Minggu, 07 Juli 2024

PARA CAMAT MUARABELITI [2]

Catatan: Hendy UP *) 

      Secara antropologis, Muarabeliti memiliki jejak peradaban yang relatif lebih tua dibandingkan Lubuklinggau. Adagium kuno mengatakan,  tumbuhnya  peradaban di luar jazirah Arab, bermula dari "basin river community". Bahasa Belitinya, perkampungan pinggiran sungai, dimulai dari muara pantai ke arah hulu sungai.
     Dalam catatan sejarah,  ibukota Oaf Musi Ulu di Muarabeliti dipindahkan ke Lubuklinggau pada Selasa 3 April 1934. Hal ini didasarkan pada besluit Governour Generaal  Hindia Belanda (Staatsblad No. 186 Thn 1934). Sejak itu, keramaian dan perniagaan yang selama ratusan tahun menghidupkan Muarabeliti, praktis surut-melayu bagaikan seikat ronce melati di hari ketujuh. 
       Alhamdulillah, kesunyian Muarabeliti tak terlalu berlarut!  Hanya 71 tahun lamanya, Muarabeliti kembali berseri, setelah Presiden SBY pada 11 Nov 2005 menerbitkan PP No. 46 Tahun 2005 tentang Pemindahan Ibukota Kab. Musirawas dari Lubuklinggau ke Muarabeliti. Tentu saja peran Bupati Ibnu Amin sangatlah besar dalam mendorong pemindahan ibukota,  hingga terbitnya persetujuan DPRD Mura No. 8/Kpts/DPRD/2004  tanggal 24 Oktober 2004.
        Catatan detailnya, mula-mula pusat perkantoran Pemerintahan Moesi Oeloe Rawas  berada di Lapangan Merdeka (kini Masdjid Agung As-Salam). Lalu berpindah ke  Tabapingin di era Bupati Syueb Tamat (1980-1990), diteruskan era Nang Ali Solihin (1990-1995) dan era Radjab Semendawai (1995-1999). Baru pada tahun 2005 pulang kembali ke Muarabeliti, berproses dari era Bupati Ibnu Amin (2004-2005)  dilanjutkan era Ridwan Mukti (2005-2015), era Hendra Gunawan (2016-2021) hingga era Ratna Machmud (2021-2025). Namun demikian, dengan berpindah-pindahnya pusat perkantoran dan pemerintahan, agaknya banyak arsip sejarah yang hilang tercecer. 
