Rabu, 25 Maret 2020

FILM HAYYA: MELEPAS KORTISOL & ENDORFIN

FILM HAYYA: MELEPAS KORTISOL & GUGUS ENDORFIN

Oleh: Hendy UP *)

     Seratusan menit menikmati Film Hayya, aku mengalami tiga hal: ejakulasi batin, permenungan jiwa dan pelepasan endorpin otak yang mangkal pada sirkuit kegembiraan. Aku tak tahu, apakah penonton lain termasuk Benny Arnas yang duduk di depanku meraih pengalaman yang sama? Entahlah! Sepuluh menit pertama, dalam kegelapan gedung Sinemaxx Lippo, penonton disuguhi adegan sedih. Keceriaan gadis kecil Hayya dan puluhan anak Palestin di Pasar Jabalia melambungkan rasa bersalah kita.

     Kegembiraan anak-anak kita di pedesaan Musirawas: dari Muarabeliti  hingga dusun Selangit, adalah kegembiraan otentik-genuin yang tak terbeban kemungkinan tertembus peluru atau desing mesiu di atas ubunnya. Kerekatan gadis kecil Hayya dengan Rahmat selama di barak pengungsian, tiba-tiba harus ditetak jiwanya, karena Rahmat akan kembali ke Indonesia. Hayya kecil memberontak, tak terima.

      Inilah awal kisah yang membuat gadis kecil  Hayya nekad masuk ke koper besar Rahmat, terikut serta berlayar kapal  ke Indonesia. Memang potongan episode yang ini agak melawan rasionalitas penonton.

      Tanpa sadar, ada kilatan bayang fotopsia menghalangi layar lebar. Aku menahan air bening yang menggelayuti kelopak mata, seakan sedang menderita ablasio retina; sejurus kemudian syaraf simpatetik mataku menegang, kemudian melepaskan hormon kortisol. Dan jatuhlah lelehan air kesedihan itu!

     Sebaliknya, ada adegan kocak Adhin, berlari menyungging Hayya ketika menyelamatkannya dari kejaran Polisi. Ada hiruk-pikuk para 'Banci' yang menggelakkan beruyak-tawa. Penonton terpingkal-pingkal histeria! Background kampung kumuh dan "AWAS ANJING GALAK", mampu melupakan sejenak jejak keprihatinan nasib Hayya. Syaraf penonton dipaksa melepas endorfin dan memainkan sirkuit kegembiraan yang meluap-luap.

     Agaknya sutradara Jastis Arimba sangat mumpuni dalam menakar harmonik osilasi jiwa penonton, dan menghitung ujung amplitudonya: titik ekstrim syaraf jiwa-sedih dan titik ekstrim bahak- kegembiraan. Tentu saja, sutradara telah mengalkulasi potensi populasi penontonnya, yakni kaum milenial dan generasi-Z yang kini dominan dalam statistik demografi Indonesia.

     Kejelian sang sutradara Jastis niscaya selaras dengan kepiawaian produser Erik Yusuf bersama Helvy TR di bawah bendera Warna Pictures. Pasti bukan tanpa alasan ketika setting-place yang dipilih adalah Pasar Jabalia, Gaza Palestina dan kota Tasikmalaya Jawa Barat, dengan riak-dialek Priangan Timur yang agak vulgar dan kadang khas mendayu-dayu.

    Sungguh selaras, kompromi pemilihan para bintang yang pas dalam memerankan karakter yang dibangun penovelnya: Helvy dan Benny. Tokoh Rahmat Asyraf Pranaja (Fauzi Baadila) seorang jurnalis sang pendosa yang bersemangat menebus masa lalunya, mampu mengekspresikan kegelisahan dan irrasionalitas tindakannya. Sementara tokoh Hayya Qasim (Amna Hasanah Shahab) dipoles karakternya persis sebagaimana persepsi kita terhadap anak-anak Palestin yang full-traumatik, sarat bully dan nyaris kehilangan masa kanaknya karena direnggut Zionis super-biadab.

       Tokoh penting lain yang menyempurnakan multi adegan itu adalah: Adhin Abdul Hakim sebagai Adhin, sangat berhasil meluruhkan 'pembrontakan' jiwa Rahmat dan mampu menyuguhkan banyolan-intelek dalam kebersamaan peran di pelataran jihadnya. Bintang-bintang berbakat lain yang mendukung keberhasilan HAYYA ini adalah mereka yang terbukti mampu memerankan sekuel The Power of Love 2. Mereka adalah novelis Asma Nadia, Meyda Sefira, Ria Ricis, Humaidi Abas dan Hamas Syahid.

       Betapapun, film HAYYA adalah simbol kebangkitan ghiroh ummat dunia, beragama apa pun, yg masih peduli akan peri kemanusiaan dan peri keadilan demi mendukung eksistensi Bangsa Palestin. Lebih dari itu, bagi "Wong Linggau" novel dan film HAYYA adalah menjulang-tingginya bendera SILAMPARI yang bertajuk #JIHADBUDAYA.

       Yang menjulangkannya adalah seorang sarjana pertanian: BENNY ARNAS. Bukan yang lain! Allohu'alam bishowab.

[Muarabeliti, September 24, 2019] *) Blogger: www.andikatuan.net

Selasa, 24 Maret 2020

TENGGELAMNYA VAN DER WIJK (2)

MENGENANG ROMAN BARI: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK (2)

Oleh: Hendy UP *)

      Pada mozaik ke-26 (hal 204), dituturkan bahwa pada 20 Oktober 1936, Zainuddin pulang dari Malang utk tugas jurnalistiknya. Masuk ke rumahnya di sudut gang di Surabaya dengan wajah muram nan murung. Sungguh jiwanya sangat menyesali. Akan tetapi, dendam kesumat cintanya dan arogansi kelelakianya telah mampu membentengi dan meredam getaran sinyal ketulusan jiwa yg sesungguhnya, kepada Hayati.

