Selasa, 31 Desember 2019

KISAH: AKU & SANDRA TAHUN 1982

AKU & SANDRA DI TAHUN 1982

Oleh: Hendy UP *)

      Setahun setengah setelah Ronald Reagan dilantik sebagai Presiden AS ke-40, aku dilantik pula. Tentu saja beritanya tak seviral pelantikannya pada 20 Januari 1981 itu. Jika sumpah Reagan diucapkan di tangga Gedung Capitol, maka aku cukup di gedung Balai Penyuluhan Pertanian, dan yang melantik cukup pejabat eselon dua be. Lagian level jabatanku agak ngambang: setingkat lebih tinggi di atas Gindo (Kades) tapi wibawanya jauh-mauh di bawah Pesirah Kepala Marga. Hari bersejarah itu kucatat 2 Oktober 1982.

     Tapi jangan sepelekan yang satu ini: teritoriku setara 7 wilayah kecamatan sekarang, yakni Muarakelingi, Muaralakitan, Jayaloka, Megangsakti, BTS Ulu Cecar, Sukakarya dan Tuahnegeri, di Kab. Musirawas ujung Barat Laut Prov. Sumsel. Dan jangan keliru pula, saat itu Camat adalah Penguasa Tunggal atas mandat UU No. 5 Th 1974: punya emblem-jengkol. Camat saat itu bukan kepala OPD sang pengguna anggaran, yang konon lebih menyibukkan diri dalam menyiasati "financial-engineering" ketimbang mencermati dinamika sosial-ekonomi warganya.

     Okelah... biar tak berprasangka, jabatanku adalah CEO Balai Penyuluhan Pertanian. Lokus kantorku di Yudhakarya, 44 km dari Lubuklinggau. Jabatan itu tak bereselon, tak perlu Diklat SPAMA-SPAMEN, apatah lagi asessment jabatan dan fit and proper test. Dan hebatnya, tak ada tunjangan serta belum ada syarat "tidak terpapar radikalisme". Seandainya syarat terakhir itu ada, niscaya aku tak bakal dilantik, karena aku telah terpapar "ilmu radikal" sejak belajar anatomi dan morfologi tumbuhan. Tak bertunjangan jabatan tak apa, kan rezeki insan dijamin Tuhan, Broth! He he he.

      Yang lebih menggembirakan lagi, aku ditemani Lik Mukiman sang Manager Kebun, yang profesional membelokkan hand traktor ketika mengolah lahan 32 hektar. Juga ada gudang alat dan hasil panen, yang belum berfungsi hingga aku mutasi, karena belum ada satu pun alat yang digudangkan. Untunglah aku membuat meja pingpong, dan itulah fungsi tambahan yang rutin kuamalkan.

     Karena kantor dan lahan yang luas itu terpisah dari pemukiman dan agak rawan penodongan, maka siang dan malam aku harus cerdas menyikapi keadaan. Menyiapkan senapan angin made in Cipacing Bandung kaliber 4, seperangkat petetan dan sekarung batu koral, belor akbar berbaterai enam, tombak-kujur plus pedang panjang; dan jangan lupa radio-tape dengan kabel antena khusus berbuluh tinggi.

     Kala santai di "petang-ahay" aku suka memutar lagu Barat yang melankolis nyaris mendayu-dayu. Aku tak terlalu paham artinya, tapi aku nikmati musiknya. Salah satu yang aku suka adalah lagu "I Had A Dream of Indonesia" yang dilantunkan Sandra Reimers. Sandra inilah kawan setiaku, tertutama jika istriku mudik ke Dusun Belitibaru.

    Suara Sandra lunak agak mendesah. Melodinya tanpa gejolak, seakan tanpa intensi perasaan. Datar mengalun tapi di ujungnya ada nuansa harapan. Pas buat pengantar bobo siang, setelah kenyang menyantap sambal macang. Tapi jangan coba-coba di putar di perkantoran menjelang dateline tahun anggaran. Bisa kacau-balau SPJ pertangungjawaban para pengguna anggaran!

      Apa yang kau impikan Sandra? Kata Goenawan Mohamad,  mungkin sebuah tempat: Indonesia yang penuh imaji, sebuah klise tentang surga. Mungkin Sandra tak pernah ke Indonesia, dan hanya membaca brosur wisata dari Kedutaan. Kata Sandra: "orang-orang seakan mendengarkan kearifan samudra. They never hurry, they never worry, they take the tide away the way it meant to be......". Luar biasa Indonesia itu: "ayem tentrem- loh jinawi".

       Jika ingat kenangan itu, aku tersenyum geli. Sandra yang suaranya merdu, ternyata tertipu. Brosur dan infogram yang dibacanya adalah iklan, bukan deskripsi antropologis. Bukan annual report dari Suistanable Development Goals (SDGs). Iklan, kata alumnus Desain Grafis, adalah hasil perkawinan silang 90% keinginan dan 10% kenyataan.

         Polesannya adalah kosa kata bombastis, propaganda dan ilusi. Indonesia, oh negeriku yang subur makmur! Lahan sawahmu telah tertimbun pemukiman. Air irigasimu terhenti di pintu besi kolam. Miris menyedihkan!

*)Muarabeliti, 15 Desember 2019