Oleh: Hendy UP *)
Pada awalnya, lembaga ini bernama Dewan Rekonstruksi Nasional (1951-1952), kebijakannya bersifat sentralistik, berada di bawah Perdana Menteri dengan melibatkan 8 kementerian. Maklumlah pada saat itu sistem ketatanegaraan kita menganut asas demokrasi parlementer (1949-1959).
Terbentuknya DRN ini merupakan pengejawantahan dari tugas-tugas Biro Demobilisasi Nasional (PP No. 15 Th 1950) yang berhasrat ingin segera mengembalikan para eks pejuang kemerdekaan ke tengah-tengah masyarakat pasca-Agresi Militer Belanda ke-1 dan ke-2. Namun upaya ini dianggap gagal karena terlalu banyak yang mengatur (8 kementerian) dan tidak melibatkan kepala daerah yang berada di lokasi penampungan para eks pejuang BRN.
Dengan terbentuknya BRN yang hanya berada di bawah Mendagri dan difungsikannya Cabang/Anak Cabang BRN di kabupaten yang dikepalai oleh bupati, maka koordinasi di lapangan lebih solid dan penyediaan lahan untuk anggota BRN mulai menemui titik terang.
Pasca-terbitnya PP No. 16 Th 1954, Bupati selaku Ketua Anak Cabang BRN Musirawas telah menyiapkan calon lokasi BRN di Eks Erpacht Airtemam. Namun masih terkendala oleh status kepemilikan lahan (masih milik perusahan asing). Baru pada tahun 1958 kelak, dengan terbitnya UU No. 86 Th 1958 tentang Nasionalisasi Perusahan Belanda, maka kejelasan status calon lokasi BRN mulai terang benderang.
Maka mulailah dipetakan calon lahan BRN seluas lk 450 hektar. Yakni, jika dari arah Lubuklinggau menuju Muarabeliti, maka mulai dari Jln. Simpang Airtemam (sebelah kanan) masuk ke dalam, menyeberangi jembatan Mesat (SMPN No. 9) terus ke SD Negeri Airtemam, terus lagi menyeberangi sungai Temam hingga ke Blok 20.
Kemudian, mulai dari jalan Simpang Temam ke arah hilir sepanjang Jalinteng Sumatera hingga sekitar SDN No. 63 Lubukkupang, adalah lokasi BRN. Adapun lahan di sebelah kiri jalan raya adalah berstatus tanah marga yang kini menjadi perkampungan dan beberapa bangunan lain, seperti SPBU Lubukkupang, Kompleks Pendidikan Yadika, Perumahan Citra Regency dan RM Singgalang. Adapun lokasi Hotel Dafam adalah eks lokasi BRN yang telah dijual oleh pemiliknya.
Ketika mBah Suwarto ditanya tentang keberadaan para pejuang BRN kini, dengan nada sedih mBah Warto mengisahkan bahwa hanya tinggal dirinya yang masih hidup. Adapun para anggota BRN yang masih mampu diingat mBah Warto adalah: (1) Hardjo Bandowi selaku koordinator, (2) Supardi (sebagai Lurah BRN), (3) Soewarto pengurus BRN, (4) Soehoed, (5) Mar'an, (6) Surono, kelak menjadi guru SD, (7) Parmanto, (8) Budi Santoso, (9) Soemitro, (10) M. Kadam, (11) Abukori, (12) Sukardjo, (13) Sumardi, (14) Sumardjo, (15) Sampan Haryanto, (16) Sukastin, (17) Sutiono, (18) Kosim, (19) Slamet Banyumas, (20) Suharto, (21) Sutisno, (22) Tengoredjo, (23) Suratno, (24) M. Banu, dan (25) Markum. Sedangkan nama-nama pejuang sisanya perlu kesabaran kita untuk mengingatnya kembali! [Tamat]
*) Muarabeliti, 9 September 2022
0 komentar:
Posting Komentar