     Kemarin pagi, di rumah ini, dengan tegas nan ketus setengah mengusir Hayati yg memasrahkan cintanya dengan bahasa yang dalam, dari jiwa yang bertimbun luka nan ringkih terkoyak adat kampungnya; dari kegagalan perkawinannya dengan Azis atas pilihan tradisi lingkungannya, ninik-mamaknya.

     Dan pagi ini, di kamarnya, Zainuddin menerima surat panjang terakhir Hayati, berangkai 20 paragraf, yang dititipkan kepada sahabatnya Muluk. Maka dibacalah dengan perasaan nan gusar lagi bergetar:

      "Pergantungan jiwaku, Zainuddin! Kemana lagi langit tempatku bernaung, setelah engkau hilang dari padaku Zainuddin. Apakah artinya hidup ini bagiku kalau engkau pun telah memupus namaku dari hatimu!

      Sungguh besar sekali harapanku hendak hidup di dekatmu, akan berkhidmat kepadamu dg segenap daya dan upaya, supaya mimpi yg telah engkau rekatkan sekian lamanya bisa makbul. Supaya dpt segala kesalahan yg besar2 yg telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi.

     Tetapi cita2ku itu tinggal selamanya menjadi cita2, karena engkau sendiri yg menutupkan pintu di hadapanku: saya kau larang masuk, sebab engkau hendak mencurahkan segala dendam kesakitan yg telah sekian lama bersarang dalam hatimu, yg selalu menghambat2 perasaan cinta yang suci.

     Zainuddin! Apakah artinya harta dan perbantuan itu bagiku, kalau bukan dirimu yg ada di dekatku? Saya turutkan permintaan itu, saya akan pulang. Tetapi percayalah Zainuddin bhw saya pulang ke kampungku, hanya dua yg kunantikan. Pertama kedatanganmu kembali, menurut janjiku yg bermula, yaitu akan menunggumu, biar berbilang tahun, biar berganti musim. Dan yg kedua, ialah menunggu maut, biar saya mati dg meratapi keberuntungan yg hanya bergantung di awang2 itu.

       "  .......... "

     Selamat tinggal Zainuddin! Selamat tinggal, wahai orang yg kucintai di dunia ini. Seketika saya meninggalkan rumahmu, hanya namamu yg tetap jadi sebutanku. Dan agaknya kelak, engkaulah yg akan terpatri dlm do'aku, bila saya menghadap Tuhan di akhirat.....

      Mana tahu, umur di dlm tangan Allah! Jika saya mati dahulu, dan masih sempat engkau ziarah ke tanah pusaraku, bacakanlah doa di atasnya, tanamkan di sana daun puding panca warna dari bekas tanganmu sendiri, utk jadi tanda bhw di sanalah terkuburnya seorang perempuan muda, yg hidupnya penuh dg penderitaan dan kedukaan, dan matinya diremuk rindu dan dendam.

       Mengapa suratku ini banyak membicarakan mati? Entahlah Zainuddin, saya sendiri pun heran, seakan2 kematian itu telah dekat datangnya. Kalau kumati dahulu dari padamu, jangan kau berduka hati, melainkan sempurnakanlah permohonan doa kpd Tuhan, moga2 jika banyak benar halangan pertemuan kita di dunia, terlapangkanlah pertemuan kita di akhirat, pertemuan yg tdk akan diakhiri lagi dg maut dan tdk dipisahkan oleh rasam-basi manusia....

       Selamat tinggal Zainuddin! Dan biarlah penutup surat ini kuambil perkataan yg paling enak kuucapkan di mulutku dan agaknya entah dg itu kututup hayatku ~ di samping menyebut kalimat syahadat ~ yaitu: aku cinta akan engkau, dan kalau kumati, adalah kematianku di dalam mengenangkan engkau...."

      Sambutlah salam dari: HAYATI.

*) Muarabeliti, Selasa 24 Maret 2020.

[Sumber: idem Novel HAMKA 1938-1]

TENGGELAMNYA VAN DER WIJK (1)

MENGENANG ROMAN BARI: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK 1938.

Oleh: Hendy UP *)

     Adalah karya sastra monumental di tahun 1938 ~ 19thn sebelum aku dilahirkan ~ dari seorang ulama besar HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) di masa belianya. Pertama kali terbit di majalah "Pedoman Masyarakat" yang dipimpin oleh HAMKA sendiri pada tahun 1938. Usia beliau saat itu 31 tahun. Karya monumental lainnya adalah "Di Bawah Lindungan Ka'bah".

     Kemudian diterbitkan dlm bentuk buku roman oleh M. Syarkawi dua kali (1939 & 1949); dan mendapat kritikan keras dari kalangan agamawan karena dianggap menyalahi kebiasaan dan kelaziman adat tradisi kala itu (1938-1948). Penerbitan selanjutnya dikelola oleh PN. Balai Pustaka hingga ke-7. Mulai penerbitan ke-8 (1961) hingga ke-17 diurus oleh Penerbit Nusantara (swasta). Dan cetakan ke-18 (1986) dan seterusnya diterbitkan oleh PT. Bulan Bintang, yang dicetak oleh PT Midas Surya Grafindo, Jakarta dengan ISBN- 979-418-055-6.

      Roman kasih yang terkelindan antara Pemuda malang Zainuddin, 'gadih Minang' Hayati, Azis dan Khadijah dan Muluk itu terserak dalam 28 mozaik kisah, yakni:

1. Anak orang terbuang;
2. Yatim piatu;
3. Menuju negeri nenek moyang;
4. Tanah asal;
5. Cahaya hidup;
6. Berkirim-kiriman surat;
7. Pemandangan di dusun;
8. Berangkat;
9. Di Padangpanjang;
10. Pacu kuda dan pasar malam;
11. Bimbang;
12. Meminang;
13. Pertimbangan;
14. Pengharapan yang putus;
15. Perkawinan;
16. Menempuh hidup;
17. Jiwa pengarang;
18. Surat-surat Hayati kkp Khadijah;
19. Club anak Sumatera;
20. Rumah tangga;
21. Hati Zainuddin;
22. Dekat, tetapi berjauhan;
23. Surat cerai;
24. Air mata penghabisan;
25. Pulang;
26. Surat Hayati yang penghabisan;
27. Sepeninggal Hayati;
28. Penutup.

