangkan nenek-moyang suku Melanesia yang menghuni pulau Jawa yang disebut Proto Melanesia adalah termasuk Homo Wajakensis. Akibat proses asimilasi campur-kawin dengan ras pendatang lain, maka Homo Wajakensis praktis hilang identitasnya.

[Bersambung ....]

Muarabeliti, 13 Agustus 2020 *)Blogger: www.andikatuan.net