Sabtu, 05 September 2020

DESA: SEJARAH & DINAMIKA (9)

DESA: SEJARAH & DINAMIKANYA (9)

Oleh: Hendy UP *)

C.5. Pengaruh Budaya Asing

    Patut dicatat bahwa jutaan tahun pasca-berkembangnya komunitas purba Arabia zuriyat Nabi Adam As, migrasi manusia ke seantero jagad bergerak malalui jalur lautan dan daratan.

    Menurut Wheatley (1961) dalam "The Golden Khersonese", jalur perhubungan dagang Arab~Nusantara telah terbangun jauh sebelum era Islam. Secara geografis, wilayah daratan yang lebih dekat dari Arabia ke Nusantara adalah melalui 'jalur-sutra' yang melintasi kawasan India, Cina, Champa dan semenanjung Malaya.

    Sedangkan Denys Lombard (1981) mencatat dalam Le Carrefour Javanais, bahwa sejak Dinasti Shang ( masa seribu tahun kedua SM), hingga Dinasti Han (Kaisar Wang Ming: tahun 1-6 SM), Cina sudah mengenal Nusantara yang disebut Huang-tse. Mereka menyebut bangsa Nusantara sebagai Kun Lun yang telah menguasai teknologi tinggi perkapalan di maritim dibandingkan Cina.

    Bahkan seorang sekretaris Fa Hsien bernama Wan Zhen dari Nanking, mencatat bahwa kapal bangsa Nusantara jauh lebih besar, dengan panjang 200 kaki (65 m), tinggi 20-30 kaki (7-10 m) dengan kapasitas 700 orang plus muatan 10.000 hou, dan disebut Po (prau/perahu).

    Adapun pengaruh Yunnan-Champa, khususnya dengan penganut Islam di Nusantara, terbukti telah terjalin pada abad ke-10 M pada era Raja Indravarman III yang mengawini Ratu Tapasi yang merupakan saudari Raja Sri Kertanegara dari Singosari. Hubungan ini berlanjut hingga era Majapahit yakni ketika Raja Sri Kertawijaya menikahi anak Raja Champa yang bernama Darawati, yang kelak menurunkan raja-raja Mataram Islam.

    Jejak budaya Islam Champa dalam bahasa Nusantara antara lain berupa sebutan: mak (orangtua perempuan), kakak (saudara tua), adhy/adik (saudara muda), kacho/kachong (anak laki2); yang berbeda dengan bahasa Majapahit seperti: ina (ibu), raka (kakak), rayi (adik) atau rare/lare (anak-anak).

    PBahkan menurut sejarawan Islam Agus Sunyoto (2012), ritual peringatan pasca-kematian tiga-hari, nujuh-hari, 40-hari dan seterusnya serta istilah kenduri, haul, takhayul itu berasal dari budaya Champa yang kelak 'diluruskan' perlahan-lahan oleh Walisongo sebagai strategi da'wah.

    Adapun pengaruh budaya India, Persia dan Arabia terjadi jauh sebelum era Islam, yakni melalui jalur perdagangan (barter) rempah-rempah khususnya cengkih dan juga 'kapur-barus' (yang berasal dari Barus di Sumatera Utara). Pada tahun 70 Masehi, cengkih Nusantara telah diperdagangkan oleh niagawan India, Persia dan Arabia hingga ke Roma lewat Iskandariah.

     Namun baru 200-an tahun kemudian, ahli ilmu bumi Arab (Abu al-Faida) menyebut Nusantara. Catatan era Dinasti Tang menyebutkan bahwa para pemimpin saudagar Arab menetap di pantai barat Sumatera dan di negeri Kalingga di Jawa. Pun pula, para saudagar India, Persia dan Arabia (pasca-Islam) adalah pelintas-negeri yang handal karena didorong untuk misi dagang sembari berda'wah dengan meyakini dalil "ballighu 'anni walau ayatan"(sampaikan apa yang dari aku walaupun satu ayat), yang merupakan hadits Rasululloh Salallohu 'alaihiwassalam. [Bersambung...]

Muarabeliti, 23 Agustus 2020 *)Blogger: www.andikatuan.net

0 komentar:

Posting Komentar