Sabtu, 05 September 2020

RESENSI BUKU OTT RIDWAN MUKTI (2)

RESENSI BUKU OTT RIDWAN MUKTI (2)

Oleh: Hendy UP *)

    Sekadar mengingat dan mengulas validitas putusan, bahwa vonis hakim yang diuji (eksaminasi) adalah: (1) putusan Pengadilan Tipikor PN Bklu Klas IA No. 45/Pidsus-TPK/2017/PN-BGL tgl. 11 Januari 2018, (2) putusan Pengadilan Tinggi Bklu No. 4/Pidsus-TPK/2018/PT.BGL tgl. 28 Maret 2018, (3) putusan MA-RI No. 1219 K/Pidsus/2018.

    Pada Bab 1 (halaman 6~14), diuraikan tentang: pasal dakwaan, tuntutan pidana, nota pembelaan dan pertimbangan hakim. Selanjutnya diuraikan pula amar putusan para hakim di 3 tingkat peradilan (hal 14~16).

    Sedangkan Bab 2 (hal 17~84) menguraikan detail hasil para eksaminator yang mengaitkan vonis hakim dengan logika akademis (ilmu hukum pidana). Dalam perkara 'a quo', berkas perkara antara Terdakwa I (RM) dan Terdakwa II (LMM) digabung (voeging) dengan menggunakan dakwaan alternatif. Kesatu: Pasal 12 huruf a UU No. 31 Thn 1999 jo UU No. 20 Thn 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP; atau Kedua: Pasal 11 UU No. 31 Thn 1999 jo UU No. 20 Thn 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Setelah melalui proses persidangan, akhirnya hakim Pengadilan Tipikor menerbitkan amar putusannya sebanyak 6 poin, antara lain: "menjatuhkan pidana kepada T1 (RM) dan T2 (LMM) dengan pidana penjara masing-masing 8 tahun, berikut denda Rp. 400 juta (subsider 2 bulan pidana kurungan)" serta menjatuhkan pidana tambahan kepada T1 berupa pencabutan hak utk dipilih dalam jabatan publik selama 2 thn pasca-menjalani pidana pokok.

    Karena T1 dan T2 mengajukan banding, maka melalui proses persidangan, hakim Pengadilan Tinggi Bengkulu menerbitkan vonis dengan 6 amar putusan, antara lain: "menjatuhkan pidana kepada T1 dan T2 dengan pidana penjara masing2 9 tahun berikut denda Rp. 400 juta (subsider 2 bulan kurungan), serta menjatuhkan pidana tambahan kepada T1 berupa pencabutan hak utk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun pasca-menjalani pidana pokok".

    Tak puas dengan vonis banding, T1 dan T2 mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung RI. Alhasil vonis MA menetapkan 4 amar putusan, antara lain: "menolak permohonan kasasi T1 dan T2; dan memperbaiki putusan Pengadilan Tinggi Bengkulu dan Pengadian Tipikor Bengkulu mengenai pidana kurungan pengganti denda menjadi masing-masing 8 bulan penjara".

    Intinya, setelah T1 dan T2 melakukan upaya hukum, pada akhirnya tetap divonis menjalani pidana kurungan selama 9 tahun dengan denda Rp. 400 juta serta pidana pengganti 8 bulan penjara, plus dicabut hak dipilih dlm jabatan publik utk T1 selama 5 tahun pasca-menjalani pidana pokok.

    Hasil eksaminasi oleh para ahli hukum pidana (Bab 3, hal 85~200) antara lain disimpulkan sbb: pertama, bahwa utk menerapkan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP khususnya 'turut serta' dalam konteks perkara a quo, maka hal itu tidak terbukti. Bahwa agar 2 orang atau lebih dapat disebut sebagai 'medepleger', harus dibuktikan kesengajaan ganda (doble opzet), yaitu kesengajaan utk melakukan kerjasama dan pelaksanaan suatu delik secara bersama-sama yang dilakukan secara sengaja.

    Kedua, tentang pembuktian unsur-unsur delik pasal 12 huruf a UU Tipikor, disimpulkan bahwa fakta hukum yang digunakan majelis hakim untuk membuktikan unsur 'dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya', tidak tepat karena substansinya justru mengarah kepada pembuktian delik pemerasan. Ketiga, tentang lamanya pidana kurungan pengganti denda, dari 2 bulan menjadi 8 bulan oleh majelis hakim kasasi, dengan alasan bahwa pidana pengganti denda yang dijatuhkan 'judex facti', selain belum memenuhi rasa keadilan, juga pertimbangan hakim dinilai keliru.

     Menurut para eksaminator, hal ini melanggar pasal 30 ayat (2), (3) dan (5) KUHP yang menentukan bahwa pemberatan pidana kurungan pengganti denda selama 8 bulan karena terkait perbarengan atau karena pengulangan. Kedua alasan tersebut sama sekali tidak terbukti dalam perkara a quo. [Bersambung...]

Muarabeliti, 3 September 2020 *)Blogger: www.andikatuan.net

0 komentar:

Posting Komentar