Jumat, 26 September 2025

DUKACITA UNTUK PROF. SALIM

Catatan : Hendy UP *) 

     Ahad pagi ba'da ritual Subuh dan ikutannya, aku dikejutkan oleh sebaris berita duka di sebuah portal berita. Aroma asap secangkir kopi di meja baca, seakan menghadirkan kembali "quotes bijak" dari catatan sejarah yang ditulis oleh seorang pakar Politik, Tentara dan sekali gus pemerhati film Nusantara. 
     Yaa, beliau adalah Prof. Salim Said, PhD, yang wafat di Jakarta, pada Sabtu petang, 18 Mei 2024. Allohummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu 'anhu, wa akrim nuzulahu wawassi'u mudkholahu. Semoga dilapangkan kuburnya dan dirahmati arwahnya, serta dikuat-sabarkan keluarga yang ditinggalkan. 
     Aku mulai mengenal nama Salim Said sekitar tahun 1980-an, ketika beliau setiap pekan muncul di Majalah Tempo sebagai penjaga rubrik  seni dan film. Majalah itu pernah menghilang menjelang Pemilu 1982. Kabarnya dibredel oleh pemerintah. Lalu terbit lagi, tetap tajam dan lebih kritis, untuk kemudian dibredel lagi oleh Menteri Harmoko pada 21 Juni 1994, dan terbit lagi pada 6 Oktober 1998 di tengah euporia reformasi. 
       Namanya semakin kesohor dan dijadikan rujukan penguasa sipil pasca-reformasi 1998,  seiring dengan keterbukaan pers dalam bingkai "demokrasi liberal" yang kebablasan arah. Salah satu pernyataan yang mengejutkan kala itu adalah bahwa "kondisi masyarakat Indonesia hingga era reformasi masih bersifat 'fragmented society', yakni absennya kepercayaan (trust) di antara elemen-elemen masyarakat kita".
      Beliau lahir pada 10 November 1943 di dusun Amparita, eks wilayah Afdeeling Pare-pare Sulsel, yang kini menjadi bagian Kabupaten Sidenreng Rappang. Istrinya yang bernama  Herawaty, adalah orang dari Muaradua Kisam, Kab. OKU Selatan, Sum-Sel. 
       Sekadar mengingat jejaknya, Salim kecil bersekolah SR dan SMP di Pare-pare, lalu melanjutkan SMA di Solo. Kemudian melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional (1946-1965), Fak. Psikologi UI (1966-1967), dan Fak. Sospol UI (tamat 1977). Gelar PhD-nya diperoleh dari Ohio State University (1985) dengan judul "Sejarah dan Politik Tentara Indonesia".
        Dalam sebuah podcast Helmi Yahya (2023), beliau mengkalim bahwa hingga pecahnya reformasi 1998, beliaulah satu-satunya orang Indonesia yang fokus mengkaji perilaku Tentara dan Pemerintah sejak terbentuknya TNI. Karya-karya bukunya di bidang politik dan militer laris-manis di lapak-lapak market place dan  toko buku. 
        Kebetulan, pada era pandemi Covid-19, saya mengoleksi dua bukunya yang fenomenal untuk melengkapi bacaan di bidang tentara dan rezim militer.  Karya bukunya yang fenomenal dan langka tersebut adalah "Militer Indonesia dan Politik; Dulu, Kini dan Kelak" (378 hal), yang merupakan elaborasi dan penyempurnaan disertasinya. Lalu buku itu terus disempurnakan dengan buku barunya "Ini Bukan Kudeta" (159 hal). 
     Ternyata buku itulah karya terakhir Mang Salim, jika proyek buku "Tafsir Sosial Islam" tak sempat diselesaikan oleh Tim-nya. Semoga Mang Salim damai-nikmat di alam barzahnya! Aamiin  yaa Robbal'alaamiin. 


*) Muarabeliti SUMSEL, 20 Mei 2024

JERAMBAH BELITI

Catatan: Hendy UP *]

     Ba'da subuhan, Selasa 16 September 2025 kemarin, berita tentang jerambah Muarabeliti mengalami "virus virtual". Penyebabnya, tanah penahan abutment yang berada di halaman KPU Musirawas longsor pascahujan semalaman. Untuk beberapa pekan ke depan, agaknya jerambah itu dikawal petugas khusus untuk mengatur lalu-lintas di atasnya. 

A. Cerita Bari Jerambah Besi

    Bagi masyarakat non-Sumbagsel, barangkali agak aneh di telinga dan bertanya-tanya: "apa makna kata jerambah?"
    Dalam KBBI, kata jerambah bermakna "lantai yang berada pada ketinggian, tidak beratap, tempat mencuci pakaian atau perabot dapur dan menjemurnya". 
     Dalam bahasa tutur masyarakat Muarabeliti (dan sekitarnya) kata jerambah adalah sinonim dari jembatan. Di era Kolonial Belanda, jerambah sering disebut "brug" dan    jerambah gantung disebut "hangbrug".
    Kapan jerambah Beliti pertama dibangun? Sepanjang pelacakan dokumen bari di portal "Klentenservice Koninklijke Bibliotheek, Nederland", saya belum menemukannya.
    Diduga kuat, awal rintisan jalan darat dari Palembang- Muaraenim - Lahat - Tebing/Empatlawang ke Muarabeliti, dimulai pascajatuhnya Kesultanan Palembang pada tahun 1821. Pada tahun 1825 dilakukan pemetaan daerah uluan Palembang oleh Muntinghe yang dikenal dengan "Onderdrucking Expeditie". Kemudian diperkuat oleh kebijakan Gubernur General JG Van den Bosch (1830-1933) pada awal era "Tanam Paksa" untuk memetakan seluruh lahan di Jawa & Sumatera demi  mencocokan kesesuaian lahan dengan komoditas yang dibutuhkan pasar Eropa.
    Terlepas dari soal kapan jerambah Beliti pertama kali dibangun, faktanya, dalam catatan sejarah, jerambah besi Muarabeliti pernah "dibumihanguskan" oleh Tentara Rakyat Indonesia (TRI) pada Rabu, 29 Desember 1948. Hal ini terjadi ketika Belanda melakukan Agresi Militer II, dan pasukan Belanda telah berada di Tebing Empatlawang akan menuju Muarabeliti dan Lubuklinggau. 
    Kemudian reruntuhan jerambah itu direnovasi kembali oleh TRI setelah Belanda kocar-kacir tak sanggup menghadapi pasukan khusus bambu runcing. 