         Tak terkecuali data dan dokumen  para pejabat Asisten Wedana/Camat Muarabeliti, kini sangat sulit dilacak. Saya mencoba melacak dokumen lama, dan mewawancara narasumber. Narasumber utama adalah Drs. H. Sofian Zurkasi dan H. Ali Burhan, BA. Kemudian Sdr. Gunadi dan Supriyanto. Mereka adalah Pensiunan Pejabat Pemda Mura dan ASN aktif yang terkait dengan bidang pemerintahan dan pernah bertugas di Muarabeliti. 
        Hingga tahun 2023 ini, tercatat 29 nama mantan Asisten Wedana/Camat Muarabeliti sejak tahun 1954-an. Namun demikian, data tentang rentang waktu masa jabatan para Camat tersebut masih terus divalidasi sehingga akan diperoleh data yang lebih akurat demi kesempurnaan catatan sejarah pemerintahan di Musirawas. 
     Ke-29  Camat tersebut adalah:
(1) As Wedana Raden Soekarta antara 1950-1953; (2) As Wedana Saleh Ayel  antara 1953-1955; (3) As Wedana RPM Arifin antara 1955-1961; (4) As Wedana A. Nam Bastari antara 1961-1967; (5) Camat Hasanudin P. Endawan antara 1967-1972; (6) Camat Madjid Usul antara 1972-1975; (7) Drs. Sanoesi antara Juni 1975-1979; (8) Drs. Muda Azhar Lubis antara 1979-1982; (9) Drs. Ruslan Sa'ad antara 1982-1983; (10) Drs. Nursehan Dundang antara 1983-1985; (11) Drs. Rozi Lihan antara 1985-1986; (12) Drs. Zainal Abidin antara 1986-1987; (13) Drs. Hamdani antara 1987-1990; (14) Plt. Drs. Ali Mamat (1990); (15) Drs. Yusuf Yasin antara 1990-1995; (16) H. Ali Burhan, BA antara 1995-1998;   (17) H. Basri Soni, BA., SH. antara 1998-2003; (18) Untung Supriyanto, S. Sos antara Juli 2003-2004; (19) Hj. Rita Mardiyah, S.Sos antara 2004-2005; (20) Kgs. Efendi Feri, SSTP. MSi antara 2005-2009; (21) Indra Bazid, SSos antara 2009-2011; (22) Musadik Nanguning, SIP antara 2011-2013; (23) A. Rahman, S.Sos antara 2013-2017; (24) Imam Musyadar SSTP, MSi antara 2017-2019; (25) Doddy Irdiawan antara 2019-2020; (26) Plt Hardiman, SSTP,  MAP antara 2020; (27) Badarudin, S.Sos antara 2020-2021; (28) Plt. Dicky Zulkarnain, SSTP, MSi. antara Maret 2021-Agustus 2021; (29) Sarjani, S. Sos, TMT 20 Agustus 2021 hingga 31 Maret 2023, digantikan oleh  Supriyadi S.Pd, M.Pd yg sebelumnya menjabat  Sekretaris Diknas Kab. Mura.  [***]
*) Muarabeliti, 17 Oktober  2022
      [Direvisi 10 Nov 2023]