       Pada mozaik ke-25 "Pulang", dikisahkan begini: "Pagi-pagi hari Senin, 19 hari bulan Oktober 1936 kapal Van der Wijck yang menjalani ijin KPM dari Mengkasar telah berlabuh di Pelabuhan Tanjungperak. Kapal itu akan menuju Semarang, Tanjungpriuk dan terus ke Palembang. Penumpang-penumpang yg akan meneruskan pelayaran ke Padang harus pindah kapal di Pelabuhan Tanjungpriuk".

     Dan Hayati akan menaiki kapal itu, niatnya berlayar pulang ke Padang. Ternyata, qodarullah, di tengah laut Jawa 35 mil di barat Surabaya, Hayati menjemput ajalnya; setelah cintanya yang tulus ditolak dengan kejam-setikam oleh Zainuddin, karena dendam lelaki yang beralasan.

      Padahal, merongga di lubuk hati Zainuddin, sungguh hanya mencintai Hayati sepanjang hayatnya. Tetapi, gumpalan dendam cinta itu bergelulung berbuntal-buntal mengebat jantungnya, melingkari nuraninya. Dan diusirlah Hayati dengan sepedih hati. Sungguh kelak, sebuah penyesalan yg tak pernah dibayangkan akan membawa ajal kekasih satu-satunya sepanjang hidupnya.

      Pascaditolak cintanya, Hayati menorehkan seluruh cinta-jiwanya dalam berlembar-lembar kertas, yang ditinggalkan di ruang-tulis Zainuddin. Itulah lelehan jiwa Hayati yang menularkan virus kematian utk lelaki idamannya: Zainuddin ahli waris budaya dari Negeri Batipuh X Koto wilayah Padangpanjang.

[Bersambung ke Novel HAMKA (2)]

*) Muarabeliti, Senin 23 Maret 2020.

[Ditukil dari Roman Bari "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck", Penerbit Bulan Bintang, Jkt; Cet ke-18, 1986, 224 hal: 21 cm].

Senin, 23 Maret 2020

KAKAWIN HARIWANGSA

KAKAWIN HARIWANGSA
GUBAHAN: MPU PANULUH

Hana desa lengong leyep langonya/
Ri Yawadwipa kasankhya nusa sasri/ Palupuy Hyang Agastya tan hanoli/
Ya tika trasa hilang halepnya mangke//

Umuwah ta sira ng watek hyang aswi/ Anuduh te ri bhatara padmanabha/
Ya tika pulihen langonya raksan/
Ri sira, hyang hari tan wihang lumampah//

Irikan dadi bhupati prasiddha/ Maripurnnaken ikang prajatisobha/ Subhaga n madhusudanawatara/
Sira ta sri jaya-satru kaprakasa//

Tuwi sang Hyang Agastya yatna sighra/ Atemah bhiksuka pandhitadhikara/ Guru de haji manggehing pangajyan/ Sira teka pinatihnikang sarajya//

Apageh pangadeg haji n haneng rat/ Samusuh sri naranatha kapwa bakti/ Anubhawa munindra karananya/ Kawidagdhanira ring bhayatisuksma//

Nda tan adwa muwah kretanikang rat/ Pada yatneng yasa-dana-dharmma-sastra/
Wwang angasraya mula-hina-dina/ Dumadak wreddhi sukanya ring samangka//

Ya ta kaprihati manah nararyya/
Ri masantananing artha tulya warsa/ Awaneh naranatha ring bhinukti/ Lilalila ta sira hyun ing kalangwan//.

(Ada sebuah negeri yg indah/ Keindahannya laksana di dlm impian, disebut Pulau Jawa, sebuah pulau yg megah/ Jawa adalah kitab dari Agastya yg sakti tiada bandingan/ pulau itu sekarang dihinggapi ketakutan, sehingga keindahannya lenyap//

Kemudian berkumpul dewa-dewa bersama Hyang Aswi/ bersama-sama memohon dg sangat kepada Bhatara Padmanabha/ untuk memperbaiki dan menjaga keindahan pulau tersebut/ Dewa Hari ikut serta pergi ke sana//

Kini Dia telah benar-benar menjadi raja/ yang menyempurnakan lagi kehidupan hamba sahayanya/ Dia adalah inkarnasi dari Madhusudana-awatara/ Dia termashur dengan nama Sri Jaya-satru (Jayabhaya)//.

Menurut Prof. Dr. Poerbatjaraka dlm "Agastya in de Archipel" ada hubungan antara Jayabhaya (titisan Wisynu) dg gurunya (titisan Agastya), yang terkait-hubung dg Tokoh Syaikh Syamsuddin al-Wasil (penyebar Islam di pedalaman Kediri) dg Sri Mapanji Jayabhaya.

*) Muarabeliti, Ahad 22 Maret 2020.

[Ditukil dari Buku ATLAS WALISONGO, Karya Agus Sunyoto, Penerbit Pustaka Iiman, Trans Pustaka & LTN PBNU, Cetakan ke-1, 2012. Hal 59-60 [406 hal].

Sabtu, 14 Maret 2020

SEJARAH KOLONIAL BELANDA (3)

SERIAL SEJARAH PENJAJAHAN BELANDA ERA 1602-1709 (3)

Oleh: Hendy UP *)

      Dari pengalaman beberapa kali pelayaran, ternyata semakin hari persaingan antarpesero semakin ketat dan cenderung kotor; apatah lagi mulai terjadi "kong-kalingkong" antara pengusaha dan penguasa. Di sisi lain, sistem administrasi dan manajemen yg terpusat di Nederland terlalu jauh daya kontrolnya. Maka, pada 1 September 1609 "de Heeren-17" utk pertama kalinya memutuskan perlunya pengangkatan seorang Gouverneur Generaal (GG) sebagai pimpinan tertinggi yg ditunjuk sbg "primus interpares"-nya, dg suatu "raad van Indie". Bahwa "genen admiraal ofte vys admiraal te stellen (over de uit te zeilen vloot)..... Oost Indien zynde" (bhw tdk akan diangkat admiraal atau vice-admiraal pada iringan kapal yg akan berlayar, kecuali sebagai penggantinya seorang GG; baik utk iringan kapal itu maupun utk comptoiren dan pertyen). Pejabat GG diangkat utk masa 4 atau 5 tahun dan harus tinggal di Hindia Belanda (Nusantara).