B. Jerambah Beton Pak Harun

    Menurut Pak Sukirman (76 tahun), mantan mandor PT Waskita Karya (WK) yang diwawancarai Sabtu 29-1-2022,  jerambah beton Beliti yang kini masih kokoh, mula-mula dibangun pada tahun 1975 oleh sebuah perusahaan kontraktor, namun salah desain konstruksinya. Selama hampir 3 tahun pembangunan jerambah itu mangkrak total. 
     Pada tahun 1978, akhirnya tiang beton panyangga gelagar yang sudah dipasang di tengah sungai dibongkar habis oleh kontraktor baru yakni PT. Waskita Karya. Di bawah manager lapangan Pak Ir. Harun Husein (penulis mengenal akrab, sering ngopi bareng di Muarabeliti kala itu), akhirnya jerambah Beliti selesai dan diresmikan pada tahun 1981.
    Jembatan beton ini dibuat persis bersebelahan dengan jembatan besi lama dengan panjang 90 meter (15+ 60+15). Sebagai pembanding jembatan sungai Musi di Muaralakitan yang juga dibangun oleh PT Waskita Karya (1982-1985) bentangnya sepanjang 150 meter. 

C. Jerambah Beliti Putus

    Jumat pagi 8 Desember 1995, tiba-tiba jerambah Beliti putus, 8 mobil truck nyungsep ke sungai, satu orang wafat dan jalur transportasi Lintas Tengah Sumatera macet total hingga sebulan ke depan. 
    Berita ini termuat di koran Kompas edisi Sabtu (9-12-1995) yang kubaca di beranda rumah Pak Carik Asep Desa Lemahabang Kab. Karawang. Kala itu aku sedang ikut terlibat melaksanakan riset selama 6 bulan untuk menguji-coba metode baru "Pengendalian Hama Terpadu Dengan Mendayagunakan Musuh Alami" atas sponsorship sebuah lembaga pendidikan pertanian. 
    Padahal pekan itu, dari 11 hingga 17 Desember 1995 aku memperoleh cuti-riset dan hendak pulang ke Muarabeliti. Sial sekali, aku tak bisa pulang karena tak ada bus dari Jawa ke Sumatera yang melewati jalur Muarabeliti/Lubuklinggau.
    Dengan pasrah tawaqaltu al-Alloh, aku harus menunda pulang hingga beberapa bulan ke depan. Dalam hati aku berbisik: "man is proposis, but God is disposis".
    
*] Muarabeliti, 19 September 2025

BKLU TERAWAS

Catatan: Hendy UP *] 

    Bagi pembaca di luar wilayah SUMSEL, perlu dijelaskan bahwa Batu Kuning Lakitan Ulu (BKLU) Terawas adalah sebuah kecamatan di Kab. Musirawas yang terbentuk pada tahun 1969, dan membawahkan dua wilayah marga kala itu. Kedua marga itu adalah Marga Batu Kuning Lakitan (BKL) dan Marga Suku Tengah Lakitan Ulu (STLU). 
    Jika kita lacak dokumen sejarah bari, ternyata Kec. BKLU Terawas, adalah hasil pemecahan Keasistenan Lubuklinggau, Kewedanaan Musi Ulu yang di zaman Belanda disebut  Onderafdeeling Musi Ulu. 

 A. Cerita Bari Ulu Lakitan 

     Saya belum menemukan artikel kajian toponomis tentang nama Terawas & Selangit. Adakah legenda yang terkait dengan peradaban di kawasan sungai Rawas sehingga bernama "Te-Rawas"? Atau, adakah cerita mistik yang mengaitkan norma-adat suku ini dengan status "ketinggian peradaban" hingga menjulang tinggi "Selangit"? 
    Adakah benang merah pertalian darah-puyang masyarakat Terawas (dan Selangit) dengan sub-etnik Musi-Lakitan yang notabene terhubung langsung oleh jalur sungai Lakitan yang bermuara di sungai Musi? 
    Faktanya, wilayah hulu BKLU Terawas berada ditubir Bukit Barisan di kawasan Taman Nasional Kerinci-Seblat (TNKS) yang memiliki posisi strategis dalam menyimpan ketersediaan air dan pengendali banjir (catchmant area) di hilirnya. 
    Dahulu kala, sungai Lakitan yang berhulu di celah bukit kawasan Rejang adalah merupakan urat nadi perekonomian (dan budaya) masyarakat Terawas. Anak-anak sungai Lakitan seperti sungai Ba'al, Malus, Nilau, Megang dan lain-lain adalah tangan-tangan transformasi peradaban Lembak-Silampari yang kelak ikut andil mewariskan nilai-nilai luhur patriotisme ketika melawan laknatullah Kolonial Belanda  & Jepang. ***
    Tak terlacak dengan pasti, sejak kapan peradaban lokal memunculkan era kemargaan di wilayah Selangit- Terawas. Mungkin ratusan tahun silam, ketika masyarakat adat belajar bermusyawarah bersama "tetuo dusun" yang kelak melahirkan prinsip kepemimpinan asli dengan sebutan ilmiah "primus interpares", yang berarti  "yang pertama dari yang sederajat". 
    Maknanya adalah bahwa seorang pemimpin yang terpilih memiliki beberapa keunggulan personal, seperti kejujuran, cerdas di atas rata-rata dan berwibawa, sehingga disegani oleh masyarakat. 
     Dalam catatan, di kawasan ini terbentuk 2 marga yaitu: Marga Batu Kuning Lakitan berpusat di Dusun Selangit dan Marga Suku Tengah Lakitan Ulu berpusat di Terawas. 
     Bersumber dari "Zaak Almanak Zuid Sumatera" bertahun 1936, di wilayah Onderafdeeling Moesi Oeloe terdapat 10 marga, antara lain Marga Batu Kuning Lakitan dengan Pesirah Depati Tusin dan Marga Suku Tengah Lakitan Ulu dengan Pesirah Depati Pengandal Natamarga. 
    Dalam perkembangannya kelak, Marga BKL dipimpin oleh Pesirah Sani yang merupakan anak Depati Tusin, dan Marga STLU dipimpin oleh Pesirah Tap yang juga merupakan anak dari Depati Pengandal Natamarga, hingga berakhir masa kemargaan pada tahun 1983.