Selasa, 02 Juli 2024

KARANGKETUAN: JEJAK ANTROPOLOGIS & KISAH HEROIKNYA [7]

Catatan: Hendy UP *) 

C. Antromorpologi Kikim-Empayang

     Desa Lubuktube di wilayah Marga Penjalang Suku Empayang Kikim & Saling Ulu (PSEKSU), Kab. Lahat - yang merupakan asal penghuni awal Desa Karangketuan - secara antropologis dapat dikategorikan sebagai "dusun tuo" yang berada di aliran sungai Kikim. Adapun  sungai Empayang bermuara di sungai Kikim di Dusun Bungamas dan terjun ke sungai Musi di wilayah Empatlawang. Dahulu kala, bila  mudik berakit dari Bungamas ke hulu, maka akan melewati dusun-dusun: Gunungkembang, Sendawar (kini dusun tinggal), Lubuktube, Lubukatung dan Muaracawang. 
      Secara administratif pemerintahan, sejak era Kolonial Belanda hingga tahun 1983, dusun Lubuktube termasuk ke dalam wilayah Marga PSEKSU yang kini menjadi Kecamatan PSEKSU. Wilayah marga ini terbentang di hamparan  perbukitan terjal di hulu sungai Kikim, Empayang dan Saling. Secara geomorfik, di antara lekukan bukit  berbatu andesit dan gamping kuning dalam balutan  tanah tufa-aluvial, mengalir belasan sungai kecil yang menyediakan aneka sumberdaya alam dan pangan, tetapi sekaligus memiliki kesulitan aksesibilitas moda transportasi darat di kala itu. 
     Jika kita lacak bentang alam eks wilayah Marga PSEKSU menggunakan Peta Topografi  1954 [Lembar Bangkahulu], maka akan tampak liukan belasan sungai-sungai kecil seperti: Kikim, Saling, Empayang, Jelatang, Bemban, Guhong, Tati, Pandan, Labian, Dagu, Cawang, Laru, Udang dan Kikim-kecil. Dalam kajian geomorfologi, banyaknya sungai dalam bentang kawasan spasial adalah menunjukkan rapat dan tingginya gelombang perbukitan terjal kawasan tersebut. Dan sungai-sungai itulah yang mengikat secara adat-kultural dan sosial- ekonomi terhadap 11 desa yang dahulu berada di wilayah Marga PSEKSU. 
     Ke-11 desa itu adalah: (1) Lubuktube, (2) Lubukatung, (3) Muaracawang, yang berada di aliran sungai Kikim. Kemudian: (4) Sukajadi, (5) Talangtinggi, (6) Tanjungagung, dan  (7) Penandingan, yang berada di alur sungai Empayang. Lalu desa: (8) Batuniding, (9) Tanjungraya, (10) Lubukmabar, dan (11) Pagaragung yang berada di aliran sungai Saling. 
     Barangkali patut diduga, karena ikatan genealogis atau kelindan ekonomik di masa lampau, agaknya afiliasi sosial-kekerabatan masyarakat Lubuktube lebih mengarah ke Desa Lubukatung (dan Bemban) dan  Muaracawang di hulu sungai Kikim serta Desa Sukajadi dan Desa Penandingan di hulu sungai Empayang, ketimbang dusun-dusun lainnya. Hal ini terlihat dari sebaran petinggi marga (pesirah) yang pernah memimpin Marga PSEKSU. 
     Pada tahun 1930-an, pusat pemerintahan marga berada di Muaracawang dengan pesirahnya bergelar Pangeran Masemat Raksabehaja yang cukup legendaris. 
     Sekitar 1950-an, di era pesirah yang bergelar Depati Soehoel, pemerintah marga berpusat di Desa Sukajadi; dan tahun 1960-an berpindah ke Desa Talangtinggi dengan pesirahnya bergelar Depati Wasin. Sedangkan di akhir-akhir tahun 1970-an  berpindah lagi ke Desa Penandingan dengan pesirahnya Depati Usman. Dan menurut sebuah sumber, beliaulah pesirah terakhir pasca-terbitnya UU No. 5 Tahun 1979 jo Permendagri No. 3 Tahun 1979 jo Kpts Gubernur Sumsel No. 142/III/1983 tentang Penghapusan Pemerintahan Marga di Sumsel terhitung mulai tanggal 1 April 1983. [Bersambung... ]