     Hal ini demi sentralisasi manajemen, berhubung meningkatnya volume perdagangan dan tuntutan besarnya pemasukan uang bagi negara (dan penguasa). Dinamika politik internal & eksternal di Nederland mendorong perlunya pengawasan oleh semua elemen masya. Dan salah satu tokoh, yakni Pieter Both diajukan ke Staten Generaal (Perlemen) utk pengesahannya pada rapat 27 November 1609. Pengangkatan GG Pieter Both mengemban mandat atas seluruh benteng, kantor2, tempat2 (pelabuhan dll), dan orang2 negotie dari VOC. Dlm plakat Staten Generaal tgl 27 Nov 1609, terhdp gubernur pertama itu sebagai "Onze Goeverneur Generaal, onzegebeid aldaar, en de plaatsen die wij en de onzen in de Oost Indiens houden en bezitten" (GG kita di wilayah kita di sana, dan tempat2 yg kita pegang dan kita punya di Hindia Timur).

      Real tugas di Nusantara, setelah persiapan dan perjalanan pelayaran, GG Pieter Both praktis dimulai pada awal 1610. Tugas pertama yg diemban GG Pieter Both (Pasal 1 Raad van Indie) adalah membentuk suatu badan atau college pemerintahan mengenai segala tindakan dan urusan Kompeni di Hindia Belanda (Nusantara) yg disebut "Raad van Indie" terdiri 5 org: GG dan 2 org lainnya; dan 3 org ini memilih 2 org lagi dg suara terbanyak.

     Sebagai GG perintis, Pieter Both dipandang berhasil dlm membangun fondasi bisnis VOC dan menjalin kontrak2 dg para Sultan; termasuk para GG setelah Pieter Both. Saham2 VOC terus meningkat: Thn 1622 mencapai koers 300%; thn 1726 = 1.260%; thn 1672 = 250%; hingga pertengahan abad ke-18 = 750%; dan menjelang kebangkrutannya pada 1781 masih tersisa 215%. Dan pada 31 Des 1799, secara de facto dan de jure VOC dinyatakan pailit (bangkrut). Pada awalnya, 42 pasal yg mengatur tugas, hak dan kewajiban GG dan Raad sangatlah longgar dan tdk mengikat dan lebih bersifat nasihat, kecuali bidang peradilan.

     Pasal 8 berbunyi: "Aangaande hoe gij U in alle andere zaken (behalve de justie) de regering, commercie, trafique, mitsgaders de allianten met de Koningen en Potentanten van Indien betreffende, zult hebben te gedragen, daarop kunnen wij U geen vaste orde stellen, maar alleen raadgeven, instrueren, of ookeensdeels ordonnantie als volgt". (Ttg bgmn Tuan harus melakukan hal2 lain [kecuali yustisi], ttg pemerintahan, perdagangan, perhubungan, aliansi dg para raja/sultan yg berkuasa, kami tdk dpt memberi perintah yg tetap, kecuali memberi nasihat dan pedoman atau juga sebagian mengatur sebagai berikut).

     Produk hukum lainnya dari GG adalah berupa instruksi2 yg mengatur hak & kewajiban GG dan Raad (42 pasal) dlm kaitan dg pemerintahan Kompeni di Hindia Belanda antara lain: instruksi 14 (27) Nov 1609; 11 Mei 1613; 22 Agustus 1617; 17 Maret 1632 dan yg terpenting (monumental) adalah instruksi 26 April 1650. Luasnya kewenangan GG (dan Raad-nya), tidak hanya soal perdagangan di pelabuhan tetapi juga dlm hal bernegosiasi dengan para Sultan di luar Banten. Bahkan mulai "menyebarkan" para predikant (pendeta) dan guru2 ke berbagai pelosok daerah.

*) Muarabeliti, 9 Maret 2020

    

Senin, 09 Maret 2020

SEJARAH KOLONIAL BELANDA (2)

SERIAL SEJARAH PENJAJAHAN BELANDA ERA 1595-1602 (2)

Oleh: Hendy UP *)

      Kendati lawatan Tim Ekspedisi perdana ke Nusantao (Nusantara) yg dipimpin Cornelis de Houtman meninggalkan dukacita mendalam bagi Belanda (163 tewas dari 250 [249?] org awak), tetapi jalan ke negeri pusat rempah2 di Timur Jauh telah terbuka. Ketakutan akan "gangguan" Spanyol dan Portugis baik di perjalanan pelayaran dan di negeri2 yg telah lebih dahulu dijelajahi oleh kedua kerajaan musuh itu, mulai berkurang.

    Pada awalnya, Pemerintah Nederland seakan tidak menyokong penuh upaya pengamanan Tim Ekspedisi ini, misalnya mempersenjatai awak kapal dg ijin khusus. Bahkan Pemerintah melarang upaya kekerasan di perjalanan, kecuali diserang lebih dulu oleh perompak bajak laut atau siapa pun. Namun kemudian, setelah beberapa kali mengadakan pelayaran, asas tersebut tidak berlaku.

      Dengan kepiawaian para direktur perseroan yang dimotori oleh pemilik NV. Oude Compagnie, disepakatilah untuk melanjutkan pelayaran ke Banten (dan kemudian Ambon) sebagai pusat rempah2. Ke-9 poorters itu sebagai "bewind hebbers"  (bewind = pemerintah, hebbers = pemilik) adalah: Gerryt Bicker, Dirk van Oos, Vincent van Bronckhorst, Symon Jansz Fortuyn, Geurt Dirxs, Cornelis van Campen, Jacob Thomasz van den Dael, Elbert Simonzs Jonckheyn, dan Jan Hermansz.

