Minggu, 20 April 2025
PARA KADES TUGUMULYO 2012
Sabtu, 19 April 2025
PENGANTAR BUKU (1)
GUMAM: PENGALAMAN MENULIS DENGAN JARAK [1]
Oleh: Hendy UP *)
Pembukuan kumpulan artikel ini muasalnya berawal dari membaca-baca arsip tulisan lama yang pernah dimuat di berbagai media cetak, dan sebagiannya telah terbundel sebagai "kliping koran" yang terserak.
Ada di lempitan buku-buku, di map plastik berdebu. Bahkan ada yang terselip-melip di susunan rak perpustakaan pribadi yang sunyi nan horor. Maklum, ruangan perpustakaan itu semacam paviliun, menjorok ke depan, agak terpisah di halaman depan. Sekali gus berfungsi sebagai ruang baca; sembari menunggu jika ada pelanggan (dan pembeli) air minum galonan berteknologi Reverse Osmosis System (RO).
Yaa... sebelah luar paviliun itu, yang terhubung pintu besi, berfungsi sebagai ruang niaga untuk menjual air minum RO.
Di ruang khusus 4 x 6 meter itu, dipajangi rak buku bertingkat lima dari plat besi siku, dan ternyata semakin sulit melacaknya jika ingin membaca ulang. Maklum, bundel kliping koran itu telah berumur. Ada artikelku yg ditulis tahun 1978, 1979 hingga akhir 1980-an, walaupun tak semuanya layak dibukukan. Ketika mulai membangun website dan mencoba menjadi blogger pada tahun 2014 ~ untuk sekadar merawat minat baca, menghalau kejenuhan dan menahan laju kepikunan ~ arsip tulisan itu diketik ulang secara bertahap.
Di usia yang menua, mengetik berlama-lama sungguh menyiksa punduk pangkal leher, nyeri pegel-begel: otot nadi tulang punggung bagaikan tersegel kumparan kawat begel! Mata mulai cepat mengabur, berkaca-kaca, seakan terhalang bayang fotopsia, mirip penderita ablasio retina. Mula-mula ngetik di laptop ACER pentium yang semakin lemot, kemudian belakangan berganti menggunakan gawai untuk kepraktisan menulis: kapan dan di mana saja!
Artikelku di koran, sering dimuat di rubrik opini. Tapi sejujurnya, itu hanya semacam gumaman orang kecil. Meminjam istilah Goenawan Muhamad, tak lebih dari sekadar marginalia, seperti beliau menjoloki CATATAN PINGGIR-nya. Marginalia adalah catatan di pinggir halaman buku yang sedang dibaca. Kadang bertinta merah, bertanggal baca, untuk menandai dan mengingatkan kembali pembacanya akan hal-hal penting yang termuat pada halaman itu. Catatan-catatan itu sendiri sebenarnya tak penting, kecuali merujuk kepada teks utama sebagai pokok bahasan.
Jika diingat ulang, sejak mulai menulis, barangkali hampir mendekati duaratus buah artikel yang pernah diterbitkan berbagai koran, majalah, bulletin pertanian dari 1978 hingga 2019 ini. Ada Cerpen dan Cerbung yang berlatar romansia remaja. Ada tentang teknologi dan sosial pertanian, tentang kritik terhadap kebijakan pembangunan pedesaan; bahkan merambah ke soal sosial-keagamaan dan peradaban.
Ada juga tulisan tentang seseorang, teman atau tokoh yang aku kagumi. Pendeknya, aku menulis tentang apa saja, yang kuanggap perlu diketahui, dipahami dan direnungkan oleh berbagai kalangan, khususnya tokoh masyarakat dan pejabat Pemerintah Pusat dan Daerah. Ya, semacam ikhtiar menyemai kreator peradaban! Tapi sejujurnya, kalau boleh mengurut prioritas atensi dan ketertarikan bidang, aku lebih nyaman dan 'PD' menulis tentang: sejarah, sastra-kebahasaan, humaniora, sosial pertanian dan pedesaan. Selebihnya, aku menulis tentang sesuatu jika ada rangsangan yang menyembulkan desire dan kuriositas.
Yaa ..., ide menulis kadang muncul dari hasil membaca buku, koran, twitter, instagram, portal berita, blog sastra atau bahkan celotehan emak-emak di WA Grup. Juga dari restan memori setelah nonton tayangan film-tv, youtube, film pendek atau panjang. Bahkan sering kali berasal dari perjalanan kluyuran ke desa-desa, ngobrol "ngalor-ngidul" dengan sesiapa, atau bahkan pascamenyaksikan lingkungan yang asri, yang jorok centang-perenang nan berantakan!
Atau hasil mengendus situasi fenomenal tentang sebuah isu yang sedang viral, dibincangkan masyarakat umum, baik di WA-Grup maupun Facebook. Semisal dampak dari: Narkoba, Corona virus, Pileg, Pilkada- Pilkades. Belakangan ada produk demokrasi baru tentang Pilsung Badan Permusyawaratan Desa. Yaa ... semacam lembaga legislatif di tingkat desa. [***]
Senin, 14 April 2025
PARA KADES MUARABELITI 1987
Senin, 27 Januari 2025
AKU & SANDRA DI BPP YUDHAKARYA
Catatan: Hendy UP *)
Sembilan bulan pascapelantikan Ronald Reagan sebagai Presiden AS ke-40, aku dilantik pula. Tentu saja beritanya tak seviral pelantikannya. Jika sumpah Reagan diucapkan di tangga Gedung Capitol, maka aku cukup di aula Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) saja. Yang melantikku adalah Ir. Djatolong Marbun selaku Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS) atas nama Kepala Dinas Pertanian Kab. Musirawas SUMSEL. Hari bersejarah itu kucatat: Sabtu, 2 Oktober 1982. Dan hari itulah peresmian dibukanya BPP Yudhakarya di Kec. Jayaloka.