*) Muarabeliti SUMSEL, 8 Agustus 2023
     Resunting, 7 Mei 2024.

KARANGKETUAN: JEJAK ANTROPOLOGIS & KISAH HEROIKNYA [6]

Catatan: Hendy UP *) 

C. Antromorpologi Kikim-Empayang

     Desa Lubuktube di wilayah Marga Penjalang Suku Empayang Kikim & Saling Ulu (PSEKSU), Kab. Lahat - yang merupakan asal penghuni awal Desa Karangketuan - secara antropologis dapat dikategorikan sebagai "dusun tuo" yang berada di aliran sungai Kikim. Adapun  sungai Empayang bermuara di sungai Kikim di Dusun Bungamas dan terjun ke sungai Musi di wilayah Empatlawang. Dahulu kala, bila  mudik berakit dari Bungamas ke hulu, maka akan melewati dusun-dusun: Gunungkembang, Sendawar (kini dusun tinggal), Lubuktube, Lubukatung dan Muaracawang. 
      Secara administratif pemerintahan, sejak era Kolonial Belanda hingga tahun 1983, dusun Lubuktube termasuk ke dalam wilayah Marga PSEKSU yang kini menjadi Kecamatan PSEKSU. Wilayah marga ini terbentang di hamparan  perbukitan terjal di hulu sungai Kikim, Empayang dan Saling. Secara geomorfik, di antara lekukan bukit  berbatu andesit dan gamping kuning dalam balutan  tanah tufa-aluvial, mengalir belasan sungai kecil yang menyediakan aneka sumberdaya alam dan pangan, tetapi sekaligus memiliki kesulitan aksesibilitas moda transportasi darat di kala itu. 
     Jika kita lacak bentang alam eks wilayah Marga PSEKSU menggunakan Peta Topografi  1954 [Lembar Bangkahulu], maka akan tampak liukan belasan sungai-sungai kecil seperti: Kikim, Saling, Empayang, Jelatang, Bemban, Guhong, Tati, Pandan, Labian, Dagu, Cawang, Laru, Udang dan Kikim-kecil. Dalam kajian geomorfologi, banyaknya sungai dalam bentang kawasan spasial adalah menunjukkan rapat dan tingginya gelombang perbukitan terjal kawasan tersebut. Dan sungai-sungai itulah yang mengikat secara adat-kultural dan sosial- ekonomi terhadap 11 desa yang dahulu berada di wilayah Marga PSEKSU. 
     Ke-11 desa itu adalah: (1) Lubuktube, (2) Lubukatung, (3) Muaracawang, yang berada di aliran sungai Kikim. Kemudian: (4) Sukajadi, (5) Talangtinggi, (6) Tanjungagung, dan  (7) Penandingan, yang berada di alur sungai Empayang. Lalu desa: (8) Batuniding, (9) Tanjungraya, (10) Lubukmabar, dan (11) Pagaragung yang berada di aliran sungai Saling. 
     Barangkali patut diduga, karena ikatan genealogis atau kelindan ekonomik di masa lampau, agaknya afiliasi sosial-kekerabatan masyarakat Lubuktube lebih mengarah ke Desa Lubukatung (dan Bemban) dan  Muaracawang di hulu sungai Kikim serta Desa Sukajadi dan Desa Penandingan di hulu sungai Empayang, ketimbang dusun-dusun lainnya. Hal ini terlihat dari sebaran petinggi marga (pesirah) yang pernah memimpin Marga PSEKSU. 
     Pada tahun 1930-an, pusat pemerintahan marga berada di Muaracawang dengan pesirahnya bergelar Pangeran Masemat Raksabehaja yang cukup legendaris. 
     Sekitar 1950-an, di era pesirah yang bergelar Depati Soehoel, pemerintah marga berpusat di Desa Sukajadi; dan tahun 1960-an berpindah ke Desa Talangtinggi dengan pesirahnya bergelar Depati Wasin. Sedangkan di akhir-akhir tahun 1970-an  berpindah lagi ke Desa Penandingan dengan pesirahnya Depati Usman. Dan menurut sebuah sumber, beliaulah pesirah terakhir pasca-terbitnya UU No. 5 Tahun 1979 jo Permendagri No. 3 Tahun 1979 jo Kpts Gubernur Sumsel No. 142/III/1983 tentang Penghapusan Pemerintahan Marga di Sumsel terhitung mulai tanggal 1 April 1983. [Bersambung... ]

*) Muarabeliti SUMSEL, 8 Agustus 2023
     Resunting, 7 Mei 2024.

KARANGKETUAN: JEJAK ANTROPOLOGIS & KISAH HEROIKNYA [5]

Catatan: Hendy UP *) 