      Antara tahun 1597-1598 mereka berpatungan utk berinvestasi sebesar £.768.466 utk membangun 8 kapal dan sarana lainnya serta modal awal utk pelayaran yang kedua. Pada 1 Jan 1598, berangkatlah Tim Dagang kedua menuju Banten via Madagaskar, Cornelis de Houtman sbg penunjuk jalan. Tiba di Banten pada 28 November 1598. Namun dlm perjalanan pulang, di perairan Aceh, terjadi perlawanan sengit dengan pejuang Aceh. Terjadi "duel" di atas kapal Belanda antara Cornelis de Houtman dg Malahayati; dan Cornelis terbunuh dengan sebilah rencong pada 11 September 1599. Peristiwa tersebut dikenang sebagai "Inong Balee".

     Dari pengalaman kekacauan dan keributan pada ekspedisi pertama, kehadiran Tim di Banten lebih sopan dan kurang menunjukkan sikap keangkuhan. Di samping itu, Tim juga telah (berkolaborasi dg penguasa Nederland) dibekali "artiel-brief" dari Maurits sebagai Admiral Generaal, yakni berisi instruksi2 bagi pimpinan dan awak kapal (scheepsoverheden en scheepsvolk), syarat2 utk masuk kerja dan modal2 yg biasa dibawakan oleh Geoctrooide Oost-Indische Compagnie. Penerbitan article-brief itu sesungguhnya telah dikeluarkan 16 Januari 1595, sebelum berangkatan Tim Perdana, namun waktu itu belum dianggap penting.

       Sebagai "stadhoudher" (anggt Compagnie), masing2 pimpinan persero, juga dibawakan "surat syafa'at" (brieven van voorspraak) utk para Raja dan Sultan di Nusantara. Akan tetapi, karena masing2 persero berlomba mencari keuntungan sebesar2nya, maka persaingan antar stadhouder tak bisa dielakkan. Harga rempah2 di Nusantara semakin mahal bersaing, dan tentu tidak baik bagi persero & pemasukan negara Belanda.

     Kembali ke soal persaingan antar-perusahaan dagang, dari 9 poorters sebagai "bewind hebbers" yg awalnya ikut bergabung dlm "Compagnie van Verre", ternyata yg paling sukses adalah NV (Naamloze Vennotschap) Oude Compagnie. Dan demi kepentingan negara, dengan susah payah akhirnya "Staten-Generaal"  pada 20 Maret 1602 menerbitkan "oktroi monopoli" kepada "de Generale Nederlandsche Geooctrooiijeerde Oost Indische Compagnie" (GOIC, kemudian menjadi VOC).  Dan kelak, oktroi itu diperpanjang 12 kali hingga menjelang bangkrutnya VOC (31 Des 1799), yakni pada tahun: 1623 - 1647 -1673 - 1700 - 1741 - 1742 - 1743 - 1755 - 1777 - 1796 - 1798.

      Para direktur perseroan (9 bewind hebbers) masing2 duduk di kamar2 (kantor) besar dan kecil yg dikenal "de Heeren-17"; yakni 8 org dari Kamar Amsterdam, 4 org dari Zeeland (Middelberg), 1 org dari Rotterdam, 1 org dari Delf, 1 org dari Enkhuizen dan 1 org dari Hoorn atau kamar kecil lainnya.

*) Muarabeliti, 7 Maret 2020
   

[Sumber: idem Serial-1]

Rabu, 04 Maret 2020

SEJARAH KOLONIAL BELANDA (1)

SERIAL SEJARAH PENJAJAHAN BELANDA ERA 1595- 1602 (1)

Oleh: Hendy UP *)

    
     Dihimpit oleh kesulitan ekonomi akibat permusuhan dan peperangan dengan Kerajaan Katholik Spanyol dan Kerajaan Katholik Portugis di akhir abad 15, muncullah inisiatif para saudagar (poorters en de koopluijden) di negeri Belanda utk mengambil terobosan niaga dengan cara mempelajari asal-usul komoditas primadona masy Eropa, yakni rempah2, kopi dll. Mereka bertekad kuat utk membeli langsung dari negara produsen di Nusantao/Nusantara. Karena keterbatasan pengetahuan geografi kala itu, mereka menganggapnya sebagai negeri Hindia di Timur Jauh. Mereka tahu bhw Portugis telah lebih dulu memiliki jaringan niaga rempah2 ke Timur Jauh itu.

    Pada 1592, diutuslah 2 orang pelayar, yakni Cornelis de Houtman ke Lisboa untuk mencari informasi ttg rempah2 (penyamar), dan Jan Huygen van Linschoten ke India utk mencari informasi lapangan ttg rempah2, karena menduga bhw India adalah produsen rempah2. Hasil pelacakan kedua utusan itu disimpulkan bhw Banten di Timur Jauh adalah negeri penghasil rempah2 yg sesungguhnya.

     Pada tahun 1594, para saudagar (9 org) Belanda mulai mendirikan "Compagnie van Verre" (perusahaan jarak jauh); dan pada 2 April 1595 berangkatlah rombongan dari Texel (Nederland) dengan 3 kapal dan 1 jacht dengan 250 awaknya, dipimpin oleh Cornelis de Houtman (lahir di Gauda, Holland, 2 April 1565) dengan tujuan Banten. Karena minimnya pengalaman berlayar, maka jalur yg dipilih adalah mengitari pantai barat- selatan Afrika, melewati Madagaskar, menyelusuri pantai India dan Srilangka.

     Terbatasnya logistik dan minimnya pengalaman, tak ayal terjadi "keributan" di atas kapal bahkan saling bunuh. Di Madagaskar mulanya hendak beristirahat sementara, tapi menjadi lama (lk 6 bln) dan terjadi pembunuhan antarawak kapal hingga ada monument "kuburan Belanda" di Madagaskar.

