Selasa, 24 Maret 2020

TENGGELAMNYA VAN DER WIJK (1)

MENGENANG ROMAN BARI: TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK 1938.

Oleh: Hendy UP *)

     Adalah karya sastra monumental di tahun 1938 ~ 19thn sebelum aku dilahirkan ~ dari seorang ulama besar HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) di masa belianya. Pertama kali terbit di majalah "Pedoman Masyarakat" yang dipimpin oleh HAMKA sendiri pada tahun 1938. Usia beliau saat itu 31 tahun. Karya monumental lainnya adalah "Di Bawah Lindungan Ka'bah".

     Kemudian diterbitkan dlm bentuk buku roman oleh M. Syarkawi dua kali (1939 & 1949); dan mendapat kritikan keras dari kalangan agamawan karena dianggap menyalahi kebiasaan dan kelaziman adat tradisi kala itu (1938-1948). Penerbitan selanjutnya dikelola oleh PN. Balai Pustaka hingga ke-7. Mulai penerbitan ke-8 (1961) hingga ke-17 diurus oleh Penerbit Nusantara (swasta). Dan cetakan ke-18 (1986) dan seterusnya diterbitkan oleh PT. Bulan Bintang, yang dicetak oleh PT Midas Surya Grafindo, Jakarta dengan ISBN- 979-418-055-6.

      Roman kasih yang terkelindan antara Pemuda malang Zainuddin, 'gadih Minang' Hayati, Azis dan Khadijah dan Muluk itu terserak dalam 28 mozaik kisah, yakni:

1. Anak orang terbuang;
2. Yatim piatu;
3. Menuju negeri nenek moyang;
4. Tanah asal;
5. Cahaya hidup;
6. Berkirim-kiriman surat;
7. Pemandangan di dusun;
8. Berangkat;
9. Di Padangpanjang;
10. Pacu kuda dan pasar malam;
11. Bimbang;
12. Meminang;
13. Pertimbangan;
14. Pengharapan yang putus;
15. Perkawinan;
16. Menempuh hidup;
17. Jiwa pengarang;
18. Surat-surat Hayati kkp Khadijah;
19. Club anak Sumatera;
20. Rumah tangga;
21. Hati Zainuddin;
22. Dekat, tetapi berjauhan;
23. Surat cerai;
24. Air mata penghabisan;
25. Pulang;
26. Surat Hayati yang penghabisan;
27. Sepeninggal Hayati;
28. Penutup.

       Pada mozaik ke-25 "Pulang", dikisahkan begini: "Pagi-pagi hari Senin, 19 hari bulan Oktober 1936 kapal Van der Wijck yang menjalani ijin KPM dari Mengkasar telah berlabuh di Pelabuhan Tanjungperak. Kapal itu akan menuju Semarang, Tanjungpriuk dan terus ke Palembang. Penumpang-penumpang yg akan meneruskan pelayaran ke Padang harus pindah kapal di Pelabuhan Tanjungpriuk".

     Dan Hayati akan menaiki kapal itu, niatnya berlayar pulang ke Padang. Ternyata, qodarullah, di tengah laut Jawa 35 mil di barat Surabaya, Hayati menjemput ajalnya; setelah cintanya yang tulus ditolak dengan kejam-setikam oleh Zainuddin, karena dendam lelaki yang beralasan.

      Padahal, merongga di lubuk hati Zainuddin, sungguh hanya mencintai Hayati sepanjang hayatnya. Tetapi, gumpalan dendam cinta itu bergelulung berbuntal-buntal mengebat jantungnya, melingkari nuraninya. Dan diusirlah Hayati dengan sepedih hati. Sungguh kelak, sebuah penyesalan yg tak pernah dibayangkan akan membawa ajal kekasih satu-satunya sepanjang hidupnya.

      Pascaditolak cintanya, Hayati menorehkan seluruh cinta-jiwanya dalam berlembar-lembar kertas, yang ditinggalkan di ruang-tulis Zainuddin. Itulah lelehan jiwa Hayati yang menularkan virus kematian utk lelaki idamannya: Zainuddin ahli waris budaya dari Negeri Batipuh X Koto wilayah Padangpanjang.

[Bersambung ke Novel HAMKA (2)]

*) Muarabeliti, Senin 23 Maret 2020.

[Ditukil dari Roman Bari "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck", Penerbit Bulan Bintang, Jkt; Cet ke-18, 1986, 224 hal: 21 cm].

0 komentar:

Posting Komentar