C. Antromorpologi Kikim-Empayang

     Desa Lubuktube di wilayah Marga Penjalang Suku Empayang Kikim & Saling Ulu (PSEKSU), Kab. Lahat - yang merupakan asal penghuni awal Desa Karangketuan - secara antropologis dapat dikategorikan sebagai "dusun tuo" yang berada di aliran sungai Kikim. Adapun  sungai Empayang bermuara di sungai Kikim di Dusun Bungamas dan terjun ke sungai Musi di wilayah Empatlawang. Dahulu kala, bila  mudik berakit dari Bungamas ke hulu, maka akan melewati dusun-dusun: Gunungkembang, Sendawar (kini dusun tinggal), Lubuktube, Lubukatung dan Muaracawang. 
      Secara administratif pemerintahan, sejak era Kolonial Belanda hingga tahun 1983, dusun Lubuktube termasuk ke dalam wilayah Marga PSEKSU yang kini menjadi Kecamatan PSEKSU. Wilayah marga ini terbentang di hamparan  perbukitan terjal di hulu sungai Kikim, Empayang dan Saling. Secara geomorfik, di antara lekukan bukit  berbatu andesit dan gamping kuning dalam balutan  tanah tufa-aluvial, mengalir belasan sungai kecil yang menyediakan aneka sumberdaya alam dan pangan, tetapi sekaligus memiliki kesulitan aksesibilitas moda transportasi darat di kala itu. 
     Jika kita lacak bentang alam eks wilayah Marga PSEKSU menggunakan Peta Topografi  1954 [Lembar Bangkahulu], maka akan tampak liukan belasan sungai-sungai kecil seperti: Kikim, Saling, Empayang, Jelatang, Bemban, Guhong, Tati, Pandan, Labian, Dagu, Cawang, Laru, Udang dan Kikim-kecil. Dalam kajian geomorfologi, banyaknya sungai dalam bentang kawasan spasial adalah menunjukkan rapat dan tingginya gelombang perbukitan terjal kawasan tersebut. Dan sungai-sungai itulah yang mengikat secara adat-kultural dan sosial- ekonomi terhadap 11 desa yang dahulu berada di wilayah Marga PSEKSU. 
     Ke-11 desa itu adalah: (1) Lubuktube, (2) Lubukatung, (3) Muaracawang, yang berada di aliran sungai Kikim. Kemudian: (4) Sukajadi, (5) Talangtinggi, (6) Tanjungagung, dan  (7) Penandingan, yang berada di alur sungai Empayang. Lalu desa: (8) Batuniding, (9) Tanjungraya, (10) Lubukmabar, dan (11) Pagaragung yang berada di aliran sungai Saling. 
     Barangkali patut diduga, karena ikatan genealogis atau kelindan ekonomik di masa lampau, agaknya afiliasi sosial-kekerabatan masyarakat Lubuktube lebih mengarah ke Desa Lubukatung (dan Bemban) dan  Muaracawang di hulu sungai Kikim serta Desa Sukajadi dan Desa Penandingan di hulu sungai Empayang, ketimbang dusun-dusun lainnya. Hal ini terlihat dari sebaran petinggi marga (pesirah) yang pernah memimpin Marga PSEKSU. 
     Pada tahun 1930-an, pusat pemerintahan marga berada di Muaracawang dengan pesirahnya bergelar Pangeran Masemat Raksabehaja yang cukup legendaris. 
     Sekitar 1950-an, di era pesirah yang bergelar Depati Soehoel, pemerintah marga berpusat di Desa Sukajadi; dan tahun 1960-an berpindah ke Desa Talangtinggi dengan pesirahnya bergelar Depati Wasin. Sedangkan di akhir-akhir tahun 1970-an  berpindah lagi ke Desa Penandingan dengan pesirahnya Depati Usman. Dan menurut sebuah sumber, beliaulah pesirah terakhir pasca-terbitnya UU No. 5 Tahun 1979 jo Permendagri No. 3 Tahun 1979 jo Kpts Gubernur Sumsel No. 142/III/1983 tentang Penghapusan Pemerintahan Marga di Sumsel terhitung mulai tanggal 1 April 1983. [Bersambung... ]

*) Muarabeliti SUMSEL, 8 Agustus 2023
     Resunting, 7 Mei 2024.

KATANGKETUAN: JEJAK ANTROPOLOGIS & KISAH HEROIKNYA [4]

Catatan: Hendy UP *) 