      Pada 5 Juni 1596 (lk.14 bulan) rombongan itu sampai di pulau Enggano (sebelah barat wilayah Bengkulu). Lalu meneruskan pelayaran ke Teluk Banten dan tiba pada 23 (atau 27?) Juni 1596. Kala itu Sultan Banten sdh menjalin hub dagang dg Portugis yg juga sebagian saudagarnya menetap di Banten. Sebagaimana layaknya pedagang, selama di Banten mencari komoditas rempah dan hasil bumi lainnya, mempelajari sosio-kultur pribumi, berkomunikasi secara terbatas (beda bahasa), serta mulai menjalin kemitraan dagang dengan Sultan Banten dan sekitarnya.

     Akan tetapi, karena perilaku dan tabiat orang2 Belanda itu kasar dan tdk ramah, maka terjadi perselisihan dan keributan dengan pribumi. Hal ini dimanfaatkan saudagar Portugis yg berkolaborasi dg Sultan Banten utk mengusir Belanda. Belanda hengkang, pergi ke pesisir utara Jawa dan tiba di Madura. Terjadi pula keributan dg pribumi dan memakan korban di kedua pihak, bahkan salah satu kapal Belanda dirampas utk kemudian membayar denda. Lalu pergi ke Bali, dan lagi2 terjadi perlawanan sengit pada 26 Februari 1597. Lalu singgah di Pulau Bawean di laut Jawa karena ada kerusakan sebuah kapalnya hingga akhirnya dibakar sendiri oleh Belanda pada 1597.

      Setelah dirasa cukup mendapatkan rempah2, maka pulanglah ke negerinya dengan sisa 3 kapal dan 87 awak yg selamat dan 163 tewas. Dengan susah payah, akhirnya rombongan tiba di Texel Nederland pada 14 Agustus 1597; dan disambut meriah seakan sbg pahlawan yg pulang dari medan juang.

(Bersambung ke: SEJARAH KOLONIAL BELANDA-2).

*) Muarabeliti, 4 Maret 2020.

[Ditukil dari berbagai sumber: Portal Sejarah; Wikipedia; Api Sejarah (AM Suryanegara, 2015); Sejarah Pemerintahan Daerah (Irawan Soejito, 1976); Ichtisar Perkembangan Otoda 1903-1958 (Amrah Muslimin, LAN, 1960); Susunan Neg Kita 1903-1954 (Prof. Soenarko, 1955); Atlas Walisongo (Agus Sunyoto, 2016); Negara Paripurna (Yudi Latif, 2011)].

Senin, 02 Maret 2020

SEJARAH PERANG DINGIN

PERANG DINGIN & GERAKAN NON-BLOK (1947-1980-1991)

Oleh: Hendy UP *)

     Istilah Perang Dingin (PDi) yang dlm bhs Rusia disebut "kholodnaya voyna" dipopulerkan pertama kali pada 1947 oleh Bernard Baruch & Walter Lippman; untuk menggambarkan ketegangan diplomatik dan militer antara AS (dan Inggris) dg sekutunya (Blok Barat/NATO) versus Uni Soviet (US) dg aliansinya (Blok Timur/Fakta Warsawa). Padahal, AS & US beserta Inggris adalah sekutu utama dalam menghadapi musuh bersama yakni German-Nazi, Italia dan Jepang pada Perang Dunia II 1939-1945.

     Muasal PDi itu adalah perbedaan dalil "politik-ideologis" terutama antara AS dan US utk membangun "dunia baru" khususnya di kawasan Eropa pasca-PD II. Di sisi lain, sejak 1943 - 1960 terjadi gelombang demokrasi kedua (Samuel Huntington) dan melahirkan gerakan Dekolonisasi/Antikolonial yg merebak di kws Asia, Afrika dan Amerika Latin; kemudian melahirkan konsepsi baru ttg "self-determination" (kebebasan utk merdeka).

     Dampak PDi selama 33 tahunan itu sungguh luar biasa; menimbulkan persaingan sengit di kedua blok, terutama bidang: koalisi militer, ideologi, psikologi, telik sandi, industri militer, teknologi nuklir dan sektor ikutannya. Ketika AS membangun "benteng" pertahanan thd komunis yg dianut US sbg negara komunis pertama di dunia, berdampak thd terbentuknya "koalisi dan aliansi", dan menimbulkan perang regional antarnegara serta invasi di berbagai kawasan.

      Perang Korea, perang Vietnam, invasi US thd Hungaria dan Cekoslovakia; munculnya kediktatoran Yunani dan negara2 di Amerika Selatan, krisis Rudal Kuba dan krisis Timur Tengah, pecahnya negara German dengan tembok Berlinnya, adalah dampak turunan atas merebaknya PDi di berbagai kawasan.

     Secara de facto, PDi mulai berakhir pada 1980-an ketika pemimpin US Mikhail Gorbachev meluncurkan program reformasi, perestroika dan glasnot; dan sejak itulah secara konstan US kehilangan kekuatannya terhadap Eropa Timur hingga akhirnya US bubar-blas pada 1991 dan kembali menjadi negara Russia dengan risiko hilangnya sebagian wilayah yang mayoritas dihuni ummat Muslimin.

     Dihimpit oleh kait-kelindan PDi, Indonesia yang baru saja merdeka, berada pada posisi yang sungguh sulit secara politis-ideologis. Menurut Yudi Latif (2011), PDi membawa "konflik sistem" yang frontal antara sistem pasar yg berorientasi kesejahteraan model demokrasi liberal di satu sisi, dengan sistem ekonomi komando yg berasal dari teori Marxis di Eropa Barat berikut dampak buruknya akibat "laissez-faire".

      Untunglah Tuhan mengirimkan Bung Karno & Bung Hatta dari langit sebagai "National-Heroes" ke Bumi Nusantara. Berkat kepiawaiannya, Bung Karno mampu "berduel" secara politik tingkat tinggi dengan kedua pemimpin Blok ((AS & US). Lalu terinspirasi oleh pidato Nehru di Colombo (1954), Bung Karno menyusun konsep besar Gerakan Non-Blok yg kemudian menjelma menjadi KTT Asia-Afrika di Bandung pada 18 April 1955.

