Catatan: Hendy UP *]
A. Mukadimah
Pertama kali aku mengunjungi Airsatan, tercatat pada awal November 1978. Sedari dulu, kawasan ini merupakan daerah persawahan subur yang airnya disuplai langsung dari Dam Watervang via Bendung Tanahperiuk.
Menurut cerita para orangtua, pada tahun 1940-1960-an, Airsatan tak lebih dari kawasan perladangan dan persawahan yang mulai membentuk talang-rompok perkampungan di sepanjang sungai Satan. Sungai ini meliuk-liuk melintasi wilayah Dusun Tanahperiuk, Lubukkupang, Pedang dan Muarabelitibaru dalam kawasan Marga Proatinlima Kecamatan Muarabeliti.
Dalam catatan sejarah, persawahan Airsatan adalah bagian dari areal konsesi hasil perundingan alot antara Penguasa lokal (Pangeran Amin) dengan Penguasa Belanda (Controleur De Mey) pada tahun 1939. Perundingan itu berakhir setelah disetujui oleh Residen Oranje dari Palembang, dengan kesepakatan bahwa areal seluas 6.575 hektar sawah irigasi dibangun untuk Kolonisasi Tugumulyo, dan 2.735 hektar untuk pribumi Proatinlima. Semuanya berada di wilayah Marga Proatinlima yang berbatasan dengan Marga Suku Tengah Ulu Terawas. Setidaknya itulah catatan sejarah yang ditulis oleh KJ Pelzer dari kampus The John Hopkins University, Amerika Serikat pada tahun 1945.
Luasan sawah untuk pribumi itu kini tersebar di Dusun Siringagung, Ekamarga, Karangketuan, Tanahperiuk, Lubukkupang dan Pedang. [Pada tahun 1939, yang ada baru Dusun Tanahperiuk, Lubukkupang dan Pedang].
Area di sepanjang aliran sungai Satan itulah yang kelak membentuk kawasan Airsatan. Kini, Airsatan adalah sebuah entitas pemukiman berstatus desa (dua desa), yang berada di Kec. Muarabeliti Kab. Musirawas, Sumatera Selatan.
B. Evolusi Peradaban
Aku tak pernah tahu arti kata "Satan"; seperti juga masih misteriusnya arti kata "Beliti", "Musi", "Rawas", "Kelingi", "Dempo", "Kerinci", "Seblat", dll. Dalam kajian toponomis, nama-nama sungai dan gunung di Nusantara adalah nama-nama paling purba yang diwariskan nenek-puyang jauh sebelum ada budaya yang terlembagakan.
Sedemikian purbanya, sehingga generasi turunannya kehilangan jejak historiknya, karena dahulu kala (era nenek-puyang) belum ada "budaya- tulis" (apatah lagi kamus bahasa) untuk mengarsipkan legasi peradabannya yang kala itu masih didominasi budaya oral-percakapan.
Tentang Airsatan, dari pelacakan topo-geografik dan cerita para tetua, aku mencoba merumuskannya secara sederhana. "Airsatan adalah sebuah kawasan pemukiman asri yang masih didominasi oleh area persawahan (dan perladangan) yang berada di sepanjang sungai Satan dan secara administratif pemerintahan termasuk wilayah Kecamata Muarabeliti Kab. Mura".
Sedangkan sungai Satan adalah "sungai kecil yang berhulu di wilayah Dusun Tanahperiuk, penampung limpahan air persawahan irigasi, lalu mengalir meliuk-meliuk sepanjang 11 kilometer melintasi wilayah Desa Tanahperiuk, Lubukkupang, Pedang, Airsatan, Satanindahjaya dan Muarabelitibaru dan terjun ke sungai Kelingi di Desa Muarabelitibaru".
Hulu sungai Satan berada di Bedengbatu, yang kini lebih populer dengan sebutan RM Mangking. Kira- kira sepelemparan batu ketepel dari RM Mangking ke arah utara, itulah posisi hulu sungai Satan.
Di belakang Dukuh Satanulu (wilayah Tanahperiuk), sungai Satan bergabung dengan sungai Bruja yang menampung air buangan dari persawahan Ekamarga. Dan ke hilir lagi, bertemu dengan sungai kecil Gambir yang menambah volume air Satan yang kemudian membentuk rawa luas dan dalam di depan Ponpes "Syifaul Janan" milik Ustadz Imam Aspali. Dan persis di depan Ponpes itulah dibangun Dam Bendung Airsatan pada tahun 1973.
Dari Dam Airsatan, sungai ini terus mengalir melintasi kawasan Dukuh Satan Ilir (masuk Dusun Pedang) hingga ke "Talang Hoiri". Kemudian menembus Kampung Bali Tribina (Desa Suro), terus masuk ke area Bundaran Agropolitan, dan kemudian terjun ke sungai Kelingi di belakang Kantor Desa Muarabelitibaru. (Bersambung...)
*] Muarabeliti SUMSEL, 9 Nov 2025






0 komentar:
Posting Komentar