C. Antromorpologi Kikim-Empayang

     Desa Lubuktube di wilayah Marga Penjalang Suku Empayang Kikim & Saling Ulu (PSEKSU), Kab. Lahat - yang merupakan asal penghuni awal Desa Karangketuan - secara antropologis dapat dikategorikan sebagai "dusun tuo" yang berada di aliran sungai Kikim. Adapun  sungai Empayang bermuara di sungai Kikim di Dusun Bungamas dan terjun ke sungai Musi di wilayah Empatlawang. Dahulu kala, bila  mudik berakit dari Bungamas ke hulu, maka akan melewati dusun-dusun: Gunungkembang, Sendawar (kini dusun tinggal), Lubuktube, Lubukatung dan Muaracawang. 
      Secara administratif pemerintahan, sejak era Kolonial Belanda hingga tahun 1983, dusun Lubuktube termasuk ke dalam wilayah Marga PSEKSU yang kini menjadi Kecamatan PSEKSU. Wilayah marga ini terbentang di hamparan  perbukitan terjal di hulu sungai Kikim, Empayang dan Saling. Secara geomorfik, di antara lekukan bukit  berbatu andesit dan gamping kuning dalam balutan  tanah tufa-aluvial, mengalir belasan sungai kecil yang menyediakan aneka sumberdaya alam dan pangan, tetapi sekaligus memiliki kesulitan aksesibilitas moda transportasi darat di kala itu. 
     Jika kita lacak bentang alam eks wilayah Marga PSEKSU menggunakan Peta Topografi  1954 [Lembar Bangkahulu], maka akan tampak liukan belasan sungai-sungai kecil seperti: Kikim, Saling, Empayang, Jelatang, Bemban, Guhong, Tati, Pandan, Labian, Dagu, Cawang, Laru, Udang dan Kikim-kecil. Dalam kajian geomorfologi, banyaknya sungai dalam bentang kawasan spasial adalah menunjukkan rapat dan tingginya gelombang perbukitan terjal kawasan tersebut. Dan sungai-sungai itulah yang mengikat secara adat-kultural dan sosial- ekonomi terhadap 11 desa yang dahulu berada di wilayah Marga PSEKSU. 
     Ke-11 desa itu adalah: (1) Lubuktube, (2) Lubukatung, (3) Muaracawang, yang berada di aliran sungai Kikim. Kemudian: (4) Sukajadi, (5) Talangtinggi, (6) Tanjungagung, dan  (7) Penandingan, yang berada di alur sungai Empayang. Lalu desa: (8) Batuniding, (9) Tanjungraya, (10) Lubukmabar, dan (11) Pagaragung yang berada di aliran sungai Saling. 
     Barangkali patut diduga, karena ikatan genealogis atau kelindan ekonomik di masa lampau, agaknya afiliasi sosial-kekerabatan masyarakat Lubuktube lebih mengarah ke Desa Lubukatung (dan Bemban) dan  Muaracawang di hulu sungai Kikim serta Desa Sukajadi dan Desa Penandingan di hulu sungai Empayang, ketimbang dusun-dusun lainnya. Hal ini terlihat dari sebaran petinggi marga (pesirah) yang pernah memimpin Marga PSEKSU. 
     Pada tahun 1930-an, pusat pemerintahan marga berada di Muaracawang dengan pesirahnya bergelar Pangeran Masemat Raksabehaja yang cukup legendaris. 
     Sekitar 1950-an, di era pesirah yang bergelar Depati Soehoel, pemerintah marga berpusat di Desa Sukajadi; dan tahun 1960-an berpindah ke Desa Talangtinggi dengan pesirahnya bergelar Depati Wasin. Sedangkan di akhir-akhir tahun 1970-an  berpindah lagi ke Desa Penandingan dengan pesirahnya Depati Usman. Dan menurut sebuah sumber, beliaulah pesirah terakhir pasca-terbitnya UU No. 5 Tahun 1979 jo Permendagri No. 3 Tahun 1979 jo Kpts Gubernur Sumsel No. 142/III/1983 tentang Penghapusan Pemerintahan Marga di Sumsel terhitung mulai tanggal 1 April 1983. [Bersambung... ]

*) Muarabeliti SUMSEL, 8 Agustus 2023
     Resunting, 7 Mei 2024.

KARANGKETUAN: JEJAK ANTROPOLOGIS & KISAH HEROIKNYA [3]

Catatan: Hendy UP *) 

