Entah sejak kapan tak terlacak, tanaman
karet adalah simbol ekonomi masyarakat Musirawas~Sumbagsel, bahkan
seantero Andalas hingga Nusa Borneo.
Masyarakat Silampari bari, khususnya suku Musi Lembak yang menghuni Daerah Aliran Sungai Musi Uluan menyebut tanaman karet dengan istilah 'para'. Itulah nama aslinya ketika ditemukan seorang petani di pinggiran sungai Amazon yang bermuara di Samudera Atlantik, setelah meliuk~liuk melintasi lima negara: Brazilia, Peru, Kolombia, Ekuador dan Bolivia.
Komunitas Muarabeliti atau suku Musi Uluan dan Lembak pada umumnya, yg mukim di kawasan eks Marga Proatin Lima, Sindang Kelingi Ilir, Batu Kuning Lakitan Ulu Terawas, Selangit, Tiang Pungpung Kepungut, Proatin XI hingga sepanjang Musi Ilir tidak menyebut 'balam' atau 'kahet', sebagaimana masyarakat Sarolangun~Rawas atau Pasemah~Pagaralam.
Adalah Charles Goodyear ~saudagar Massachusetts~ secara tak sengaja menjatuhkan adukan lateks para yang dicampur belerang ke tungku panas. Ajaib.. Tak meleleh..! Keajaiban di tahun 1839 itu mengakhiri belenggu keterbatasan fungsi lateks dan memasuki babak baru revolusi industri~ekonomi dunia.
Batang para memancarkan lateks putih sejenis polimer yang disebut 'elastomer'. Tanpa campuran sulfur belerang, lateks akan lembek pada temperatur tinggi, dan kaku~regas pada suhu rendah; dan mudah terurai oleh mikrobia dalam hitungan tahun.
Proses vulkanisasi Goodyear yang mengaduk lateks plus belerang pada suhu tinggi, akan mengikat rantai polimer yang panjang~berangkai dengan rantai pendek atom sulfur; dan membentuk gugus molekul tunggal raksasa yang sangat kuat~regas namun elastis.
Ban kendaraan adalah contohnya. Didesain bersifat lentur~ elastis namun tahan aus hingga ribuan kilometer berputar. Bahkan untuk kendaraan mewah para milyarder sekaliber Raja Salman atau Bill Gates masih dilapisi material anti ozon dan ultra violet.
Namun ternyata, buangan limbah ban kendaraan dan semua sampah polimer, kelak menjadi tantangan "inovasi lingkungan" karena sulit diurai oleh mikrobia hingga jutaan tahun. Yang berbahaya, bakaran ban kendaraan dan semua limbah polimer akan melepas karbon dan jelaga~ pekat yang potensial mencemari atmosfir hingga lapis stratosfir.
*) Penulis adalah peminat sejarah dan budaya lokal. Blogger: www.andikatuan.net. [Maret 3, 2017]
Masyarakat Silampari bari, khususnya suku Musi Lembak yang menghuni Daerah Aliran Sungai Musi Uluan menyebut tanaman karet dengan istilah 'para'. Itulah nama aslinya ketika ditemukan seorang petani di pinggiran sungai Amazon yang bermuara di Samudera Atlantik, setelah meliuk~liuk melintasi lima negara: Brazilia, Peru, Kolombia, Ekuador dan Bolivia.
Komunitas Muarabeliti atau suku Musi Uluan dan Lembak pada umumnya, yg mukim di kawasan eks Marga Proatin Lima, Sindang Kelingi Ilir, Batu Kuning Lakitan Ulu Terawas, Selangit, Tiang Pungpung Kepungut, Proatin XI hingga sepanjang Musi Ilir tidak menyebut 'balam' atau 'kahet', sebagaimana masyarakat Sarolangun~Rawas atau Pasemah~Pagaralam.
Adalah Charles Goodyear ~saudagar Massachusetts~ secara tak sengaja menjatuhkan adukan lateks para yang dicampur belerang ke tungku panas. Ajaib.. Tak meleleh..! Keajaiban di tahun 1839 itu mengakhiri belenggu keterbatasan fungsi lateks dan memasuki babak baru revolusi industri~ekonomi dunia.
Batang para memancarkan lateks putih sejenis polimer yang disebut 'elastomer'. Tanpa campuran sulfur belerang, lateks akan lembek pada temperatur tinggi, dan kaku~regas pada suhu rendah; dan mudah terurai oleh mikrobia dalam hitungan tahun.
Proses vulkanisasi Goodyear yang mengaduk lateks plus belerang pada suhu tinggi, akan mengikat rantai polimer yang panjang~berangkai dengan rantai pendek atom sulfur; dan membentuk gugus molekul tunggal raksasa yang sangat kuat~regas namun elastis.
Ban kendaraan adalah contohnya. Didesain bersifat lentur~ elastis namun tahan aus hingga ribuan kilometer berputar. Bahkan untuk kendaraan mewah para milyarder sekaliber Raja Salman atau Bill Gates masih dilapisi material anti ozon dan ultra violet.
Namun ternyata, buangan limbah ban kendaraan dan semua sampah polimer, kelak menjadi tantangan "inovasi lingkungan" karena sulit diurai oleh mikrobia hingga jutaan tahun. Yang berbahaya, bakaran ban kendaraan dan semua limbah polimer akan melepas karbon dan jelaga~ pekat yang potensial mencemari atmosfir hingga lapis stratosfir.
*) Penulis adalah peminat sejarah dan budaya lokal. Blogger: www.andikatuan.net. [Maret 3, 2017]