      Pemimpin Dunia dari Kawasan Asia- Afrika (dan Eropa) yang menggagas Gerakan Non-Blok itu adalah: (1) Bung Karno/Indonesia, (2) Pandit Jawaharlal Nehru/India, (3) Josep Broz Tito/Yugoslavia, (4) Gammal Abdul Nasser/Mesir, dan (5) Kwame Nkrumah/Ghanna Afrika. Bagi Indonesia, KTT-AA dan gerakan Non-Blok ini melahirkan politik luar negeri "bebas-aktif" yg meramu-padukan "political-idealism" dan "political-realism" dlm kancah internationalism. Dengan kata lain, posisi Indonesia utk memperjuangkan koeksistensi damai dlm selimut PDi, bagaikan "MENDAYUNG DI ANTARA DUA KARANG".

     Istilah sastrawi ini diungkapkan oleh Hatta di Yogyakarta pada 1948 di hadapan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat. Padahal, metafora dan gagasan Hatta yang cerdas nan bijak ini, juga sedang menyindir suasana konflik internal antarkelompok elite partai sebagai luberan konflik internasional pasca-Linggarjati dan  Renville. Allohua'lam!

*) Muarabeliti, 2 Maret 2020

[Ditukil dari berbagai sumber, utamanya buku "NEGARA PARIPURNA: HISTORISITAS, RASIONALITAS DAN AKTUALITAS PANCASILA", Yudi Latif, PT. Gramedia, Jkt, 2011. Cet ke-1, 667 hal].

Jumat, 28 Februari 2020

SEJARAH GUBERNUR JENDERAL BELANDA

GUB. JENDERAL BELANDA & INGGRIS DI INDONESIA

Oleh: Hendy UP *)

     Ketika Belanda pertama kali datang di Banten pada 23 Juni 1596 hingga 1609, kedudukannya murni berdagang dengan para Sultan di Nusantara. Dengan desakan akan perlunya sentralisasi administrasi, maka diangkatlah utk pertama kalinya GG dengan suatu Raad van Indie 1609.

A. PARA GOUVERNEUR GENERAAL BELANDA:

1. Pieter Both (1610-1614);
2. Cerrit Reynst (1614-1615);
3. Laurens Rezal (1615-1619);
4. Jan Pietersz Coen (1619-1623);
5. Pieter Carpentier (1623-1627);
6. Jan Pietersz Coen (1627-1629);
7. Jacques Specx (1629-1632);
8. Hendrik Brouwer (1632-1636);
9. Antonie van Diemen (1636-1645);
10. Cornelis van der Lyn (1645-1650); 11. Carel Reiniersz (1650-1653);
12. Mr. Joan Maetsuyker (1653-1678); 13. Ryklof van Coen (1678-1681);
14. Cornelis J. Speelman (1681-1684); 15. Johannes Camphuys (1684-1691); 16. Willem van Outhoorn (1691-1704); 17. Joan van Hoorn (1704-1709);
18. Abraham van Riebeeck (1709-1713); 19. Christoffel van Swol (1713-1718); 20. Hendrik Zwaardecroon (1718-1725); 21. Mattheus De Haan (1725-1729);
22. Mr. Diederik Durven (1729-1732); 23. Dirk van Cloon (1732-1735);
24. Abraham Patras (1735-1737);
25. Adriaan Valekenier (1737-1741);
26. Johannes Thedens (1741-1743);
27. Gustaaf WB van Imhoff (1743-1750);
28. Jacob Mossel (1750-1761);
29. Petrus A. van der Parra (1761-1775);
30. Jeremis van Riemsdyk (1775-1777); 31. Reinier De Klerk (1777-1780);
32. Mr. Willem Arnold Alting (1780-1796);
33. Mr. Pieter G. van Ov. (1796-1801); 34. Johannes Sieberg (1801-1804);
35. Albertus Hen Ricus W (1804-1808); 36. Mr. Herman W. Daendels (1808-1811);
37. Jan Willem Janssen (1811-1811);

B. PARA PETINGGI INGGRIS (SEMENTARA: 1811-1816)

1. Lord Minto (1811).
2. Thomas Stamfort Raffles (Luitenant Gouverneur: 1811-1816).
3. John Fendall (Luitenant Gouverneur: 1816).

C. GG BELANDA KEMBALI

38. Godert Alexander Gerard Philip Baron van der Capellen (1819-1826); 39. Hendrik Merkus De Kock, Luitntenan Gouverneur Generaal, (1826-1830);
40. Johannes G. van Den Bosch (1830-1833);
41. Joan Chretian Baud (1833-1836);
42. Dominique J. De Eerens (1836-1840);
43. Carel Sirardus Willem Graaf van Hogendorp, waarnemed (1840-1841): 44. Mr. Pieter Merkus, waarnemend (wd) (1841-1843);
45. Mr. Pieter Merkus, wd (1843-1844); 46. Jhr. Joan Cornelis Reynst (1844-1845);
47. Jan Jacob Rochussen (1845-1851); 48. Mr. George Isaac Bruce (wafat di Bld sebelum berangkat ke Nusantara); 49. Mr. Albertus Jacob Duymaer van Twist (1851-1856);
50. Charles Ferdinand Pahud (1856-1861);
51. Mr. Ary Frins, wd (1861);
52. Mr. Ludolf Anne Jan Wilt Baron Slect van Der Beele (1861-1866);
53. Mr. Ary Prins, wd (1866);
54. Mr. Pieter Myer (1866);
55. Mr. James Loudon (1872-1875);
56. Mr. Johan Willem van Lansberg (1875-1881);
57. Frederik S'Jacob (1881-1884);
58. Otto van Rees (1884-1888);
59. Mr. Cornelis Pynacker Hordyk (1888-1893);
60. Jhr. Karel Herman Aart van Der Wyck (1893-1899);
61. Willem Rooseboom (1899-1904);
62. Joannes Benedictus van Heutsz (1904-1909);
63. Alexander Willem Frederik Idenburg (1909-1916);
64. Mr. Johan Paul Graaf van Linburg Stirum (1916-1921);
65. Mr. Dirk Foek (1921-1926);
66. Mr. Andries Cornelis Dirk de Graaff (1926-1931);
67. Mr. Boninfacius Cornelis de Jonge (1931-1936);
68. Jonkheer Tjarda van Starkenborgh Stashouwer (1936-1942).