C. Antromorpologi Kikim-Empayang

     Desa Lubuktube di wilayah Marga Penjalang Suku Empayang Kikim & Saling Ulu (PSEKSU), Kab. Lahat - yang merupakan asal penghuni awal Desa Karangketuan - secara antropologis dapat dikategorikan sebagai "dusun tuo" yang berada di aliran sungai Kikim. Adapun  sungai Empayang bermuara di sungai Kikim di Dusun Bungamas dan terjun ke sungai Musi di wilayah Empatlawang. Dahulu kala, bila  mudik berakit dari Bungamas ke hulu, maka akan melewati dusun-dusun: Gunungkembang, Sendawar (kini dusun tinggal), Lubuktube, Lubukatung dan Muaracawang. 
      Secara administratif pemerintahan, sejak era Kolonial Belanda hingga tahun 1983, dusun Lubuktube termasuk ke dalam wilayah Marga PSEKSU yang kini menjadi Kecamatan PSEKSU. Wilayah marga ini terbentang di hamparan  perbukitan terjal di hulu sungai Kikim, Empayang dan Saling. Secara geomorfik, di antara lekukan bukit  berbatu andesit dan gamping kuning dalam balutan  tanah tufa-aluvial, mengalir belasan sungai kecil yang menyediakan aneka sumberdaya alam dan pangan, tetapi sekaligus memiliki kesulitan aksesibilitas moda transportasi darat di kala itu. 
     Jika kita lacak bentang alam eks wilayah Marga PSEKSU menggunakan Peta Topografi  1954 [Lembar Bangkahulu], maka akan tampak liukan belasan sungai-sungai kecil seperti: Kikim, Saling, Empayang, Jelatang, Bemban, Guhong, Tati, Pandan, Labian, Dagu, Cawang, Laru, Udang dan Kikim-kecil. Dalam kajian geomorfologi, banyaknya sungai dalam bentang kawasan spasial adalah menunjukkan rapat dan tingginya gelombang perbukitan terjal kawasan tersebut. Dan sungai-sungai itulah yang mengikat secara adat-kultural dan sosial- ekonomi terhadap 11 desa yang dahulu berada di wilayah Marga PSEKSU. 
     Ke-11 desa itu adalah: (1) Lubuktube, (2) Lubukatung, (3) Muaracawang, yang berada di aliran sungai Kikim. Kemudian: (4) Sukajadi, (5) Talangtinggi, (6) Tanjungagung, dan  (7) Penandingan, yang berada di alur sungai Empayang. Lalu desa: (8) Batuniding, (9) Tanjungraya, (10) Lubukmabar, dan (11) Pagaragung yang berada di aliran sungai Saling. 
     Barangkali patut diduga, karena ikatan genealogis atau kelindan ekonomik di masa lampau, agaknya afiliasi sosial-kekerabatan masyarakat Lubuktube lebih mengarah ke Desa Lubukatung (dan Bemban) dan  Muaracawang di hulu sungai Kikim serta Desa Sukajadi dan Desa Penandingan di hulu sungai Empayang, ketimbang dusun-dusun lainnya. Hal ini terlihat dari sebaran petinggi marga (pesirah) yang pernah memimpin Marga PSEKSU. 
     Pada tahun 1930-an, pusat pemerintahan marga berada di Muaracawang dengan pesirahnya bergelar Pangeran Masemat Raksabehaja yang cukup legendaris. 
     Sekitar 1950-an, di era pesirah yang bergelar Depati Soehoel, pemerintah marga berpusat di Desa Sukajadi; dan tahun 1960-an berpindah ke Desa Talangtinggi dengan pesirahnya bergelar Depati Wasin. Sedangkan di akhir-akhir tahun 1970-an  berpindah lagi ke Desa Penandingan dengan pesirahnya Depati Usman. Dan menurut sebuah sumber, beliaulah pesirah terakhir pasca-terbitnya UU No. 5 Tahun 1979 jo Permendagri No. 3 Tahun 1979 jo Kpts Gubernur Sumsel No. 142/III/1983 tentang Penghapusan Pemerintahan Marga di Sumsel terhitung mulai tanggal 1 April 1983. [Bersambung... ]

*) Muarabeliti SUMSEL, 8 Agustus 2023
     Resunting, 7 Mei 2024.