B. Terbentuk Kecamatan Baru 

    Pada era Gubernur SUMSEL H. Asnawi Mangku Alam (1967-1978) dan Bupati Musirawas dijabat oleh H. MochtarAman (1968-1979), terbitlah Kpts Gubernur tanggal 16 Mei 1969 Nomor: Pd/108/1969, tentang Pemecahan Keasistenan Kota Lubuklinggau. Maka lahirlah dua kecamatan baru yaitu: Kec. Lubuklinggau dan Kec. BKLU Terawas. 
    Berdasarkan catatan dari narasumber Drs. H. Sofian Zurkasie, para Camat yang pernah menjabat di Kec. BKLU Terawas antara lain adalah:
(1) Drs. Husni Bahar (1969-1972) berasal dari Tebing Empatlawang;
(2) Drs. H. Sofian Zurkasie (1972-1975) asli Muarabeliti, (3) Sahri Wahab eks Gindo berasal dari Jawa Barat, (4) Drs. Hamdani, (5) Drs. Cik Ali Manaf, (6) Drs. Sofianto, (7) Drs. Nurdin Amasin, (8) Drs. Amirul Mukminin, dst. 
    Pada saat ini, eks Kecamatan BKLU Terawas telah dimekarkan menjadi 3 (tiga) kecamatan, yakni: Kec. STLU Terawas, (2) Kec. Selangit (Perda Mura No. 3 Th 2002) dan  (3) Kec. Sumberharta (Perda Mura No. 6 Th 2006). 

*] Muarabeliti,  24 September 2025

Kamis, 25 September 2025

SELAMAT JALAN VECHTER KWIK

Catatan: Hendy UP *]

    Sengaja aku menyematkan kata "vechter" (pejuang) untuk legasi Pak Kwik, yang selama hidupnya terus- menerus mengkritisi kebijakan Pemerintah yang dianggap melenceng dari cita-cita luhur proklamasi kemerdekaan RI. 
    Yaa, namanya Kwik Kian Gie. Beliau baru saja meninggalkan kita semua pada Senin, 28 Juli 2025 di Jakarta dalam usia 90 tahun. Lahir di kota Djuwana (Jateng) pada 11 Januari 1935. Aku tak tahu, apakah ada hubungan marga dengan SOE HOK GIE sang aktivis era Ordelama yang melambungkan kisah "Catatan Seorang Demonstran".
    Aku mulai mengenal namanya akhir tahun 1980-an, melalui artikel-artikelnya yang di harian lKompas dan Majalah Tempo. Tahun 1990-an hingga 2000-an, namanya selalu muncul tiap pekan dalam rubrik Kompas untuk mengulas "analisis politik ekonomi", yang konon menjadi rujukan para pejabat tinggi, para praktisi bisnis dan bahkan para pialang saham. 
     Sebagai orang yang tak memiliki basis ilmu ekonomi murni, kecuali "ekonomi pertanian" dari Prof. Mubyarto, aku merasa berhutang ilmu dari artikel dan buku-bukunya. Demi memuaskan kuriositas diri yang terus menggebu di kala itu. 
    Sekadar mengenang jejaknya, mari kita lacak liku kehidupannya.   
    Mula-mula kuliah di Fakultas Ekonomi UI pada tahun 1955 (klas persiapan), namun menamatkan strata sarjananya di Nederlandsche Economiche Hogeschool di Belanda (1956-1963). Lalu menikah dengan gadis keturunan Belanda: Dirkje Johanna Widt dan dikaruniai tiga orang anak: Kwik Ing Hie,  Kwik Mu Lan, dan Kwik Ing Lan. 
    Antara tahun 1963-1964, bekerja sebagai Asisten Atase Kebudayaan & Penerangan di Kedubes RI di Den Haag, untuk kemudian kembali ke Tanah Air pada 1970. Mulai merintis bisnis hingga tahun 1987, dan lkemudian mendirikan Institut Bisnis & Informatika Indonesia (IBII) pada tahun 1970 hingga 1987.
    Masuk ke dunia politik bergabung dengan PDI, sebagai anggota Badan Pekerja MPR-RI, Anggota Komisi IX DPR-RI, dan pernah menjabat Menko Ekuin (1999-2000) di era Presiden Gusdur serta Menteri Negara PPN/Kepala BAPPENAS (2001-2004) di era Presiden Megawati. 
     Di samping belajar dari klipping artikelnya, aku mengoleksi beberapa bukunya antara lain:

(1) Buku "Konglomerat Indonesia: Permasalahan dan Sepak Terjangya". Bersama BN Marbun sebagai penyunting. Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1990. 102 hal;

(2) Buku "Kebijakan Ekonomi Politik & Hilangnya Nalar". Penerbit Kompas, Jakarta, 2006. (209 hal);

(3) Buku " Pikiran yang Terkorupsi". Penerbit Kompas, Jakarta, 2008.  (228 hal);

(4) Buku "Nasib Rakyat Indonesia Dalam Era Kemerdekaan". Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2016. (250 hal). 