D. PARA KOMISARIS GENERAAL

1. Henrik Adriaan van Reede tot Drakenstein (1684-1692);
2. Mr. Sebastiaan Cornelis Nederburgh (1791);
3. Simon Hendrik Frykenis (1791);
4. Mr. Willem Arnold Alting (1791);
5. Johanes Siberg (1793);
6. Mr. Pieter G. van Overstraten (1796); 7. Mr. C. Th. Elout (1805-1806);
8. C.H. van Grasveld (1805-1806);
9. Mr. Cornelis Theodorus Elout (1816-1819);
10. Godert Alexander Gerard Philip Baron van Der Capellen (1816-1819); 11. Arnold Adriaan Buyskes (1816-1819);
12. Leonard Pieter Josef Burggraaf Du Bus de Gisignies (1826);
13. Johannes Graaf van Den Bosch (1833).

*)Muarabeliti, 27 Februari 2020.

[Ditukil dari buku "SEJARAH PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA", Karya Irawan Soejito, Pradnya Paramita, Jakarta, 1976].

Kamis, 20 Februari 2020

TOKOH BUNG KARNO (2)

BUNG KARNO & HARI-HARI BERSEJARAH DI AWAL NKRI (2-HABIS)

Oleh: Hendy UP *)

● 27 November 1949:
Penyelenggaraan Konferensi Medja Bundar (KMB) di Den Haag Belanda. Bung Hatta bertindak mewakili RI dan menandatangani dokumen perjanjian KMB.

● 17 Desember 1949:
Bung Karno dipindahkan ke Djakarta.

● 28 Desember 1949:
Kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.

● 17 Oktober 1952:
Meriam tentara diarahkan ke Istana Negara yang dikenal dengan "Peristiwa 17 Oktober".

● 7 Juli 1953:
Bung Karno menikah (ke-3) dengan Ny. Hartini.

● 18 April 1955:
Penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika dibuka Bung Karno di Bandung.

● Juli 1955:
Bung Karno menunaikan ibadah haji.

● 29 September 1955:
Pemilu I untuk memilih anggt. DPR.

● 15 Desember 1955:
Pemilu II untuk memilih anggt. Konstituante.

● 10 November 1956:
Pembukaan Sidang Konstituante di Bandung.

● 1 Desember 1956:
Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wapres.

● 21 Februari 1957:
Konsepsi Presiden diumumkan Bung Karno di Istana Negara.

● 1957:
Percobaan pembunuhan kepada Bung Karno yang dikenal "Peristiwa Tjikini".

● 14 September 1957:
Pernyataan bersama Bung Karno dan Bung Hatta.

● 15 Februari 1958:
Pemberontakan PRRI/PERMESTA meletus.

● 5 Juli 1959:
Dekrit Presiden tentang Pembubaran Konstituante dan kembali ke UUD 1945.

● 17 Agustus 1959:
Manifesto Politik (Manipol) RI dinyatakan sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.

● 1960:
Percobaan pembunuhan kpd Bung Karno dengan serangan roket ke Istana Negara.

● 30 September 1960:
Pidato Bung Karno di Sidang Umum PBB yang berjudul "To Build The World a New" dan mendapat sambutan luas.

● 1961:
Percobaan pembunuhan terhadap Bung Karno dg pistol ketika melaksanakan ibadah shalat Idul Adha di halaman Istana Merdeka.

● 19 Desember 1961:
Tri Komando Rakyat (Trikora) diumumkan di Yogyakarta.

● 3 Maret 1962:
Bung Karno menikah (ke-4) dengan Ratna Sari Dewi dari Jepang.

● 1 Oktober 1962:
Irian Barat (Papua Barat) diserahkan Belanda kpd United Temporary Executive Administration (UNTEA).

● 24 April 1963:
Pembukaan Konferensi Wanita Asia-Afrika di Jakarta.

● 1 Mei 1963:
Irian Barat kembali ke pangkuan NKRI.

● 4 Mei 1963:
Bung Karno berkunjung ke Irian Barat.

● 21 Mei 1963:
Bung Karno menikah (ke-5) dengan Ny. Haryati.

● 10 November 1963:
Pembukaan Games of New Emerging Forces (GANEFO) yang pertama di Jkt, sebagai pesta olahraga bagi negara-negara berkembang untuk menyaingi pesta olahraga Olimpiade.

● 3 Mei 1964:
Dwi Konando Rakyat (Dwikora) diumumkan.

● 6 Maret 1965:
Pembukaan Konferensi Islam Asia-Afrika dibuka di Bandung.

● 18 April 1965:
Peringatan pertama Dasawarsa Konferensi Asia-Afrika di Jkt.

● 30 September 1965:
Gerakan kontra revolusi meletus di Jkt yang dikenal dengan "G-30S PKI".

● 1 Oktober 1965:
Para pahlawan gugur akibat pembantaian di Lubangbuaya oleh PKI.

● 11 Maret 1966:
Presiden Soekarno mengeluarkan SURAT PERINTAH SEBELAS MARET (Supersemar) kepada Menteri Pangad Letnan Soeharto utk mengendalikan keamanan negara.

● 20 Februari 1967:
Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Djenderal Soeharto.

● 7-12 Maret 1967:
Bung Karno diberhentikan sebagai Presiden RI oleh MPRS setelah pidato pertanggunganjawaban yang berjudul "Nawaksara" ditolak MPRS.

● 21 Juni 1970:
Bung Karno wafat setelah dikenai tahanan rumah selama 3 tahun, di Wisma Yaso Jkt dan di Batutulis Bogor.

● 21 Juni 1979:
Peresmian Pemugaran Makam Bung Karno di Blitar oleh Presiden Soeharto.

● 14 Mei 1980:
Ibu negara Fatmawati wafat di Jakarta.  [*]

*) Muarabeliti, 20 Februari 2020.