KARANGKETUAN: JEJAK ANTROPOLOGIS & KISAH HEROIKNYA [2]

Catatan: Hendy UP *) 

C. Antromorpologi Kikim-Empayang

     Desa Lubuktube di wilayah Marga Penjalang Suku Empayang Kikim & Saling Ulu (PSEKSU), Kab. Lahat - yang merupakan asal penghuni awal Desa Karangketuan - secara antropologis dapat dikategorikan sebagai "dusun tuo" yang berada di aliran sungai Kikim. Adapun  sungai Empayang bermuara di sungai Kikim di Dusun Bungamas dan terjun ke sungai Musi di wilayah Empatlawang. Dahulu kala, bila  mudik berakit dari Bungamas ke hulu, maka akan melewati dusun-dusun: Gunungkembang, Sendawar (kini dusun tinggal), Lubuktube, Lubukatung dan Muaracawang. 
      Secara administratif pemerintahan, sejak era Kolonial Belanda hingga tahun 1983, dusun Lubuktube termasuk ke dalam wilayah Marga PSEKSU yang kini menjadi Kecamatan PSEKSU. Wilayah marga ini terbentang di hamparan  perbukitan terjal di hulu sungai Kikim, Empayang dan Saling. Secara geomorfik, di antara lekukan bukit  berbatu andesit dan gamping kuning dalam balutan  tanah tufa-aluvial, mengalir belasan sungai kecil yang menyediakan aneka sumberdaya alam dan pangan, tetapi sekaligus memiliki kesulitan aksesibilitas moda transportasi darat di kala itu. 
     Jika kita lacak bentang alam eks wilayah Marga PSEKSU menggunakan Peta Topografi  1954 [Lembar Bangkahulu], maka akan tampak liukan belasan sungai-sungai kecil seperti: Kikim, Saling, Empayang, Jelatang, Bemban, Guhong, Tati, Pandan, Labian, Dagu, Cawang, Laru, Udang dan Kikim-kecil. Dalam kajian geomorfologi, banyaknya sungai dalam bentang kawasan spasial adalah menunjukkan rapat dan tingginya gelombang perbukitan terjal kawasan tersebut. Dan sungai-sungai itulah yang mengikat secara adat-kultural dan sosial- ekonomi terhadap 11 desa yang dahulu berada di wilayah Marga PSEKSU. 
     Ke-11 desa itu adalah: (1) Lubuktube, (2) Lubukatung, (3) Muaracawang, yang berada di aliran sungai Kikim. Kemudian: (4) Sukajadi, (5) Talangtinggi, (6) Tanjungagung, dan  (7) Penandingan, yang berada di alur sungai Empayang. Lalu desa: (8) Batuniding, (9) Tanjungraya, (10) Lubukmabar, dan (11) Pagaragung yang berada di aliran sungai Saling. 
     Barangkali patut diduga, karena ikatan genealogis atau kelindan ekonomik di masa lampau, agaknya afiliasi sosial-kekerabatan masyarakat Lubuktube lebih mengarah ke Desa Lubukatung (dan Bemban) dan  Muaracawang di hulu sungai Kikim serta Desa Sukajadi dan Desa Penandingan di hulu sungai Empayang, ketimbang dusun-dusun lainnya. Hal ini terlihat dari sebaran petinggi marga (pesirah) yang pernah memimpin Marga PSEKSU. 
     Pada tahun 1930-an, pusat pemerintahan marga berada di Muaracawang dengan pesirahnya bergelar Pangeran Masemat Raksabehaja yang cukup legendaris. 
     Sekitar 1950-an, di era pesirah yang bergelar Depati Soehoel, pemerintah marga berpusat di Desa Sukajadi; dan tahun 1960-an berpindah ke Desa Talangtinggi dengan pesirahnya bergelar Depati Wasin. Sedangkan di akhir-akhir tahun 1970-an  berpindah lagi ke Desa Penandingan dengan pesirahnya Depati Usman. Dan menurut sebuah sumber, beliaulah pesirah terakhir pasca-terbitnya UU No. 5 Tahun 1979 jo Permendagri No. 3 Tahun 1979 jo Kpts Gubernur Sumsel No. 142/III/1983 tentang Penghapusan Pemerintahan Marga di Sumsel terhitung mulai tanggal 1 April 1983. [Bersambung... ]

*) Muarabeliti SUMSEL, 8 Agustus 2023
     Resunting, 7 Mei 2024.