    Semoga arwah beliau diterima di sisi-Nya. "Selamat Jalan Vechter... "

*] Muarabeliti,  28 Juli 2025

STAGFLASI PASCAKORONA

STAGFLASI PASCAKORONA: AYAM VERSUS CABE?

Oleh: Hendy UP *)

     Di awal Juli 2020, Kepala BPS Suhariyanto merilis data bahwa harga ayam ras dan telornya adalah penyumbang inflasi terbesar komponen pangan untuk Juni 2020. Kontribusinya: ayam 0,14% dan telor 0,04% terhadap angka inflasi yg sebesar 0,18%.

     Alasannya karena peternak mandiri kehabisan modal usaha, pasokan pakan terhambat transportasinya sehingga produksinya anjlog. Bahkan telur ayam 'dituding' sebagai biang-kerok gejolak harga tak menentu (volatile price) di 86 kota yang diukur berdasarkan indeks harga konsumen (IHK)-nya.

     Di sisi lain, komoditas cabe merah, rawit, bawang putih, minyak goreng dan gula pasir, harganya anjlok. Komoditas ini mengalami deflasi. Bawang putih dan cabe merah menyumbang 0,07% terhadap deflasi Juni 2020 kemarin.

     Lagi-lagi, Permendag No. 7 tahun 2020 yg mengatur harga langit-langit tak ada gunanya. Pada akhirnya, hukum ekonomi pasar masih berdalil klasik: harga di pasar berada pada kekuatan supplay & demand; bukan pada aturan harga legal formal di atas kertas.

      Volatile-price telor ayam ini ternyata terasa di manapun; juga di Lubuklinggau, sebagaimana dirilis Kepala BPS Lubuklinggau Eka Yuliani (Harian Silampari, 3 Juli 2020). Angka inflasi Juni 2020 untuk Kota Lubuklinggau sebesar 0,31%; inflasi kumulatif sebesar 1,31% dan YoY sebesar 1,37%.

      Memang, sejak dahulu kala hantu inflasi harga pangan sangat ditakuti oleh pemerintah terutama menjelang lebaran, paceklik atau pageblug. Tapi kaum tani malah berdoa agar terjadi inflasi harga komoditas pangan dan kebun, asalkan 'cost input' material saprotannya (terutama pupuk) konstan.

      Soal inflasi, Mang Udin Dusun Muarabeliti dan Lik Parjo Megangsakti sungguh tak peduli, apa itu inflasi, deflasi apatah lagi stagflasi. Sa'karepmu Broth .....!

     Tapi soal kendali-mengendali harga pangan ternyata pemerintah tak berkutik, mati-kutu! Bahkan kini, sudah bertahun-tahun justru terjadi deflasi harga karet (para) yang membuat masyarakat kehilangan ghiroh berkebun. Sungguh, kini ekonomi pedesaan Negeri Silampari sedang terjerembab.

     Lihat saja data perputaran uang di BI yg melemah dan laporan NPL (Non Performing Loan) perbankan yang meninggi. Banyaknya papan merk 'DIJUAL' di depan rumah dan lokasi usaha, adalah indikator banyaknya kreditur nunggak angsuran. Jika rasio NPL perbankan mendekati angka 5%, niscaya akan berkelindan dengan profitabilitas, rentabilitas, likuiditas perbankan dan aneka tas-tas lainnya.

     Mayoritas kaum tani kita, yang lebih pas disebut 'peasent' (tani pas-pasan) ketimbang disebut 'farmer' (pengusaha tani), sama sekali tidak paham dengan 'teori ekonomi gombal'. Bagi petani padi misalnya, yang penting ada jaminan pasokan air irigasi, tersedia bibit unggul dan pupuk dengan harga terjangkau, serta harga jual beras yang memadai. Pun bagi pekebun karet, ada bantuan kredit peremajaan kebun dan harga jual jedol (slab) tidak 'gila'; minimal 1 kg jedol para dusun setara dengan harga 1 hingga 2 kg beras. Itu sudah cukup untuk menggairahkan ekonomi pedesaan. Kini sekilo para tak sampai sekilo beras!

     Target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 antara -0,4% hingga 2,3%. Tapi Lembaga Kerjasama Ekonomi & Pembangunan (OECD) memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi akan berada pada angka -2,8 hingga -3,9%. Buru-buru Sri Mulyani meralat bahwa akibat bla bla bla, pertumbuhan ekonomi TW II 2020 akan terkonstraksi hingga -3,1%.(Kompas, 3 Juli 2020).

