Senin, 26 September 2016

TEORI PEUBAH KOMPLEKS DLM MEMILIH KEPALA OPD

Oleh: Hendy UP

Tanpa disadari, ternyata para Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota seringkali menggunakan  teori peubah kompleks dalam memilih para pembantunya; baik pada level menteri maupun kepala perangkat daerah. Pemilihan Arcandra Tahar   president at Petroneering in Houston sebagai menteri ESDM adalah contohnya.


     Bisa  dipastikan, belum ada pakar dan pengamat politik di Indonesia yang menyebutkan teori ini dalam konteks birokrasi, khususnya dalam pemilihan pejabat selevel menteri.  Ketika iseng melacak biodata Arcandra Tahar pascapenunjukannya sebagai menteri, saya menemukan kemiripan dengan teori peubah kompleks dalam persamaan matematika.

     Bagi para sarjana matematika atau sarjana ilmu eksakta lainnya, niscaya pernah akrab dengan teori peubah kompleks, yang mampu menghitung transformasi besaran sudut  dan arah kurva dalam sebuah himpunan persamaan bilangan riil (bilangan rasional dan irrasional). Jika hasil transformasi mendapatkan besaran sudut yang sama tetapi tidak memedulikan arah kurva, maka menurut Jacobian  disebut peta konformal-isogonal. 

      Analoginya adalah bahwa seorang Arcandra Tahar sebagai profesional yang memiliki kompetensi dan integritas (besaran sudut) adalah menjadi faktor utama bagi Jokowi ketika menentukan pilihannya, tanpa memedulikan  dari mana  arahnya (nonpartai politik).   Lantas, apa kaitannya dengan teori memilih kepada SKPD?  Mari kita kupas pasal-pasal yang terkait dengan pembahasan ini.

     Dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), istilah Satuan Kerja Perangkat Daerah  diganti menjadi Perangkat Daerah. Ketentuan tentang Perangkat Daerah diatur di  dalam Pasal 232 UU Pemda, yang selanjutnya diuraikan  dalam PP No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (PP-PD). Kriteria, prosedur dan persyaratan serta kewenangan Gubernur/Bupati/Walikota untuk mengangkat kepala perangkat daerah diatur dalam Pasal 233 hingga 235 UU Pemda.

     Pasal 233 UU Pemda, yang diperjelas di dalam  pasal 98 PP-PD menyebutkan bahwa  pejabat kepala Perangkat Daerah wajib memenuhi persyaratan kompetensi: teknis, manajerial, dan sosial-kultural serta kompetensi pemerintahan. Kompetensi teknis dibuktikan dengan ijazah pendidikan formal, sertifikat Diklat fungsional dan pengalaman kerja; kompetensi manajerial dibuktikan dengan sertifikat Diklat struktural atau manajemen dan pengalaman kepemimpinan. Kriteria kompetensi sosial-kultural diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk (agama, suku, budaya) dalam konteks wawasan kebangsaan. 

      Sedangkan kompetensi pemerintahan dibuktikan dengan sertifikat dari Menteri Dalam Negeri. Seluruh peraturan tentang sertifikasi kompetensi tersebut sayangnya belum terbit, baik dari kementerian teknis/lembaga nonkementerian maupun kementerian Dalam Negeri.

       Bisa saja, seluruh persyaratan administrasi kompetensi tersebut  dipenuhi oleh semua calon pejabat, walaupun saat ini ada area abu-abu tentang kriteria kompetensi sosial-kultural dan pemerintahan.  Namun perlu dicatat bahwa  tidak ada jaminan bahwa calon yang memiliki seluruh sertifikat yang dipersyaratkan  adalah orang  yang benar-benar kapabel dan “cocok” untuk memangku jabatan sebagai kepala perangkat daerah, khususnya terkait dengan kesamaan “gaya kepemimpinan” sang kepala daerah. Atau, kendati pun semua persyaratan kompetensi terpenuhi, akan tetapi sang Gubernur/Bupati/ Walikota bisa  menambahkan variabel  tentang: integritas dan loyalitas  dengan pendefinisian versi  kepala daerah sendiri. 

    Derivasi dari item integritas dan loyalitas bisa saja dijabarkan ke dalam aspek hubungan etnikal-geneologis (keluarga), emosional-historikal (Timses) dan/atau asosional-politikal (titipan orang Parpol) atau gabungan ketiga aspek tersebut. Dalam dunia birokrasi, hal ini merupakan kewajaran; karena bagaimana mungkin seorang kepala daerah akan menunjuk  pembantunya dari orang-orang yang diragukan loyalitas dan integritasnya.

     Dalam analogi teori peubah kompleks, sebutlah semua persayaratan sertifikat kompetensi ini adalah besaran sudut kurva; sedangkan komponen integritas dan loyalitas  diibaratkan arah kurva, maka kemungkinan model petanya adalah sbb: (1) Kepala Daerah akan memilih peta konformal, artinya akan memilih pejabat yang memenuhi seluruh persyaratan kompetensi plus aspek integritas dan loyalitas versi kepala daerah, termasuk aspek keterlibatan Timses yang pernah berjuang saat Pilkada atau orang titipan Parpol; (2)  Kepala Daerah akan memilih peta konformal-isogonal, yakni akan memilih pejabat yang memenuhi seluruh persyaratan kompetensi, walaupun tidak  terlibat  Timses dan tidak perlu mengakomodir orang titipan dari Partai Politik.

      Dalam prakteknya, peta politik birokrasi  tidak sesederhana yang digambarkan. Niscaya akan ditemui varian komponen yang lebih  rumit daripada peta konformal-birokratik.  Dalam teori Peubah Kompleks terdapat dasar aksiomatik yang berupa enam asas: komutatif/asosiatif penjumlahan, komutatif/asosiatif perkalian, ketertutupan dan asas distributif. 

    Keenam asas tersebut adalah merupakan landasan atas “hak prerogatif” kepala daerah. Kepala daerah boleh saja mengotak-atik himpunan bilangan dengan menambah atau mengali komponen angka bahkan mendistribusikan secara tertutup dalam rangka  memilih pembantunya dari orang-orang yang benar-benar mumpuni.

     Artinya, siapa pun calon kepala perangkat daerah yang  dipilih, harus dipastikan adalah orang yang mampu menjabarkan visi-misi kepala daerah (dengan segala inovasi dan kreatifitasnya) dan berani mengambil risiko apa pun atas jabatan yang diembannya. Dengan kata lain, seorang kepala perangkat daerah wajib khatam aturan teknikal, manajerial dan finansial-keuangan. Bukan malah terus harus diajari Sang Kepala Daerah. Instrumen telaah staf  yang diajukan oleh kepala perangkat daerah kepada kepala daerah, adalah indikator kreatifitas dan keluasan wawasan seorang kepala perangkat daerah. Namun sayang, instrumen tersebut jarang sekali naik ke Gub/Bup/Walkota.  Wallahu’alam.***)

*) Penulis adalah pemerhati birokrasi 

0 komentar:

Posting Komentar