Oleh : Hendy UP
Jikalau hasil riset Mas Pudji tentang kemungkinan
penggunaan
'jedol
para' (slab getah karet) untuk pengganti aspal segera dilirik Pemerintah,
barangkali jalan-jalan aspal berlobang di Musi Rawas dan
Lubuklinggau tidak semakin meluas-melebar,
dan anggaran pembangunan aspalisasi jalan bisa agak
ditekan.
Adalah seorang
periset dari Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir
Badan
Tenaga Atom, mas Pudji Untoro, telah berinovasi sejak tahun 2006 untuk mencari
alternatif pengganti aspal yang semakin langka. Dengan kreativitasnya, ia
menggunakan tranducer yakni komponen keramik yang menghasilkan getaran
mekanik dan mengeluarkan frekuensi ultrasonik ketika mendapatkan aliran
listrik. Alat yang diimpor dari Cina ini banyak ditemui di pasar dengan harga
murah, yakni Rp 200 ribuan per unit. Alat ini bisa dibuat portabel dengan
dilengkapi generator, sehingga mudah dibawa ke lapangan.
Bahan pengganti aspal tersebut terdiri
dari getah karet, semen dan pasir dengan formulasi tertentu. Mas Pudji si
periset yang diwawancarai wartawan Kompas, belum memberi nama hasil temuannya;
tanpa bermaksud mendahului penemunya, untuk di Musi Rawas dan Lubuklinggau bisa
saja dinamai ”Asdol” akronim dari aspal jedol. Konon, di daerah yang sulit
memperoleh getah karet, bisa digantikan dengan limbah ban bekas dengan teknologi devulkanisasi. Akan tetapi di
Musi Rawas, persoalan bahan baku jedol lebih mudah memperolehnya.
Gelembung Kavitasi
Alat
tranducer yang menyalurkan getaran ultrasonik dengan frekuensi 20-100 kh ke 4
liter getah karet yang baru disadap akan menghasilkan gelembung kavitasi.
Gelembung mikro kavitasi tersebut bersuhu 2 ribu derajat celcius, dan akan
langsung pecah ketika mendapat pendinginan mendadak dari cairan getah
karet. Dalam waktu 10 menit, 4 liter
getah karet yang dialiri frekuensi ultrasonik 1 unit tranducer belum berubah
panasnya, akan tetapi kualitas daya rekatnya sudah berubah. Dan pada saat
inilah material pasir dan semen siap dicampurkan dengan tambahan zat aditif khusus
yang sedang dipatenkan oleh Mas Pudji.
Peluang dan Tantangan
Bagi inovator di Musi Rawas dan Lubuklinggau,
peluang menindaklanjuti kreativitas Mas Pudji sangat terbuka. Para mahasiswa
dan para bisnisman bisa menyongsong teknologi ini dengan lebih serius mencari
tahu dari sumbernya. Soal alat teknologi bisa dicari, bahkan kapasitas
tranducer asli yang hanya mampu untuk 4 liter getah karet bisa dimodifikasi
lebih besar. Bahan baku getah karet sangat melimpah-ruah, terhampar dari
Rantauserik Muarabeliti hingga Sungaijernih di Rawasulu.
Jika kita hitung secara mencongak saja, kebun karet di Musi Rawas dan Kota
Lubuklinggau seluas 200 ribu hektar dengan produksi lateks 10 liter saja per
hektar per hari, maka bahan baku tentu bukan hal yang jlimet-jlimet amat. Akan tetapi, dengan rendah hati Mas Pudji
mengakui bahwa teknologi tersebut baru diujicoba di jalan aspal Kompleks
Puspitek Serpong dan lingkungan RT-nya. Dan sudah dua tahun lebih jalan aspal
berlobang yang ditampal asdol Mas Pudji ternyata belum
rusak.
Betapa pun masih prematurnya hasil riset
Mas Pudji, akan tetapi secara keilmuan pasti hal itu sangat prospektif terutama
bagi daerah-daerah penghasil karet. Bagi Pemerintah Daerah, yang anggaran
pembangunannya masih cupet, tentulah bisa lebih
diefisienkan, paling tidak anggaran rutin untuk tampal-menampal jalan berlubang
tidak tersedot oleh belanja modal aspal yang semakin mahal; langka pula!
(* Penulis adalah pemerhati inovasi
teknologi).
Artikel Opini Mureks,
23 Juli 2010)
0 komentar:
Posting Komentar