       Kondisi inilah yang dikhawatirkan para ahli ekonomi bakal terjadi stagflasi. Stagflasi adalah kondisi perekonomian negara dengan tingkat output rendah yg dibarengi oleh inflasi. Kondisi sekarang ini, jika tidak ada langkah kongkrit Pemerintah untuk menjaga basis ekonomi kerakyatan (UMKM) dan penyetopan kran impor, gejalanya mengarah ke stagflasi. Dalam kamus, stagflasi disebabkan oleh kekuatan ganda: kurangnya permintaan agregat secara relatif terhadap potensial PNB; dan meningkatnya cost input aneka usaha masyarakat. Mudah-mudahan ini tidak akan terjadi. [*]

Muarabeliti, 4 Juli 2020 *)

Senin, 15 September 2025

JEJAK GENEALOGI BAPPEDA MUSIRAWAS SUMSEL [2]

Catatan: Hendy UP *]

D. Bappeda Provinsi & Kabupaten

    Pada akhir tahun 1960, semakin diperlukan akurasi data dari daerah untuk penyusunan pola dasar pembangunan  semesta berencana. Guna validasi data lapangan dalam rangka pendekatan sistem perencanaan modern, maka diperlukan lembaga penyusun "blue print" pembangunan di daerah. Oleh karena itu di Daerah Swatantra Tk. I (provinsi) dibentuklah Badan Koordinasi Pembangunan Daerah (Bakopda; vide Keppres No. 655 Th 1961). 
   Pada akhir Pelita I (1969-1974), dengan terbitnya  Keppres No.15 Th 1974, maka lembaga Bakopda di level provinsi diubah menjadi Bappeda Dati I, yang berfungsi utama menyusun dokumen Repelita II dan pola dasar pembangunan daerah setempat.

E. Bappeda Kab. Musirawas

     Semenjak dibentuk Bakopda di Prov. Sumsel (1962), hingga terbentuknya Bappeda Prov. Sumsel tahun 1974, urusan perencanaan pembangunan daerah di Kab. Mura ditangani oleh unit kerja yang berada di bawah Sekretariat Daerah. Mulai tahun 1975, urusan perencanaan pembangunan ini semakin dipandang strategis sehingga dikuatkan secara organik di dalam unit kerja Bag. Pembangunan. 
    Enam tahun kemudian, dengan terbitnya Kepres RI No. 27 Tahun 1980 dan Kepmendagri No.185 Tahun 1980, dibentuklah Bappeda di setiap kabupaten. Di Kab. Dati II Musirawas, lembaga Bappeda dibentuk pada akhir 1980 pada era Bupati Drs. H. Syueb Tamat (1980-1990). 
    Menurut Drs. H. Sofian Zurkasie, yang juga mantan Kabag Hukum (1970-1972); Kadispenda (1978-1984); Kabagpemcapil (1984-1987) dan Sekr-DPRD (1987-1995), sebelum dibentuk Bappeda Mura akhir 1980, fungsi perenc. pembangunan daerah ditangani oleh semacam Tim Khusus yang berada di bawah Setda yang kelak menjadi Bagian Pembangunan. Pada periode akhir Bupati Mochtar Aman (10-7-1968 s/d 7-9-1979) dan caretaker Bupati Cholil Azis, SH (7-9-1979 s/d  8-3-1980), pejabat yang menangani bidang perencanaan pembangunan adalah Drs. M. Djauhari. Ketika dibentuk Bappeda Mura, maka Sdr. Drs. M. Djauhari ditunjuk sebagai Ketua Bappeda yang pertama. 
   Jika kita lacak jejak genealogi pimpinan Bappeda Mura dari awal (1980) hingga kini (2024) adalah sebagai berikut: 
(1). Drs. M. Djauhari (1980 s/d 1983);
(2). Drs. H. Baidjuri Asir, MH (Juni 1983 s/d 16 Jan 1984);
(3). Drs. H. Iskandar Zulkarnain (16 Januari 1984 s/d 1992);
(4). Drs. H Karim AR (1992 s/d 1995);
(5). Drs. H. Zainudin, MM (1995 s/d 1998);
(6). Drs. John Hadi, MSi (1998-2001) 
(7). Drs. H. Mulyanto, MH (2001 s/d 2002);
(8). Ir. H. Fauzi Zakaria (2002 s/d 2004);
(9). Ir. H. Hendra Gunawan, SH, MM (2004 s/d 2010);
(10). H. Raidusyahri, SH, MM        (2010); 
(11). Dr. Ir. H. Suharto Patih, MM  (21-08-2010 s/d 27-03-2013); 
(12). Ir. Agus Setyono, MSi (27-3-2013 s/d 17-04-2014); 
(13). Dr. Ir. H. Suharto Patih, MM           (17-04-2014 s/d 23-07-2018);
(14). Dr. Ir. H. Nanti Kasih, MSi     (23-07-2018 s/d 2021); 
(15). Zuhri Syawal, SP., MSc. MEng  (2021 s/d  25-11-2021);
(16). Kgs. Efendi Feri, SSTP
(25-11- 2021 s/d 19-09- 2023);
(17). Erwin Syarif, ST, MM.  (29-9-2023 s/d sekarang). 

F. Perpindahan Kantor Bappeda

    Masih menurut Drs. H. Sofian Zurkasie, pada awalnya Bappeda menempati salah satu ruangan di Perkantoran Pemda Mura di Lapangan Merdeka, yang kini menjadi Kompleks Masjid Agung As-Salam Lubuklinggau. Pada sekira tahun 1985-1990, seiring pindahnya kantor Pemda Mura ke Tabapingin, maka dibangunlah gedung Bappeda dua lantai yang menyatu dengan Auditorium, Op-Room, dan Markas Satpol PP.  
    Lebih kurang 33 tahun Bappeda Mura bermarkas di Tabapingin, ketika akhirnya harus "bedol kantor" ke ibukota baru di Muarabeliti. Hal ini merupakan konsekuensi logis seiring dengan pemekaran wilayah Kab. Mura, yang melahirkan Kota Lubuklinggau di tahun 2001.
    Dan sejarah  mencatat bahwa Ibukota Kab. Musirawas telah kembali ke Muarabeliti pada tahun 2005, yang dahulu pernah dipindahkan ke Lubuklinggau oleh Kolonial Belanda pada Selasa 3 April 1934. Persis sembilan puluh tahun yang lalu. ***

*] Muarabeliti SUMSEL, 17 Desember 2024; Rewrite: 21 Juni 2025.

