Minggu, 09 Agustus 2020

DESA: SEJARAH & DINAMIKA (2)

DESA: SEJARAH & DINAMIKANYA (2)

Oleh: Hendy UP *)

B. Sejarah Desa

     Pada awal abad ke-4, ketika awal ditemukannya prasasti dan piagam tertulis, para sejarawan Indonesia sepakat bahwa sebelum tahun 400 M disebut jaman prasejarah. Dalam prasasti Himad-Walandit, ditemukan kata 'desa' yg berasal dari bahasa Sansekerta, yang digunakan oleh masyarakat Nusantara khususnya di lingkar Keraton Jawa.

     Pada 1949, Prof. Burger menulis buku "Structuurveranderingen in de Javaanse samenieving Indonesia" yang dikutip oleh Bayu Surianingrat (1976) bahwa baru awal abad ke-17 bangsa Eropa berhubungan dagang dengan Nusantara, melalui tiga strata pemerintahan: para raja, para bupati dan para kepala desa.

      Menurut Burger bahwa norma adat (tidak tertulis, turun-temurun) bermula dari kesepakatan desa untuk menata peri-kehidupan masyarakatnya yang wajib ditaati tanpa syarat. Inilah yang dimaksud sebagai masy. hukum (rechtsgemeenschap), sedangkan teritorinya disebut 'daerah hukum' (rechtsgebied atau rechtsstreek).

     Karena pembentukan desa berawal dari ikatan geneologis yang bertumbuh menjadi ikatan sosial-teritorial, maka setiap region tertentu norma adatnya relatif berbeda. Tetapi karena ada imbas dari koneksi dan asosiasi ekonomi-barter antar-wilayah, maka nilai-nilai etika dan budayanya saling mengadopsi sehingga relatif senafas dan berorientasi kepada aspek keadilan dan kesejahteraan warga masyarakatnya.

      Istilah mengatur (bukan memerintah) awalnya bersifat membina (mengemong, Jawa), maka dahulu pemerintah desa itu disebut Pamong Praja/Desa. Dalam perkembangannya, di era sebelum Kolonialis Eropa masuk, kita mengenal istilah jabatan-jabatan pemerintahan seperti: raja, prabu, ratu, bupati, patih, wedana, ngabehi, pangeran, pesirah, gindo, krio, lurah, kuwu dan sebutan lainnya.

     Pada tahun 1.930 M ditemukan Prasasti (epigraf) Himad-Walandit di Jawa Timur, yang diperkirakan dibuat pada tahun 1.350 M di jaman Kerajaan Singasari. Pada tahun 1939 (era Kolonial Belanda), prasasti itu dipindahkan dari Surabaya ke Dinas Purbakala Batavia oleh A. Gall. Lalu diteliti oleh Prof. JG de Casparis dan dipublish pada 1940 di majalah Inscripties van Nederland Indische.

     Dari situlah dipertemukan antara cerita legenda rakyat dengan fakta sejarah, bahwa pernah ada Kerajaan Majapahit dengan patihnya Gadjah Mada (surat rakryan apatih mpu mada) pada tahun 1.331 M. Sebagai ahli hukum, de Casparis menyimpulkan bahwa jauh sebelum bangsa Eropa masuk Nusantara telah ada 'hukum tata negara' dan 'hukum acara' untuk menyelesaikan persoalan kemasyarakatan.

     Rangkuman tulisan dalam epigraf yang terdiri dari 2 bab dengan 16 pasal itu, antara lain menunjukkan kedudukan 'otonomi' Desa Walandit (yang bertikai dengan desa Himad) yang tidak bisa diganggu-gugat oleh penguasa di atasnya, kecuali dengan cara permusyawaratan desa.

     Prof. M. Yamin, yang tahun 1962 baru sempat menulis buku "Tata Negara Majapahit", barangkali terinspirasi oleh Prasasti Walandit ketika bersama 'founding father' lainnya menyusun naskah UUD 1945 dengan perdebatan panjang hingga terlahir konsensus tentang Pasal 18 UUD 1945.

     Namun akhirnya kalah argumen dengan Prof. Soepomo yang mengusung konsep negara-integralistik, sehingga Desapraja menjadi bagian dari otonomi kabupaten (Dati II). Pada tahun 1965, Desapraja dimunculkan lagi di dalam UU No. 19 Tahun 1965 tentang Desapraja, yang mendefinisikan:

"Desapraja adalah kesatuan masy. hukum yang tertentu batas-batas daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memilih penguasa sendiri dan mempunyai harta benda sendiri".

     Desapraja adalah pemerintahan otonom yang berstruktur gemuk karena didesain sebagai wadah Pemerintahan Tk. III. Hal ini tercermin pada pasal (7) UU Desapraja, yakni:

"A0lat kelengkapan Desapraja terdiri dari kepala desapraja, badan musyawarah desapraja, pamong desapraja, panitera desapraja, petugas desapraja dan badan pertimbangan desapraja". (*)

                               [Bersambung ...]

Muarabeliti, 5 Agustus 2020
*) Bogger: www.andikatuan.net