Pada level pedesaan kala itu, jabatanku agak-agak bergengsi. Bayangkan! Secara teritorial, kekuasaan wilayah BPP Yudhakarya meliputi tiga kecamatan: Muarakelingi, Muaralakitan dan Jayaloka; dan mencakup 7 marga, yakni: (1) Sikap Dalam Musi, (2) Bulang Tengah Semangus, (3) Proatin Sebelas, (4) Bulang Tengah Suku Tengah, (5) Bulang Tengah Suku Ulu, (6) Sukakarya, dan (7) Ngestiboga. Dan kini, pasca otonomi daerah, ketiga kecamatan tersebut telah dimekarkan menjadi 7 kecamatan, dengan penambahan: Kec. Megangsakti, BTSU Cecar, Tuahnegeri dan Sukakarya.
Karena aku bukan kepala wilayah yang memiliki "emblem jengkol" di baju dinasku, maka aku selalu mendampingi Pak Camat selaku penguasa tunggal atas mandat UU No. 5 Th 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Kala itu, Camat bukanlah kepala OPD sang pengguna anggaran, yang konon lebih menyibukkan diri dalam menyiasati "financial-engineering" ketimbang mencermati dinamika sosial-ekonomi warganya.
Lokus kantorku di Desa Ciptodadi, Marga Sukakarya, sekitar 44 km dari kota Lubuklinggau. Berada di jalan Pertamina, sekitar 8 km dari Simpangsemambang menuju ke Kec. BTSU Cecar. Bisa terus ke kawasan HTI tembus ke Pendopo Talangakar (Kab. PALI) dan kota Prabumulih. Di seberang kantorku, adalah kompleks pemukiman pensiunan TNI. Orang menyebutnya Trans-AD, yang dibuka tahun 1979/1980. Nama lokasi itu adalah Yudhakarya Sakti. Dan, nama itulah yang kulekatkan menjadi nama BPP Yudhakarya. Kabarnya, kini diubah menjadi BPP Sukakarya. Mungkin pasca pembentukan Kec. Sukakarya.
Luas kompleks BPP Yudhakarya adalah 32 hektar. Konon, bekas kompleks Agriculture Development Center (ADC) sekitar tahun 1974-1978. Selama menjabat, aku ditemani wakilku selaku PPM Supervisor, dengan 34 orang Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) sebagai mitra kerjaku.
Yang cukup menggembirakan, aku ditemani oleh Lik Mukiman sang Manager Kebun, yang piawai membelokkan traktor mini ketika mengolah lahan 32 hektar itu. Juga ada gudang saprotan dan hasil panen. Aku juga melengkapi meja pingpong di gudang, dan itulah fungsi tambahan gudang yang rutin kuamalkan dengan pemuda setempat.
Karena kantorku terpisah dari pemukiman dan rawan permalingan & penodongan, maka siang dan malam aku harus cerdas menyikapi keadaan. Menyiapkan senapan angin made in Cipacing, seperangkat petetan dan sekarung batu koral. Lalu belor akbar berbaterai enam, dan tombak-kujur plus pedang panjang. Juga radio-tape recorder dengan kabel antena khusus bertiang buluh tinggi.
Hampir setiap petang, jika tak ke lapangan, aku suka nyantai di teras gudang. Memutar lagu apa saja sembari membaca buku. Ada koleksi lagu Barat yang melankolis nan mendayu-dayu. Tak terlalu paham artinya, tapi aku menikmatinya. Salah satu lagu yang aku suka adalah "I had a dream of Indonesia" yang dilantunkan Sandra Reimers. Sandra inilah kawan setiaku, tertutama jika istriku mudik ke Dusun Muarabeliti.
Suara Sandra lunak agak mendesah. Melodinya tanpa gejolak, seakan tanpa intensi dan tak baperan. Datar mengalun, tapi di ujungnya ada nuansa harapan. Pas buat pengantar bobo ba'da shalat isya di kesunyian. Tapi jangan coba-coba di putar di perkantoran menjelang dateline tahun anggaran. Bisa kacau-balau SPJ pertangungjawaban para pengguna anggaran!
Apa yang kau impikan Sandra? Mungkin sebuah tempat: Indonesia yang penuh imaji, sebuah klise tentang surga. Pasti Sandra tak pernah turni ke Indonesia, dan hanya membaca brosur wisata dari pegawai kedutaan RI. Lalu, kata Sandra: "orang-orang seakan mendengarkan kearifan samudra. They never hurry, they never worry, they take the tide away the way it meant to be......". Luar biasa Indonesia itu: ayem tentrem- loh jinawi.
Jika ingat kenangan itu, aku tersenyum geli. Sandra yang suaranya merdu, ternyata tertipu. Brosur dan infogram yang dibacanya adalah iklan, bukan deskripsi antropologis tentang Indonesia. Bukan annual report dari Suistanable Development Goals (SDGs). Itu adalah iklan, hasil perkawinan silang 90% keinginan dan 10% kenyataan.
Polesannya adalah kosa kata bombastis, penuh propaganda dan ilusi. Indonesia, oh negeriku yang subur makmur! Lahan sawahmu telah tertimbun pemukiman. Air irigasimu telah terhenti di pintu besi kolam milik para juragan ikan. Miris menyedihkan!
*)Muarabeliti SUMSEL, 15 Desember 2019. Resunting: Januari 26, 2025.
ABOUT
Selamat datang di rumahku…! Jikalau Anda hadir dengan santun, maka aku akan sangat senang menyambutmu. Barang tentu tak banyak jamuan yang...