Minggu, 14 September 2025

JEJAK GENEALOGI BAPPEDA MUSIRAWAS SUMSEL [1]

Catatan: Hendy UP *]

A.  Disclaimer
 
Artikel ini bersumber dari: (1) catatan harian penulis selaku alumni Bappeda Mura SUMSEL, (2) buku "Jejak Langkah Orang Musirawas & Lubuklinggau 2005", (3) beberapa website terkait, dan (4) kesaksian para narasumber yang merupakan pensiunan pejabat Pemda Mura. Terima kasih kepada Sdr: (1) Drs. H. Sofian Zurkasi, (2) Bambang Hermanto, SE, MM &  (3) Dr. Ir. H. Suharto Patih, MM, dan (4) Drs. M. Rusdan, MSi atas transfer data dan curahan informasinya. Sekaligus sebagai bentuk kurasi & validasi artikel sejarah ini. 

B. Mukadimah

    Secara fungsional~ teknokratik, organisasi perangkat daerah (OPD)  yang bernama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), baik  pada level provinsi maupun kabupaten/kota, adalah merupakan institusi turunan (derivative institution) Bappenas yang berada di tingkat daerah. Bappenas merupakan satu-satunya lembaga pemerintah yang memiliki portofolio sebagai penyusun kerangka dasar & peta jalan  pembangunan bangsa. Sebuah lembaga kementerian yang sangat strategis dalam merumuskan visi besar pembangunan bangsa.
   Jika kita lacak jejak para petinggi lembaga ini ~ dari awal kemerdekaan hingga awal reformasi ~ sungguh mereka adalah para tokoh visioner, pemberani, berintegritas dan mumpuni di bidangnya. Sebutlah antara lain: AK Gani, Moh. Hatta, Soemitro Djojohadikoesoemo, Moh. Yamin, Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, Widjojo Nitisastro, Ruslan Abdul Gani; dan jangan lupa, di era reformasi tercatat nama Kwik Kian Gie seorang ekonom- pemikir yang berintegritas tinggi. 
    Al-kisah, pada  19 Januari 1947 (resminya tercatat,12 April 1947), ketika pertama kali dibentuk lembaga khusus yang menangani sektor perencanaan pembangunan, stabilitas keamanan negara belumlah terwujud, karena masih dalam kondisi darurat perang alias SOB (Staat van Oorlog en  Beleg). 
    Enam belas tahun kemudian, ketika terbit Pen-Pres No. 12 Th 1963 tgl 31 Desember 1963, dibentuklah lembaga Bappenas yang dipimpin oleh Mayjen TNI Dr. dr. H. Soeharto Sastrosoejoso. Beliau adalah salah satu pendiri IDI yang juga mantan dokter pribadi Bung Karno dan Bung Hatta.
   Pada tahun 1961, di level Daerah Swatantra Tk. I (provinsi) dibentuk Badan Koordinasi Pemb. Daerah (Bakopemda) yang kemudian disempurnakan dengan Keppres No. 19 Th 1964. Sedangkan di level Kab. Dati II, baru dibentuk pada tahun 1980 (vide Keppres No. 27 Th 1980 jo Kep-Mendagri No. 185 Th 1980 tentang Pembentukan Bappeda Prov. Dati I dan Kab. Dati II). 

C. Evolusi Kelembagaan Bappenas

    Sejarah evolusi Bappenas dari era 1947 hingga sekarang (2024), setidaknya mengalami 8 kali perubahan, baik status dan nomenklaturnya maupun landasan hukum pembentukannya. Kedelapan kali perubahan status dan nama itu adalah:
(1). Badan Perantjang Ekonomi dibentuk pada 19-1-1947 dipimpin oleh Adnan Kapau Gani;
(2) Panitia Pemikir Siasat Ekonomi  dibentuk pada 12-4-1947 dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta;
(3) Dewan Perantjang Negara dibentuk pada 7-1-1952, dipimpin oleh Ir. Djuanda Kartawidjaja, kemudian dilanjutkan Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo;
(4) Dewan Ekonomi & Perencanaan dibentuk dengan PP No. 15 Th 1956 tanggal 6-6-1956 dipimpin oleh Ali Sastroamidjojo;
(5) Dewan Ekonomi & Pembangunan dibentuk dengan  PP No. 3 Th 1957 tanggal 2-8-1957, kembali dipimpin oleh Ir. Djuanda Kartawidjaja;
(6) Dewan Perantjang Nasional ( Depernas) dibentuk dengan UU No. 80 Thn 1958 tanggal 23-8-1958 dipimpin oleh Prof. M. Yamin;
(7) Badan Perenc. Pembangunan Nasional (Bappenas) dibentuk dengan Pen-Pres No. 12 Th 1963 tanggal 31-12-1963 dipimpin oleh Mayjen Dr. dr. H. Soeharto Sastrosoejoso;
(8) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas, dibentuk atas dasar UU No. 39 Th 2008 tentang Kementerian Negara, yang melahirkan beberapa PP & Perpres tentang pembentukan organisasi Kementerian PPN, terakhir dengan Perpres No. 194 Th 2024 di era Presiden Prabowo. (Bersambung...) 

*] Muarabeliti SUMSEL, 17 Desember 2024; Rewrite: 21 Juni 2025.

Rabu, 10 September 2025

TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK [2]

Catatan:  Hendy UP *]

   Setelah hampir 90 tahun lamanya, sebuah karya sastra monumental yang legendaris, kini dicetak ulang dengan desain sampul baru dan aneka kehebohannya.
    Roman bari itu bertemakan "kisah-cinta" dengan balutan friksi & dialektika pergeseran nilai budaya di sebuah negeri tua yang bernama Ranah Minang. 
    Yaa, sepenggal tanah Melayu yang menyimpan ragam heliks DNA & RNA semenjak dahulu kala. Dari heliks jeniusitas, sastrawan, pemikir, budayawan hingga politikus yang kontroversial di zaman ini. 
    Alkisah, pada tahun 1938, lahirlah karya sastra monumental dari seorang ulama besar bernama HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah). Terbit pertama kali di majalah "Pedoman Masyarakat" yang dipimpin oleh HAMKA sendiri. Usia beliau saat itu 31 tahun. Karya monumental lainnya, antara lain adalah "Di Bawah Lindungan Ka'bah".
    Kemudian diterbitkan dalam bentuk buku roman oleh M. Syarkawi dua kali (1939 & 1949); dan mendapat kritikan keras dari kalangan agamawan karena dianggap menyalahi kebiasaan dan kelaziman adat tradisi kala itu (1938-1948). 
    Penerbitan selanjutnya dikelola oleh PN Balai Pustaka hingga ke-7. Mulai penerbitan ke-8 (1961) hingga ke-17 dikelola oleh Penerbit Nusantara (swasta). Dan sejak cetakan ke-18 (1986) dan seterusnya diterbitkan oleh PT Bulan Bintang, yang dicetak oleh PT Midas Surya Grafindo, Jakarta dengan ISBN- 979-418-055-6.
    Roman kisah-kasih yang yang unik ini, terkelindan antara Pemuda malang Zainuddin, 'gadih Minang' Hayati, Azis dan Khadijah serta pemuda Muluk itu terserak pada 28 mozaik kisah, yakni:
1. Anak orang terbuang;
2. Yatim piatu;
3. Menuju negeri nenek moyang;
4. Tanah asal;
5. Cahaya hidup;
6. Berkirim-kiriman surat;
7. Pemandangan di dusun;
8. Berangkat;
9. Di Padangpanjang;
10. Pacu kuda dan pasar malam;
11. Bimbang;
12. Meminang;
13. Pertimbangan;
14. Pengharapan yang putus;
15. Perkawinan;
16. Menempuh hidup;
17. Jiwa pengarang;
18. Surat-surat Hayati kpd Khadijah;
19. Club anak Sumatera;
20. Rumah tangga;
21. Hati Zainuddin;
22. Dekat, tetapi berjauhan;
23. Surat cerai;
24. Air mata penghabisan;
25. Pulang;
26. Surat Hayati yang penghabisan;
27. Sepeninggal Hayati;
28. Penutup.
    Pada mozaik ke-25 "Pulang", dikisahkan begini: "Pagi-pagi hari Senin, 19 hari bulan Oktober 1936,  kapal Van der Wijck yang menjalani ijin KPM dari Mengkasar telah berlabuh di Pelabuhan Tanjungperak. Kapal itu akan menuju Semarang, Tanjungpriuk dan terus ke Palembang. Penumpang-penumpang yg akan meneruskan pelayaran ke Padang harus pindah kapal di Pelabuhan Tanjungpriuk".
    Dan Hayati akan menaiki kapal itu, niatnya berlayar pulang ke Padang. Ternyata, qodarullah, di tengah laut Jawa 35 mil di barat Surabaya, Hayati menjemput ajalnya; setelah cintanya yang tulus ditolak dengan kejam-setikam oleh Zainuddin, karena dendam lelaki yang beralasan.
    Padahal, merongga di lubuk hati Zainuddin, sungguh hanya mencintai Hayati sepanjang hayatnya. Tetapi, gumpalan dendam cinta itu bergelulung berbuntal-buntal mengebat jantungnya, melingkari nuraninya. Dan diusirlah Hayati dengan sepedih hati. Sungguh kelak, sebuah penyesalan yang tak pernah dibayangkan akan membawa ajal kekasih satu-satunya sepanjang hidupnya.
    Pascaditolak cintanya, sebelum hari kepulangannya, Hayati menorehkan seluruh cinta-jiwanya dalam berlembar-lembar kertas, yang ditinggalkan di ruang-tulis Zainuddin. Itulah lelehan jiwa Hayati yang menularkan virus kematian utk lelaki idamannya: Zainuddin ahli waris budaya dari Negeri Batipuh X Koto wilayah Padangpanjang.

[Bersambung ...]

*) Muarabeliti, Senin 23 Maret 2020; Resunting, Ahad, 7 Sept 2025.

[Ditukil dari "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck", karya HAMKA. Penerbit Bulan Bintang, Jkt; Cetakan ke-18, 1986, 224 hal].

TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK [1]

Catatan:  Hendy UP *]

   Setelah hampir 90 tahun lamanya, sebuah karya sastra monumental yang legendaris, kini dicetak ulang dengan desain sampul baru dan aneka kehebohannya.
    Roman bari itu bertemakan "kisah-cinta" dengan balutan friksi & dialektika pergeseran nilai budaya di sebuah negeri tua yang bernama Ranah Minang. 
    Yaa, sepenggal tanah Melayu yang menyimpan ragam heliks DNA & RNA semenjak dahulu kala. Dari heliks jeniusitas, sastrawan, pemikir, budayawan hingga politikus yang kontroversial di zaman ini. 
    Alkisah, pada tahun 1938, lahirlah karya sastra monumental dari seorang ulama besar bernama HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah). Terbit pertama kali di majalah "Pedoman Masyarakat" yang dipimpin oleh HAMKA sendiri. Usia beliau saat itu 31 tahun. Karya monumental lainnya, antara lain adalah "Di Bawah Lindungan Ka'bah".
    Kemudian diterbitkan dalam bentuk buku roman oleh M. Syarkawi dua kali (1939 & 1949); dan mendapat kritikan keras dari kalangan agamawan karena dianggap menyalahi kebiasaan dan kelaziman adat tradisi kala itu (1938-1948). 
    Penerbitan selanjutnya dikelola oleh PN Balai Pustaka hingga ke-7. Mulai penerbitan ke-8 (1961) hingga ke-17 dikelola oleh Penerbit Nusantara (swasta). Dan sejak cetakan ke-18 (1986) dan seterusnya diterbitkan oleh PT Bulan Bintang, yang dicetak oleh PT Midas Surya Grafindo, Jakarta dengan ISBN- 979-418-055-6.
    Roman kisah-kasih yang yang unik ini, terkelindan antara Pemuda malang Zainuddin, 'gadih Minang' Hayati, Azis dan Khadijah serta pemuda Muluk itu terserak pada 28 mozaik kisah, yakni:
1. Anak orang terbuang;
2. Yatim piatu;
3. Menuju negeri nenek moyang;
4. Tanah asal;
5. Cahaya hidup;
6. Berkirim-kiriman surat;
7. Pemandangan di dusun;
8. Berangkat;
9. Di Padangpanjang;
10. Pacu kuda dan pasar malam;
11. Bimbang;
12. Meminang;
13. Pertimbangan;
14. Pengharapan yang putus;
15. Perkawinan;
16. Menempuh hidup;
17. Jiwa pengarang;
18. Surat-surat Hayati kpd Khadijah;
19. Club anak Sumatera;
20. Rumah tangga;
21. Hati Zainuddin;
22. Dekat, tetapi berjauhan;
23. Surat cerai;
24. Air mata penghabisan;
25. Pulang;
26. Surat Hayati yang penghabisan;
27. Sepeninggal Hayati;
28. Penutup.
    Pada mozaik ke-25 "Pulang", dikisahkan begini: "Pagi-pagi hari Senin, 19 hari bulan Oktober 1936,  kapal Van der Wijck yang menjalani ijin KPM dari Mengkasar telah berlabuh di Pelabuhan Tanjungperak. Kapal itu akan menuju Semarang, Tanjungpriuk dan terus ke Palembang. Penumpang-penumpang yg akan meneruskan pelayaran ke Padang harus pindah kapal di Pelabuhan Tanjungpriuk".
    Dan Hayati akan menaiki kapal itu, niatnya berlayar pulang ke Padang. Ternyata, qodarullah, di tengah laut Jawa 35 mil di barat Surabaya, Hayati menjemput ajalnya; setelah cintanya yang tulus ditolak dengan kejam-setikam oleh Zainuddin, karena dendam lelaki yang beralasan.
    Padahal, merongga di lubuk hati Zainuddin, sungguh hanya mencintai Hayati sepanjang hayatnya. Tetapi, gumpalan dendam cinta itu bergelulung berbuntal-buntal mengebat jantungnya, melingkari nuraninya. Dan diusirlah Hayati dengan sepedih hati. Sungguh kelak, sebuah penyesalan yang tak pernah dibayangkan akan membawa ajal kekasih satu-satunya sepanjang hidupnya.
    Pascaditolak cintanya, sebelum hari kepulangannya, Hayati menorehkan seluruh cinta-jiwanya dalam berlembar-lembar kertas, yang ditinggalkan di ruang-tulis Zainuddin. Itulah lelehan jiwa Hayati yang menularkan virus kematian utk lelaki idamannya: Zainuddin ahli waris budaya dari Negeri Batipuh X Koto wilayah Padangpanjang.

[Bersambung ...]

*) Muarabeliti, Senin 23 Maret 2020; Resunting, Ahad, 7 Sept 2025.

[Ditukil dari "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck", karya HAMKA. Penerbit Bulan Bintang, Jkt; Cetakan ke-18, 1986, 224 hal].

Minggu, 20 April 2025

PARA KADES TUGUMULYO 2012

      Bulan terakhir menjelang masa pensiun, aku meng-update nama-nama pejabat Kades & Lurah di wilayah Kecamatan Tugumulyo Kab. Musirawas SUMSEL. Bersama Kacabdin & PPL, mereka adalah mitra kerja utama yang bisa dikonfirmasi setiap saat untuk memastikan berjalannya program & kegiatan di tingkat lapangan. 

     Senin 5 Maret 2012, aku susun daftar pejabat itu dalam buku kerja  harian: 
#]. Camat Tugumulyo: Ruslan, SE;
#]. Sekcam: Sugiyanto;
#]. Para  Kades/Lurah:
1. A. Widodo: Masrizal;
2. B. Srikaton: M. Badrun, S. Sos;
3. C. Nawangsasi: Sungkowo;
4. D. Tegalrejo: Rodi  Afian;
5. E. Wonokerto: Sugiono;
6. F. Trikoyo: Sriyanto;
7. G1. Mataram: Benedictus W;
8. G2. Dwijaya: Pulung;
9. H. Wukirsari: Supriyo;
10. I. Sukomulyo: Suhariyanto;
11. J. Ngadirejo: Sujarwo:
12. K. Kalibening: Wahudin;
13  L. Sidoharjo: Mahmudi;
14. Q1. Tambahasri: Arifin;
15. Q2. Wonorejo: Sucipto. 
16. V. Surodadi: Suherman. 
17. Triwikaton:  ~

Catatan: 
~ B. Srikaton adalah berststus kelurahan; 
~ Desa Triwikaton  telah terbentuk (Perda No. 25 Th  2011) namun tidak tercatat  nama Pjs Kadesnya. Desa ini merupakan pemekaran wilayah Desa A. Widodo, B. Srikaton dan F. Trikoyo. 


Rewrite: 
Muarabeliti, 20 April 2025.